ASIACALLING

Komunitas Muslim India Jadi Target Kelompok Main Hakim Sendiri

"Masyarakat pun ketakutan. "

Penampilan seniman Maya Krishna Rao dalam kampanye 'Bukan Atas Namaku' di New Delhi, India. (Foto: B
Penampilan seniman Maya Krishna Rao dalam kampanye 'Bukan Atas Namaku' di New Delhi, India. (Foto: Bismillah Geelani)

Di India, nasionalisme Hindu terus menguat dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya, kekerasan yang dilakukan kelompok massa terhadap kelompok minoritas seperti Muslim dan Dalit kian mengkhawatirkan.

Masyarakat pun ketakutan. Koresponden Asia Calling Bismillah Geelani mengikuti sebuah kampanye nasional yang sedang berlangsung, menuntut kekerasan ini segera diakhiri. 

Di lapangan Jantar Mantar di New Delhi, lebih dari dua ribu orang terpaku saat seniman Maya Krishna Rao bermonolog. Rao menyinggung suasana intoleransi yang saat ini meluas di seluruh India.  

Di belakangnya, ada peta besar India yang ditempeli titik-titik merah. Ini menunjukkan semua lokasi ditemukannya korban tewas akibat main hakim sendiri dalam dua tahun terakhir.

Penonton yang hadir, seperti Dosen Malini Sharma, membawa kertas yang bertuliskan ‘Not in My Name’ atau ‘Bukan Atas Namaku’.

“Kami ingin pembunuhan ini dihentikan. Kami berkumpul di sini hari ini ingin menegaskan, jika Kalian merasa kebungkaman kami seperti memberi Kalian ijin, sekarang kami perjelas. Ini bukan atas nama kami dan Kalian tidak punya kebebasan untuk terus merasakan impunitas ini dan melanggar hukum dan ketertiban,” tegas Sharma.

Acara serupa juga berlangsung di kota-kota lain di India dan luar negeri. Masyarakat dari semua lapisan menggunakan puisi, drama dan musik untuk mengekspresikan kemarahan mereka atas meningkatnya kekerasan ini.

Aksi protes muncul pasca terbunuhnya seorang laki-laki Muslim berusia 16 tahun, Junaid, di negara bagian utara Haryana bulan lalu secara brutal.

Saat diserang massa, Junaid sedang naik kereta api dalam perjalanan pulang ke rumah bersama dua saudara laki-lakinya. Mereka baru selesai berbelanja untuk keperluan lebaran.

Kakak Junaid, Hashim, berhasil lolos dari pembunuhan dan menceritakan pengalaman mengerikan itu.

“Sekitar 25 orang naik kereta api di sebuah stasiun. Kereta saat itu penuh sesak. Ketika mereka melihat kami, mereka dengan kasar mendorong kami ke samping. Saya keberatan dan menyuruh mereka untuk sopan. Mereka marah dan mulai menyiksa kami,” kisah Hashim. 

“Mereka bilang Kalian adalah Muslim, Kalian makan daging sapi, Kalian anti-nasional, dan Kalian orang Pakistan. Lalu mereka menarik topi saya dan menginjak-injaknya sedang yang lainnya menarik jenggot saya. Ketika saya mencoba melawan, mereka semua menyerang kami. Awalnya mereka menendang dan memukuli kami dengan tangan kosong lalu mereka mengeluarkan pisau.”

Saat itu tidak ada yang membantu mereka.

“Penumpang lain sama sekali tidak membantu. Bahkan banyak dari mereka yang mendorong kami ke arah penyerang dan bilang ‘Bunuh mereka, bunuh orang-orang Muslim ini’,” lanjut Hashim.

Ketiga bersaudara itu lantas dilempar keluar dari kereta. Junaid meninggal di tempat. Sementara adik mereka, Shakir, saat ini kondisinya kritis. Junaid adalah Muslim ke-20 yang tewas akibat aksi main hakim sendiri dalam tiga tahun terakhir.

Kekerasan massa bukan hal baru di India. Tapi sejak Partai Nasionalis Hindu, Partai Bhratiya Janata (BJP), berkuasa pada 2014, angkanya meningkat dan makin mengkhawatirkan.

Dalam banyak kasus, serangan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tumbuh menjamur di India dalam beberapa tahun terakhir.

Dengan alasan ingin melindungi hewan suci umat Hindu, kelompok main hakim sendiri atau yang di sana di sebut Gaurakhshaks - beroperasi dengan kekebalan hukum mutlak.

Mereka menyerang pedagang ternak, peternak sapi perah, tukang daging dan bahkan warga Muslim biasa dengan tuduhan melakukan pembantaian sapi dan makan daging sapi.

Sapi dianggap hewan suci oleh Umat Hindu. Karena itu di sebagian besar negara bagian India, pembantaian sapi adalah tindakan melanggar hukum dan pelakunya bisa dihukum penjara seumur hidup.

Saat Partai Nasionalis Hindu BJP berkuasa, mereka memperketat aturan tentang pemotongan sapi ini.

Banyak yang percaya kelompok main hakim sendiri ini mendapat persetujuan secara diam-diam dari pemerintahan BJP. Dan disebut-sebut inilah penyebab utama kekerasan massa terus meningkat.

“Kenyataannya ada atmosfir yang tercipta di negeri ini selama 36 bulan terakhir. Dimana kehidupan seekor binatang lebih penting daripada kehidupan seorang manusia,” tutur Manish Tiwari, juru bicara partai oposisi utama, Kongres Nasional India.

“Pembunuhan yang dilakukan kelompok main hakim sendiri bukanlah pembunuhan biasa. Pembunuhan seperti ini adalah sebuah pesan ke masyarakat. ‘Kami bisa memperlakukan Anda dengan cara ini. Kami bisa merekamnya dengan bebas dan mengedarkannya di seluruh negeri untuk menciptakan suasana teror dan ketakutan. Karena kami yakin kami tidak akan ditindak.‘ Dan inilah yang terjadi.”

Namun pemerintah membantah terlibat dan ikut mengecam pembunuhan itu.

Berikut penjelasan Menteri Hukum, Ravi Shankar Prasad.“Apa yang terjadi di Haryana sangat menyakitkan dan tercela. Kami mengecam dan sudah mengambil tindakan, termasuk memberikan hadiah bagi yang punya informasi terkait keberadaan pelaku. Pemerintah tidak akan mentolerir kekerasan atas nama melindungi sapi.”

Protes yang sedang berlangsung juga memaksa Perdana Menteri Modi untuk mengakhiri kebungkamannya yang panjang terhadap beberapa pembunuhan itu.

Tapi hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri mengecam tindakan kelompok main hakim sendiri, seorang pria Muslim lain terbunuh di negara bagian timur, Jharkhand. Pria itu diduga membawa daging sapi di dalam kendaraannya.

Penyelenggara kampanye ‘Bukan Atas Namaku’ menuntut sebuah undang-undang yang bisa menghukum pembunuhan yang dilakukan kelompok main hakim sendiri. Mereka juga mendorong pemerintah untuk menindak kelompok main hakim sendiri dan memaksa mereka untuk membubarkan diri.

 

  • Bismillah Geelani
  • India
  • Kelompok main hakim sendiri
  • Komunitas Muslim India
  • Kampanye Bukan Atas Namaku

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!