BERITA

Pengembang Reklamasi Teluk Jakarta Siap Potong Pulau G

Pengembang Reklamasi Teluk Jakarta Siap Potong Pulau G

KBR, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan sidang terhadap dokumen Analisa Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL) reklamasi Pulau G, pada Selasa 11 Juli 2017.

Sidang itu menghasilkan sejumlah catatan yang harus diperbaiki pengembang Pulau G yaitu PT Muara Wisesa Samudera, termasuk perubahan desain pulau dan kemungkinan perusahaan itu mengubah rancangan pulau.


Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih mengatakan perubahan desain pulau menjadi salah satu skenario penyelesaian masalah yang mungkin timbul terhadap sejumlah objek vital di sekitar Pulau G. Objek vital yang dimaksud adalah PLTU Muara Karang, kabel-kabel milik PLN serta pipa gas milik Pertamina Hulu Energi (PHE).


"Policy-nya masih di Kemenko Maritim. Semua menggodok policy nasional sampai final. Sekarang memang belum diputuskan. Tapi intinya si pengembang kalau nanti ada keputusan final soal bentuk pulau, misalnya dikurangi atau dipotong, mereka siap melaksanakan," kata Andono usai sidang tertutup di kantor Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, Selasa (11/7/2017).


Pemotongan pulau buatan Pulau G merupakan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Maret 2017 lalu.


Selain itu, kata Andono, pengembang juga menyiapkan skenario lain. Misalnya untuk mengatasi potensi kenaikan suhu air yang akan berdampak pada sistem pendingin PLTU Muara Karang, maka PT Muara Wisesa berencana membuat tanggul pemisah. Tanggul itu diklaim dapat memisahkan arus air dingin yang masuk ke PLTU dengan air panas yang keluar dari sistem pendingin.


Keberadaan Pulau G, kata Andono, juga tidak akan membahayakan keberadaan pipa gas milik PHE. Berdasarkan keterangan Andono usai sidang itu, pengembang PT Muara Wisesa memastikan jarak pulau ke pipa sejauh 75 meter. Jarak itu lebih besar dari ketentuan pasal 7 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 146 Tahun 2014 yang mengharuskan jarak setidaknya 40 meter dari pulau ke obyek vital jika proyek reklamasi dilakukan dekat pipa BBM.


"Di sidang tadi, mereka sanggupi untuk mau lebih dari itu. Sekitar 75 meteran," kata Andono.


Namun pengembang belum memberikan penjelasan mengenai kompensasi bagi nelayan yang terdampak reklamasi. Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Yusiono A Supalal mengatakan pengembang sudah diminta memikirkan solusi untuk hal tersebut dan memasukkannya dalam kajian AMDAL.


"Pengembang sudah memikirkan, tapi yang diminta nelayan perlu ada bantuan ke kapalnya. Ini kan pasti akan mempengaruhi kondisi perikanan di situ. Jalur inilah yang harus mereka mikirin,"kata Yusiono.


Namun pemerintah DKI menganggap solusi untuk tempat pelelangan dan pencarian ikan nelayan tidak bisa ditanggung oleh pengembang sendiri. Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih mengatakan PT Muara Wisesa akan bekerjasama dengan Dinas Kelautan untuk membuat program-program demi mengatasi masalah tersebut.


"Kekhawatiran soal pelelangan dan lain-lain itu bukan 100 persen untuk pengembang. Tapi mereka bilang kalau ada program-program pemerintah, dibantu pengembang. Misalnya ada artificial fishing ground," kata Andono.


Andono bahkan mengklaim sudah memerintahkan pengembang untuk membuat kanal yang difungsikan untuk lalu lintas kapal nelayan. Kanal itu harus dibuat dengan jarak 200-300 meter. Jarak ini dianggap cukup untuk lalu lintas nelayan yang akan mencari ikan.


Terkait penolakan dari sejumlah kalangan yang mengatakan proses pengkajian amdal ini cacat hukum, Andono menyebut Dinas Lingkungan Hidup DKI hanya melaksanakan instruksi Menteri Lingkungan Siti Nurbaya yang dituangkan dalam SK tahun 2016. SK itu memerintahkan Pemprov DKI memproses kajian AMDAL pada saat pengembang memasukkan dokumen perbaikan.


Meski begitu, Andono tidak menyebutkan tenggat waktu bagi Muara Wisesa untuk menyerahkan perbaikan dokumen AMDAL. Menurutnya seluruh perkembangan yang dilaporkan oleh pengembang akan dicek kebenarannya di lapangan dan terus dievaluasi.


"Terus dievaluasi sampai kita lihat enggak ada perbedaan antara dokumen dan praktik di lapangan," tambah Andono.


Baca juga:

red


(Foto: Reklamasi pulau G di Teluk Jakarta terlihat dari kawasan Pluit Jakarta, Minggu (18/9/2016). (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean)

 

Cacat hukum

LSM Wahana Lingkungan Hidup WALHI Jakarta menolak menghadiri sidang uji AMDAL reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta yang berlangsung Selasa (11/7).


WALHI merupakan pihak penggugat reklamasi teluk Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, termasuk gugatan untuk reklamasi Pulau G.


Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta, Puput Putra mengatakan pembangunan di Pulau G cacat hukum dan tidak dapat diteruskan. Selain itu, Puput menyebut kajian reklamasi Pulau G bersifat parsial dan tidak menyeluruh dengan kajian lingkungan sekitar lainnya.


"Kami mengkaji dampaknya sisi lingkungan, ekologi, ekonomi, sosial dan politik. Ada banyak kepentingan unsur parpol, agenda terkait 2019 pemilu legislatif dan pemilu presiden," kata Puput Putra saat dihubungi KBR, Selasa (11/7/2017).


Puput Putra menambahkan ada 10 poin penting yang menjadi dasar penolakan Walhi Jakarta terhadap uji Amdal yang diselenggarakan Dinas Lingkungan DKI Jakarta. Diantaranya ada pelanggaran terhadap hak rakyat karena melepaskan hak penguasaan negara atas bumi dan memberikan kemakmuran untuk pengusaha properti.


Selain itu, Walhi memperkirakan Jakarta akan tenggelam jika proyek reklamasi di Teluk Jakarta dilanjutkan. Pasalnya fungsi daerah tampungan air akan menghilang dan aliran sungai akan melambat yang berujung pada kenaikan air permukaan.


"Tidak hanya itu, Jakarta Utara menghadapi penurunan muka tanah sejak 1985-2010 yang mencapai 2,65 meter di Cilincing hingga 4,866 meter di Penjaringan. Data ini merupakan penelitian Nicco Plamonia dan Profesor Arwin Sabar. Beban pembangunan juga telah melampaui daya dukung dan daya tampung Jakarta yang memperparah bencana ekologis, berupa banjir rob di sepanjang Teluk Jakarta," tambah Puput.


Walhi Jakarta juga menilai reklamasi akan menghancurkan ekosistem di Kepulauan Seribu. Puput menjelaskan pertumbuhan karang di Kepulauan Seribu akan terganggu akibat tekanan bahan pencemar dan sedimen.


Selain itu, dasar penolakan juga karena adanya perubahan arus laut yang akan menggerus gugusan pulau kecil dari Kepulauan Seribu yang dekat Teluk Jakarta. Akibatnya pulau-pulau ini akan rusak dan bahkan lenyap. Salah satu pulau kecil bersejarah dan bisa terdampak adalah Pulau Onrust sebagai situs sejarah perkembangan VOC di Indonesia.


Baca juga:


Belum layak dibangun


Ahli Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Indra Jaya menilai skenario yang disiapkan pemerintah masih tak cukup membuat pulau reklamasi layak dibangun.


Indra menyebut komitmen pengembang Pulau G untuk memperlebar jarak antara pulau dengan pipa milik PT Pertamina hingga 75 meter masih belum cukup menekan bahaya yang ditimbulkan. Indra berpendapat jarak akan terasa dekat apabila obyek berada di lautan.


Menurut Indra, jarak itu idealnya mencapai hitungan ratusan kilometer. Selain itu, kata dia, skenario menjaga sistem pendingin untuk PLTU Muara Karang dengan membuat tanggul Pulau G juga tak efektif, lantaran perputaran air akan terbatas. Menurutnya, sistem pendingan PLTU yang ideal adalah membuatnya berada di lautan lepas, tanpa ada obyek seperti pulau reklamasi.

 

Editor: Agus Luqman 

  • reklamasi pulau G
  • teluk jakarta
  • reklamasi teluk jakarta
  • reklamasi
  • Penghentian Reklamasi
  • reklamasi pulau G dilanjutkan
  • reklamasi dilanjutkan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!