BERITA

Sidang Dugaan Korupsi E-KTP, Auditor BPKP Sebut Kecurangan Sebelum Lelang

Sidang Dugaan Korupsi E-KTP, Auditor BPKP Sebut Kecurangan Sebelum Lelang
Ilustrasi (foto: Antara)

KBR, Jakarta- Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi memastikan kecurangan pengadaan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Elektronik sudah terjadi pada proses prapelelangan. Kata dia, berdasarkan keterangan BAP Johanes Richard Tanjaya yang dijadikan salau satu materi penyelidikan BPKP menyebutkan, perencanaan jahat proyek ini sudah berlangsung sejak tahun 2010 padahal pelelangan baru dilakukan pada  2011.

Akibatnya, dikarenakan proses ini tidak berjalan sesuai prosedur, maka tujuan pemerintah melakukan tender untuk suatu proyek agar mendapatkan kualitas dan harga sesuai tidak tercapai.


"Pemerintah adakan tender pasti untuk mendapatkan harga terbaik dengan mutu terbaik. Tapi kalo sudah dikondisikan di awal ada kerjasama yang tidak sehat, pasti akan muncul harga yang kami anggap tidak sehat. Pertemuan itu jelas ada korelasinya dengan harga," ujar auditor BPKP  Suaedi  saat menjadi saksi ahli pada persidangan lanjutan Kasus Korupsi E-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (08/06).


Kata dia, kejanggalan juga terjadi dalam penyusunan dan penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya dilakukan oleh tim teknis. Penentuan harga ini sudah dilakukan jauh sebelumnya dan tidak melibatkan tim teknis sehingga mengakibatkan terjadi kerugian negara kembali dalam proses ini.


BPKP juga menemukan pelanggaran dalam sertifikasi ISO bahan dan produk dalam pengadaan fisik E-KTP.


"Terkait ISO memang menarik, berdasarkan dokumen rapat aanwijzing (penjelasan tender), kelengkapan yang harus dilampirkan yaitu sertifikat ISO 9000:1 dan ISO 14.000:1, ISO disini yang kami temukan dalam dokumen PNRI, tidak terdapat dokumen ISO itu dalam produk.  Yang dilampirkan justru dokumen dari HP Indonesia," ucap Suaedi.


Selain itu, BPKP juga membenarkan adanya dokumen lelang yang tidak sesuai pelaksanaannya di proyek e-KTP terkait daftar tenaga ahli yang diyakini fiktif. Hal itu dibuktikan setelah melakukan penyelidikan beberapa dokumen dan menemukan perbedaan tanda tangan antara yang satu dengan yang lain dalam dokumen tersebut.


Menurut dia, masih banyak lagi kejanggalan lain dalam proyek ini yang menyebabkan kerugian negara diperkirakan 2,3 triliun rupiah dengan nilai proyek 5,9 trilliun.


"Dari kontrak Rp 5,9 memang tidak bisa kita hitung semuanya karena keterbatasan data yang ada. Kalau satu e-KTP harganya sekitar 18 ribu, kita hanya hitung item-item apa saja yang kita miliki datanya. Jadi untuk yang hologram, untuk yang macam-macam selain itu, karena kita tidak dapatkan datanya maka kita tidak bisa menghitung atas data tersebut," tambahnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • KTP elektronik
  • Suaedi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!