BERITA

Berhemat, Pemerintah Tahan DAU Rp 19,4 T

""Rp 19,4 triliun, itu empat bulan ditunda. Kami menunda, bukan memotong. Jadi kami dalam posisi pemerintah pusat, meminjam ke pemerintah daerah dulu,""

Dian Kurniati, Ade Irmansyah

Berhemat, Pemerintah Tahan DAU  Rp 19,4 T
Ilustrasi (sumber: Kemenkeu)



KBR, Jakarta- Pemerintah menahan dana alokasi umum (DAU) daerah sebesar Rp 19,418 triliun untuk  penghematan anggaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ada 169 daerah yang dananya ditahan.

Sri menjamin pemerintah hanya "meminjam" dana itu dari daerah, bukan memangkasnya.

"Untuk belanja ke daerah, ini terdiri dari berbagai adjustment atau penyesuaian, mulai dari dana bagi hasil (DBH), karena hasilnya menurun, juga DBH juga lebih rendah, sebanyak Rp 20,9 triliun. DAU ada Rp 19,4 triliun, itu empat bulan ditunda. Kami menunda, bukan memotong. Jadi kami dalam posisi pemerintah pusat, meminjam ke pemerintah daerah dulu," kata Sri di Gedung DPR, Kamis (25/08/16).


Sri mengatakan, kebijakan penahanan itu untuk menghemat anggaran karena penerimaan negara hingga lewat semester pertama masih di bawah target. Dia berkata, payung hukum untuk penahanan anggaran yang berupa peraturan menteri keuangan (PMK) sudah dia teken pada pekan lalu.


Sri berujar, DAU yang ditunda itu bakal tetap dikucurkan pada tahun ini apabila realisasi penerimaan negara mencukupi. Namun, apabila tidak mencukupi, berarti DAU itu akan dianggap sebagai kurang bayar dan dianggarkan kembali pada tahun berikutnya.


Sebelumnya, Sri menyebutkan, pemerintah memangkas anggaran belanja dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2016 sebesar Rp 133,8 triliun. Pemangkasan itu terdiri dari anggaran belanja sebesar Rp 65 triliun di kementerian/lembaga dan transfer ke daerah sebesar Rp 68,8 triliun.

Sebelumnya sejumlah daerah mengeluhkan penundaan pencairan DAU, di antaranya Surabaya, Jawa Timur. Walikota Surabaya Tri Rismaharini bingung lantaran 100 persen DAU digunakan untuk membayar gaji pegawai. Dau merupakan komponen anggaran daerah (APBD) selain dana alokasi khusus (DAK) dan pendapatan asli daerah (PAD).

Daerah tak Fokus

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai daerah kesulitan untuk berkembang  karena Kepala Daerahnya yang tidak fokus dan tidak memiliki komitmen dalam mengoptimalkan potensi daerahnya. Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng mengatakan, kebanyakan kepala daerah hanya menggunakan APBD untuk belanja rumah tangga saja.

Kata dia, jika mau fokus mengembangkan potensi daerah, setiap daerah bisa maju dan berkembang.

"Faktanya sekarang di daerah uang banyak habis untuk belanja birokrasi. Mereka menganggap bahwa tahun selanjutnya akan ada dana dari pusat lagi yang akan diterimanya. Padahal kalau mau fokus saja, tidak perlu banyak-banyak, 3 sampai 4 saja targetnya, saya optimis daerah akan berkembang. Misalnya pertama fokus pada pertumbuhan ekonomi, karena daerah menyokong pusat. Kedua layanan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan, karena perbaikan kualitas SDM sangat dibutuhkan. Yang terakhir misalnya, infrastruktur," ujarnya kepada wartawan di bilangan Kuningan, Jakarta, Kamis (25/08).


Terkait komitmen, kata dia, seorang kepala daerah tidak hanya sebatas mengklaim kalau wilayahnya merupakan penghasil suatu komoditi tertentu. Tetapi harus dituangkan dalam peraturan daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dengan begitu kata dia, anggaran daerah pusat sudah jelas nantinya bakal digunakan untuk apa saja.

Robert mencontokan  yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Daerah salah satu penghasil Kakao terbesar tersebut awalnya hanya menganggarkan 80 juta untuk pengembangan komoditi Kakaonya. Namun setelah pemerintahnya sadar, saat ini dana 3 miliar dianggarkan untuk perkembangan potensi daerah tersebut.

"Kebanyakan kepala daerah sekarang kan hanya bisa mengklaim kalau wilayahnya adalah penghasil komoditi tertentu, padahal perhatian ke sana tidak ada dan kebetulan memang karena masyarakatnya saja kebetulan bermata pencaharian komoditi tersebut. Sejak 2013, KPPOD melakukan sejumlah kegiatan yang mendukung beberapa Pemda, seperti Majene di Sulawesi Barat, Sikka dan Ende di NTT dan Donggala di Sulteng dalam merancang kebijakan dan kelembagaan yang berbasis potensi unggulan. Kegiatan yang dimaksud, kata dia mulai dari penelitian untuk menentuk produk unggulan sampai pada asistensi teknis," ujarnya.


Selain itu kata dia, pengawasan dari pemerintah pusat juga harus diperketat. Pemerintah pusat harus berani memberikan sanksi bagi daerah yang tidak mendukung program pembangunan pemerintah pusat. Dengan begitu, perkembangan daerah bisa dijalankan dari berbagai sektor.


"Kalau mengacu pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebenarnya ada sanksi itu. Kalau pemerintah daerah itu tidak mendukung tercapainya prioritas nasional itu tentu sanksinya berlapis-lapis. Pertama sanksi administratif dan teguran. Kalau tidak ada perubahan maka kepala daerahnya akan dipanggil ke Jakarta untuk dibina, kalau masih belum juga maka akan diberhentikan sementara," tegasnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • dana alokasi umum
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • Direktur Eksekutif KPPOD
  • Robert Endi Jaweng

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!