BERITA

KPU Keberatan Undurkan Waktu Pilkada Serentak 2017

""Setelah itu, ya kami rapikan, kemudian kalau tidak perlu dimundurkan hari pemungutan ya tidak perlu dimundurkan,""

KPU Keberatan Undurkan Waktu Pilkada Serentak 2017

KBR, Jakarta- Dewan Perwakilan Rakyat menilai 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang sudah disahkan Selasa (2/8) lalu belum mencakup semua permasalahan pemilu. Sehingga pada rapat dengan KPU hari ini, muncul wacana untuk menunda tanggal pemilihan kepala daerah.

Menyikapi sinyal penundaan ini, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan KPU belum menemukan alasan menunda tanggal pemilihan.


"Tapi nanti dululah. Itu bukan sesuatu yang bisa kita simpulkan sekarang, pada minggu ini bahwa itu sudah pasti mundur. Kita lihat dulu yang mana yang melanggar undang-undang. Sehingga kami harus rapikan itu. Setelah itu, ya kami rapikan, kemudian kalau tidak perlu dimundurkan hari pemungutan ya tidak perlu dimundurkan," kata Hadar di DPR, Selasa(9/8).


KPU sudah menatapkan pemungutan suara serentak akan dilaksanakan 15 Februari 2017 mendatang. Hadar mengatakan sosialisasi ke daerah sudah mulai dilakukan sejak akhir bulan April 2016. Seluruh media sosialisasi sudah dibuat, beberapa kata dia sudah disebarkan.


Namun, tiga fraksi pengusung pemerintah di DPR yakni PDIP diwakili Arteria Dahlan, PKB diwakili Muhammad Lukman Edy, dan Nasdem diwakili Muchtar Lutfi mengusulkan pemungutan suara ditunda tanggal 28 Februari 2017.


Penundaan tanggal pemungutan suara tersebut menurut Hadar tidak memiliki dasar yang jelas. Kata dia, belum tentu revisi PKPU harus berimbas pada penundaan pemungutan suara. Di samping itu, penundaan akan mengakibatkan biaya pengadaan pilkada membengkak. Hadar belum bisa memastikan nominal kerugiannya.


"Tanggal 15 itu sudah tersebar. Materi-materi udah. Tanpa ada subtansi yang memaksa kami mengubah, itu biaya akan timbul lagi untuk mengubah, mengumumkan, materi harus di-print lagi itu. Itu kan harus kami pertimbangkan semua. Jadi ga semudah itu juga kami harus mengubah."


Sebelumnya, DPR mengkritik 3 PKPU yang sudah disahkan KPU awal Agustus tanpa melalui proses konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Pasca Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah disahkan, KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah soal penetapan PKPU menjadi undang-undang.


Ada tiga PKPU yang disahkan kemarin. Pertama, PKPU soal pencalonan, PKPU soal tahapan Pilkada, dan PKPU tentang pemilihan di daerah otonomi khusus.


Banyak Masalah

Anggota DPR Arteria Dahlan meminta PKPU membatasi pengumuman hasil rekapitulasi suara. Menurutnya, batas waktu maksimal 6 hari terlalu panjang. Ini menjadi celah terjadinya politik uang dan kecurangan.

"Ini kalau 6 hari seperti ini, terlalu panjang. Bisa jadi nanti bisa terjadi intervensi-intervensi yang masuk disini," kata Arteria.


Pengaturan waktu pengumuman rekapitulasi ini juga diminta oleh fraksi PKB dan Nasdem.

Selain itu, menurut anggota fraksi PDIP Komarudin Watubun, sistem noken Papua juga belum jelas pengaturannya dalam PKPU. Dia mendorong KPU memetakan daerah mana saja yang masih menggunakan noken.

"Noken itu harus ditegaskan juga daerah mana yang pakai noken. Waktu itu kan tidak semua daerah Papua pakai noken. Noken hanya berlaku kalau kepala suku benar-benar punya rakyat."


DPR juga menilai KPU belum melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam proses pengawasan pilkada. Kembali ke Arteria, dia menilai verifikasi faktual semestinya juga ikut melibatkan Bawaslu.


Mengenai masalah pengesahan PKPU sebelum melalui tahapan konsultasi, Ketua KPU Juri Ardianto mengatakan hal itu dilakukan demi mengejar waktu pendaftaran dukungan calon perseorangan yang sudah dimulai Rabu (3/8) silam.


Hal ini sudah disepakati dengan Kementerian Hukum dan HAM. Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, mengkonfirmasi hal tersebut.


"Saat itu kami sepakati selanjutnya jika atas saran dan pendapat dari DPR dan pemerintah terdapat hal-hal yang mengubah isi 3 peraturan tersebut yang sudah ditetapkan, maka peraturan akan direvisi. Sehingga yang sudah ditetapkan itu kami masukan kembali jadi bagian dari 5 yang dikonsultasikan."


Sengketa

DPR meminta KPU mengatur soal sengketa internal partai politik dalam Peraturan KPU yang baru. Ketua Komisi Dalam Negeri, Rambe Kamaruzzaman, mengatakan ketegasan KPU diperlukan untuk mencegah masalah dalam pencalonan kepala daerah.

"Ketegasan di PKPU ini, jika ada partai lagi yang bersengketa, bersengketa mana yg dipegang? Tadi semua berpendapat peganglah SK, tidak melarang bersengketa untuk mencari keadilan. Tidak. Tapi peganglah keputusan selama keputusan belum berubah. Kalau ada yg menggugat, keputusan terakhirlah dari Kemenkumham," kata Rambe usai rapat di DPR, Selasa (9/8).


Pilkada serentak 2015 menyisakan  sengketa yang terjadi di tubuh partai politik. Hingga bulan lalu, masih ada beberapa daerah yang belum melakukan pemilihan.


Di Pematang Siantar, pasangan calon Surfenov Sirait dan Parlin Sinaga menggugat keputusan KPUD Pematang Siantar yang tidak meloloskan keduanya. Saat itu, keduanya gagal maju di pilkada karena terkendala masalah dualisme dalam partai Golkar yang menjadi partai pengusungnya. Di penghujung 2015, Golkar masih terpecah antara kubu Aburizal Bakrie hasil Munas Bali dan kubu Agung Laksono hasil Munas Ancol.


Keputusan KPUD ini digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Saat itu, PTUN memenangkan gugatan pasangan calon tersebut. Menanggapi ini, KPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Namun, upaya banding kembali memenangkan Surfenov dan Parlin. Setelah itu KPU kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.


Hal ini menurut Rambe akan mengganggu pelaksanaan pilkada. Maka, DPR meminta agar PKPU memperjelas mekanisme penanganan masalah itu.


Belum ada keputusan apapun terkait hasil konsultasi KPU kepada DPR dan pemerintah. Jumat (18/8) mendatang DPR dijadwalkan akan kembali membahas PKPU bersama KPU dan pemerintah. Masih ada 7 PKPU yang belun dibahas di antaranya mengenai kampanye dan logistik pemilu. 


Editor: Rony Sitanggang

  • pilkada serentak 2017
  • Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!