BERITA

Cabut Blokir Telegram, Ini Saran Asosiasi Penyelenggara Internet

Cabut Blokir Telegram, Ini Saran Asosiasi Penyelenggara Internet

KBR, Jakarta- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) Henry Kasyfi Soemartono meminta pemerintah memaksimalkan akses langsung terhadap aplikasi media sosial Telegram.  Misalnya, mengumpulkan data sebanyak mungkin mengenai celah-celah penyebaran radikalisme melalui platform Telegram. Dengan begitu, konten terorisme dalam Telegram cepat dipetakan sehingga langkah pemblokiran parsial yang diambil bisa tepat.

“Termasuk terorisme. Jadi pemerintah harus gencar koordinasinya dengan para pemain konten global, lalu mencari informasi dari mereka dan melakukan bloking parsial jika ada konten yang membahayakan. Kita percaya karena kita juga sudah komunikasi dengan intens dengan kominfo, hal-hal seperti itu sudah masuk dalam jalur khusus yang diberikan oleh telegram. Tetapi pemerintah juga harus meminta pihak telegram untuk mengawasi konten global, terutama yang berbau teroris.” Kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) Henry Kasyfi Soemartono kepada KBR, Selasa (02/08).

 

Henry menambahkan, Indonesia juga harus mendesak Telegram untuk turut memperketat pengawasan terhadap konten yang terindikasi terorisme. Baik secara global maupun khusus Indonesia.


Sebelumnya Kementerian Komunikasi Dan Informatika memastikan dalam pekan ini bakal membuka blokir pada web aplikasi Telegram. Ini karena sejumlah syarat yang diajukan Indonesia termasuk akses komunikasi langsung telah disetujui oleh Bos Telegram Pavel Durov. Hanya saja Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Samuel A Pangerapan belum bisa memerinci mekanisme pengawasan dan pemblokiran seperti apa yang akan ditempuh dua belah pihak.


 "Kapan dibukanya? Kalau dari peraturan yang ada di kami, apabila sudah selesai maka kita akan memproses segera dan waktunya insya Allah dalam waktu dekat. Minggu ini. Kita cari hari baiknya," kata Samuel Pangerapan usai mengikuti pertemuan antara Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dengan CEO Telegram, Pavel Durov, di Kantor Kominfo, Jakarta, Selasa (1/8/2017).


Samuel mengatakan aturan akses langsung tersebut sebenarnya merupakan aturan standar juga sudah dipenuhi oleh perusahaan aplikasi lain. Dia pun berkata, dengan akses komunikasi khusus itu pemerintah Indonesia berharap bisa mendapat respon yang cepat dari perusahaan aplikasi apabila suatu waktu menemukan konten yang melanggar hukum. Terutama, konten-konten yang berkaitan dengan terorisme dan ISIS.

Baca juga:


CEO Telegram Pavel Durov kemarin menemui Menkominfo Rudiantara khusus membahas penanganan konten terorisme yang berkembang di aplikasi tersebut. Durov juga khusus mendatangi Menkominfo agar pemerintah segera membuka pemblokiran Telegram dari perangkat komputer sejak Juli lalu. Dalam pertemuan itu, Durov menjanjikan bakal membentuk tim khusus untuk memperlancar komunikasi langsung dengan pemerintah Indonesia. Dengan begitu, respon terhadap laporan indikasi terorisme di aplikasi itu bisa cepat diproses. Bahkan kata dia dalam hitungan jam.


 "Hari ini kita setuju jalur aman. Telegram bisa diandalkan soal kaitannya dengan potensi penggunaan telegram pada propaganda terorisme. Sebagai tim, perusahaan, organsiasi, saya berkomitmen untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menutup konten yang berhubungan dengan ISIS dan terorisme. Saya pikir kami bisa menutupnya lebih efisien dalam beberapa jam karena kami telah menambahkan tim yang berbahasa Indonesia," ujarnya kepada wartawan di Kantor Kominfo, Jakarta.

 

Durov meyakinkan, sejak awal Telegram pun tak mendukung penyebaran terorisme. Namun dari kesepakatan itu, dia mengungkapkan percakapan pribadi antar-pengguna Indonesia tak termasuk informasi yang dibagi ke Pemerintah Indonesia.


Sementara itu pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kepolisian belum memberikan respon ketika KBR meminta tanggapan mengenai akan dibukanya blokir terhadap Telegram. Sebelumnya, Kapolri Tito Karnavian sempat menyebut, sejumlah aksi teror yang belakangan terjadi di Indonesia menggunakan Telegram sebagai perantara telekomunikasi. Intelejen cybernya pun dibikin kesulitan melacak oleh aplikasi Durov ini. Karena itu Kemenkominfo lantas bersurat ke Telegram untuk memblokir beberapa kanal dan akun. Surat tak kunjung ditanggapi, pada pertengahan Juli itu akhirnya Pemerintah Indonesia memblokir Telegram berbasis web.


Kebijakan Indonesia saat itu langsung mendapat reaksi dari pendiri Telegram, Pavel Durov. Durov kemudian mengirim surat elektronik ke Menteri Komunikasi Rudiantara. Isinya, permintaan maaf dan tawaran solusi. Salah satunya, membentuk tim moderator yang memiliki kompetensi baik bahasa maupun budaya Indonesia, agar dapat memproses laporan mengenai konten terorisme secara cepat dan akurat.

 

Telegram  sudah memiliki channel untuk membendung ISIS, melalui ISIS-Watch. Tiap harinya kanal ini menampilkan jumlah kanal yang diblokir. Selama Juli saja misalnya, total ada lebih dari 7300 kanal dan akun yang diblokir karena terindikasi terkait ISIS. Namun kanal ISIS-Watch ini juga disebut belum mampu membendung konten terorisme.


Editor: Rony Sitanggang

  • ISIS
  • telegram
  • Pavel Durov

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!