BERITA

Wartawan Kemajuan Rakyat Meninggal di Tahanan, Redaksi Kecam Dewan Pers

Wartawan  Kemajuan Rakyat Meninggal di Tahanan, Redaksi Kecam Dewan Pers

KBR, Jakarta- Redaksi media daring Kemajuan Rakyat menuding Dewan Pers lebih berpihak pada perusahaan kelapa sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri, ketimbang wartawannya, Muhammad Yusuf, yang dilaporkan melanggar Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik. Pernyataan tersebut diutarakan Raymon Sinaga, yang mengaku kolega Yusuf, dan nomor teleponnya tercantum pada situs berita Kemajuan Rakyat.

Raymon mengklaim, semua pemberitaana Yusuf tentang PT Multi Sarana Agro Mandiri telah memenuhi semua kaidah jurnalistik.

"Sebenarnya Dewan Pers malah bukan menjadi kawan, tapi jadi malah propemerintah, pada pemilik modal. Akhirnya rekan kita yang melakukan tugas-tugas jurnalistik dianggap sebagai lawan. Itu yang kita sesali dari Dewan Pers. Anda bisa menilai sendiri pemberitaannya, mana yang aneh? Sudah memenuhi kaidah jurnalistik, ada narasumber, ada fakta, ada laporan masyarakat, kita anggap sudah produk jurnalistik, sudah memenuhi unsur 5W dan 1H," kata Raymon kepada KBR, Senin (11/06/2018).


Raymon mengatakan, redaksinya tak menyangka Yusuf akan dijerat dengan UU ITE karena membuat tiga berita tentang PT Multi Sarana Agro Mandiri. Ia menyebut Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan, sewenang-wenang lantaran langsung mengenakan pasal ITE pada Yusuf. Setelah mendengar kabar tersebut, kata Raymon, redaksi Kemajuan Rakyat langsung menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi Yusuf. Selain itu, Raymon juga mengklaim redaksi langsung mengirim surat pada Dewan Pers, tetapi tak direspon.


Soal Yusuf yang sesak napas di penjara hingga tewas, Raymon mengaku redaksi tak mengetahui riwayat kesehatan Yusuf. Raymon berkata, redaksi yang berkantor di Serang, Banten, tak bisa memastikan kesehatan para reporter yang tersebar di daerah, seperti Yusuf. Kata Raymon, saat ini kuasa hukum yang ditunjuk perusahaan juga akan tetap mengusut kematian Yusuf.


Menanggapi itu, Anggota Dewan Pers Hendry Bangun menyatakan lembaganya awalnya tak mengetahui wartawan Kemajuan Rakyat, Muhammad Yusuf, 42 tahun, yang tewas di Lembaga Pemasyarakatan Kotabaru, Kalimantan Selatan, dipidana dengan UU Informasi Transaksi Elektronik akibat memberitakan konflik warga dan perusahaan kelapa sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri. Hendry mengatakan, Yusuf maupun redaksi Kemajuan Rakyat juga tak mengirimkan pemberitahuan pada Dewan Pers soal kasus yang dialaminya.

Hendry berkata, Dewan Pers baru mengetahui kasus tersebut setelah Polres Kotabaru mengirim surat meminta keterangan ahli untuk menganalisis berita Yusuf.

"Kan kasus ini bermula ketika ada pengaduan ke polisi. Lalu polisi, sesuai dengan MoU, menanyakan pada Dewan Pers, apakah ini karya jurnalistik atau tidak. Lalu di situ dikatakan, dua berita ini mengandung opini menghakimi, tidak berimbang, dan tidak uji informais. Dan di situ, lalu biasanya kalau ada berulang-ulang, dengan angle hampir sama, itu di dalam kode etik ada namanya iktikad buruk," kata Hendry kepada KBR, Senin (11/06/2018).


Hendry mengatakan, analisis tersebut diberikan oleh ahli yang ditunjuk Dewan Pers bernama Leo Batubara, dari dua berita yang dibuat Yusuf. Saat itu, kata Hendry, Dewan Pers menyarankan agar masalah Yusuf dan PT Multi Sarana Agro Mandiri diselesaikan melalui mekanisme hak jawab dan permintaan maaf. Namun, polisi lantas menambah berita lain hingga berjumlah 21 tulisan.

Lantaran pemberitaan beruntun dengan sudut pandang tak seimbang, Dewan Pers lantas menyimpulkan berita Yusuf bernilai negatif dan menghakimi PT Multi Sarana Agro Mandiri. Selain pemberitaan di situs Kemajuan Rakyat, kata Hendry, Yusuf juga membagikan tautan beritanya tersebut di akun media sosialnya.

Hendry berujar, Dewan Pers akan mendorong tewasnya Yusuf diusut secara transparan oleh polisi. Yusuf tewas pada Minggu 10 Juni 2018 setelah mengeluh sesak napas di Lembaga Pemasyarakatan Kotabaru, Kalimantan Selatan. Yusuf adalah tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru, saat kasusnya tengah berjalan di Pengadilan Negeri Kotabaru, setelah sebelumnya sempat ditahan di Polres Kotabaru pada April 2018. Yusuf diduga melanggar pasal 45 a Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.


Editor: Rony Sitanggang

  • Muhammad Yusuf
  • Redaksi Kemajuan Rakyat
  • Leo Batubara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!