BERITA

Dugaan Maladministrasi Eksekusi Mati, Jaksa Agung Dilaporkan ke Ombudsman

""Seharusnya menurut undang-undang grasi nggak bisa dieksekusi.""

Randyka Wijaya

Dugaan Maladministrasi Eksekusi Mati, Jaksa Agung Dilaporkan ke Ombudsman
Ilustrasi



KBR, Jakarta- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat melaporkan Jaksa Agung M. Prasetyo kepada Ombudsman. Ini menyusul adanya dugaan maladministrasi atas hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba Humprey Ejike Jefferson.

Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan seharusnya eksekusi mati menunggu jawaban grasi dari Presiden Joko Widodo terlebih dahulu.


"Undang-undang grasi, karena sudah mengajukan grasi sebelumnya tanggal 25 Juli hari Senin tapi tetap dieksekusi. Seharusnya menurut undang-undang grasi nggak bisa dieksekusi. Terus yang kedua tanda terima, harusnya 72 jam setelah pemberitahuan tapi ternyata kurang dari 72 jam itu yang dipersoalkan. (Grasi seharusnya menunggu jawaban dari presiden) baru kemudian dieksekusi atau tidak, gitu," kata Ricky Gunawan di Gedung Ombudsman Jakarta, Senin (08/07/2016).


Selasa 26 Juli lalu pukul 15.00 WIB, Jeff menerima pemberitahuan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) akan dieksekusi mati. Namun, eksekusi dilakukan sebelum tenggat waktu 3x24 jam, yakni Jumat 29 Juli sekira pukul 00.45 WIB. LBH Masyarakat menilai, ini melanggar Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.


Selain itu, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2/2002 Jo Pasal 5 Tahun 2010 tentang Grasi menyatakan, bagi terpidana mati, kuasa hukum atau keluarga terpidana mati yang mengajukan permohonan grasi tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana.


Kuasa hukum Jeff sekaligus terpidana mati Merry Utami itu menyesalkan Kejaksaan Agung yang tidak terbuka dalam menentukan terpidana mati yang dieksekusi bulan lalu.


"Kenapa hanya empat yang dipilih itu kita nggak pernah tahu. Bahkan terhadap Merry sampai sekarang kenapa dia selamat itu juga nggak ada informasi," ujar Ricky.


Sementara, Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menilai seharusnya Kejaksaan Agung sebagai eksekutor hukuman mati tidak boleh ada kesalahan sedikitpun dalam hal administrasi.


"Ketika kemudian ada deviasi, ini menarik. Kalau dalam persoalan sehari-hari okelah, misalnya salah ketik. Nah ini sampai hal yang sangat serius seperti ini sampai salah juga, ini menurut saya menunjukkan keparahan dari institusi Kejaksaan," ujar Adrianus.


Meski begitu, Ombudsman akan mempelajari terlebih dahulu soal adanya dugaan maladministrasi oleh Kejagung. Ombudsman juga telah menerima berkas laporan LBH Masyarakat  yang berisi sejumlah informasi dan data dugaan maladministrasi penyelenggaraan eksekusi mati.


LBH Masyarakat melapor kepada Ombudsman bersama dengan tiga organisasi lainnya yakni, ICJR, Imparsial dan ELSAM.


Humprey Ejike Jefferson merupakan terpidana mati kasus narkoba asal Nigeria. Ia telah dihukum mati bersama tiga narapidana lainnya yakni Freddy Budiman (Indonesia), Seck Osmani (Senegal) dan Michael Titus (Nigeria). Kejagung menilai empat orang itu dieksekusi terlebih dahulu karena pelaku kejahatan yang paling masif. Sementara, 10 terpidana mati lainnya batal dieksekusi.

Editor: Dimas Rizky

  • eksekusi mati
  • eksekusi mati jilid III
  • eksekusi mati maladministrasi
  • Ombudsman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!