HEADLINE

Setahun Terakhir, Kontras Catat Polisi dan TNI Jadi Pelaku Terbanyak Kasus Penyiksaan

Setahun Terakhir, Kontras Catat Polisi dan TNI Jadi Pelaku Terbanyak Kasus Penyiksaan

KBR, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat terjadi 130 kasus penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya, sepanjang Juni 2017 hingga Mei 2018.

Koordinator Kontras Yati Andriyani menjabarkan, 80 persen di antaranya dilakukan anggota polisi dan TNI demi mendapat pengakuan selama penyelidikan atau penyidikan. Selain itu, penyiksaan dilakukan aparat untuk menghukum orang yang dianggap bersalah.

Kata Yati, angka 130 kasus tersebut cenderung konstan dengan catatan Kontras setahun sebelumnya.

"Tidak menunjukkan angka yang meningkat atau menurun, tetapi kami tidak ingin menyimpulkan meningkat atau menurun, karena ini sangat tergantung pada kesediaan akses informasi," jelas Yati di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (26/6/2018).

"Sama polanya, penyiksaan-penyiksaan yang terjadi, setidaknya ditujukan untuk meminta pengakuan, dan kedua sebagai bentuk penghukuman. Dua hal ini tetap terjadi berulang dan seterusnya," tambahnya.

Ia mengatakan, jumlah 130 kasus penyiksaan tersebut berdasar laporan aduan yang diterima Kontras dan pemantauan di media massa. Sebanyak 13 di antaranya merupakan aduan langsung dari korban penyiksaan atau pihak keluarga lantas mendapat pendampingan hukum dari Kontras.

Baca juga:


Mayoritas Disiksa di Sel Tahanan

Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras Arif Nur Fikri mengungkapkan, kebanyakan pelaku penyiksaan merupakan anggota polisi, TNI, dan petugas di lembaga pemasyarakatan.

Data itu ditunjukkan dari lokasi penyiksaan di mana paling banyak terjadi di sel tahanan meliputi 64 kasus. Kekerasan aparat itu dilakukan kepada orang baik yang berada pada tahap penyelidikan maupun penyidikan. Temuan lain, ada pula penyiksaan yang dilakukan di tempat tertutup seperti gedung kosos (38 kasus) serta tempat yang terbuka untuk publik seperti pasar dan lapangan (28 kasus). Menurut Arif, penyiksaan di depan umum biasanya menjadi bentuk penghukuman kepada orang yang dianggap melakukan kriminal dan dimaksudkan menumbuhkan ketakutan warga lain.

Ia mencontohkan kasus La Gode, Warga Maluku Utara yang tewas diduga karena penyiksaan TNI dan Polisi di pos Satgas Banau Pulau Taliabu. La Gode disiksa di pos satgas milik TNI karena di sana pos polisi tak memiliki sel tahanan. Saat itu, petugas beralasan menitipkannya di pos TNI untuk keperluan pemeriksaan. Namun, di pos satgas tersebut pria usia 32 tahun itu justru beroleh siksaan dari 11 anggota TNI dan tiga anggota polisi, dengan disaksikan warga Taliabu.

Hingga kini, proses hukum baru menjerat kesebelas anggota TNI melalui pengadilan militer dengan sanksi terberat 1 tahun penjara dan pemecatan untuk komandan kompi.

Kontras lantas mendesak agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi Anti-Penyiksaan (OPCAT) yang telah dijanjikan sejak 2011. Selain itu, LSM pemantau HAM ini juga meminta Polri dan TNI mengevaluasi aturan mengenai standar HAM dalam pelaksanaan tugas.

Sejak 2010, Kontras rutin mencatat jumlah kasus penyiksaan yang dirilis setiap Juni untuk memperingati 20 tahun reformasi dan ratifikasi konvensi menentang penyiksaan. Selain data 130 kasus penyiksaan, pada periode yang sama Kontras juga mencatat 59 peristiwa hukum cambuk yang diselenggarakan di Aceh. Hukum cambuk tersebut dijatuhkan ke 315 orang, terdiri atas 263 laki-laki dan 52 perempuan.

Baca juga:




Editor: Nurika Manan
  • Kontras
  • penyiksaan TNI
  • penyiksaan aparat
  • kasus penyiksaan
  • kekerasan aparat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!