BERITA

Suap Reklamasi, Jaksa KPK: Pengembang Keberatan Kontribusi Tambahan 15 Persen

Suap Reklamasi, Jaksa KPK: Pengembang Keberatan Kontribusi Tambahan 15 Persen

KBR, Jakarta - Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpulkan paguyuban pengembang reklamasi pantai utara Jakarta menginginkan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dihilangkan atau dikurangi. Ketua Tim Jaksa KPK, Ali Fikri mengatakan, bukti itu berdasarkan dokumen tanggal 22 Februari 2016.


"Kesimpulannya begini, ini tadi saya ada dokumen yang tanggal 22 Februari, seluruh (anggota-red) paguyuban pengembang itu keberatan dengan 15 persen. Kali NJOP kali luas lahan, itu keberatan semuanya. Itu terdokumen lho tanggal 22 Februari itu. Kita ada barang buktinya di situ. Tapi yang dibicarakan itu adalah ketika Pupung berbicara dengan Sanusi. Baik pihak KNI maupun Agung Podomoro Land keberatan dengan 15 persen itu," kata Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (27/07/2016).


Kata Ali, dokumen itu didapat dari hasil penggeledahan dan tersimpan di hard disk milik terdakwa Trinanda Prihantoro. Dari situ, pengembang menghendaki kontribusi tambahan 15 persen dihilangkan. Paguyuban pengembang terdiri dari 9 perusahaan, di antaranya PT Muara Wisesa Samudera (MWS) anak usaha Agung Podomoro Land (APL), PT Kapuk Naga Indah (KNI) anak usaha Agung Sedayu Group, PT Jakarta Propetindo, PT Jaladri Eka Paksi, Pembangunan Jaya Ancol, PT Pelindo dan sebagainya.


Kesimpulan itu juga didapatkan Jaksa dalam fakta persidangan dengan terdakwa Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan stafnya, Trinanda. Pernyataan tak konsisten terlihat dari kesaksian Pendiri Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan dan anaknya Richard Halim Kusuma. Keduanya mengklaim PT Kapuk Naga Indah (KNI) tak keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen.


Namun, Aguan mengaku keberatan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Kata Aguan, pemprov meminta NJOP tanah reklamasi lebih dari Rp20 juta per meter.


"Dia (pemprov-red) kasih harga kira-kira Rp20an juta lebih. Saya bilang itu terlalu gila, sementara ini pulau belum juga selesai. Saya bilang kalau harganya ini, itu tidak fair," ujar Aguan.

Baca: Ketua DPRD DKI Bantah Isi Rekaman soal Suap Reklamasi

Sementara, dividen atau keuntungan Pemprov didapat dari hasil kontribusi tambahan x luas lahan yang bisa dijual x NJOP. Aguan menginginkan NJOP sebesar Rp3 juta/meter, dari simulasi Pemprov dan DPRD Rp10 juta/meter. Dengan NJOP yang lebih kecil, kewajiban kepada Pemprov yang dibayar pengembang tentu akan berkurang.

Aguan juga mengakui, secara prinsip berdagang apabila membayar kontribusi 15 persen akan cukup berat bagi perusahaan. "Apalagi kalau perusahaan pinjam uang, itu pasti bangkrut," ujar Aguan.


Sedangkan, inkonsistensi juga terlihat dari jawaban Richard. Jaksa Ali menemukan perbedaan jawaban dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Richard di KPK dengan di persidangan. Kata Richard di persidangan, KNI tak keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen. BAP itu dibacakan ulang oleh Ali, yang isinya Richard pernah mengeluh keberatan kepada Manajer Perizinan Agung Sedayu, Saiful Zuhri alias Pupung atas kontribusi tambahan tersebut.


"BAP saudara nomor 72. Saya pernah membahas bersama Pupung untuk menyampaikan ke Tuti Kepala Bappeda apakah kontribusi tambahan 15 persen memungkinkan untuk diatur? maksud saya dihilangkan atau dikurangi. Betul ini?," tanya Jaksa Ali.


Kemudian, Richard menjawab, "Ya betul Pak itu di BAP, tapi waktu itu saya kurang tahu Pak. Waktu saya bahas sama Pupung dalam view internal kantor aja Pak."


Richard berdalih belum mengetahui rincian kontribusi tambahan 15 persen. Dia mengira kontribusi dikalikan dengan seluruh lahan pulau reklamasi.

Editor: Sasmito

  • suap reklamasi teluk jakarta
  • Pemprov DKI Jakarta
  • KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!