OPINI

Saya Indonesia, Saya Pancasila

Saya Indonesia, Saya Pancasila

Pada 72 tahun silam, Sukarno berpidato di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di situlah lahir Pancasila. Bung Karno memberi nama 5 dasar negara itu berdasar petunjuk seorang ahli bahasa. “Di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi,” begitu kata Bung Karno. Presiden pertama republik  itu lantas menyarikan Pancasila itu dalam satu kata “Gotong Royong”. Bekerja bersama-sama membangun bangsa tanpa memandang suku, agama, ras, antargolongan atau bahkan orientasi seksual.

Setahun silam, Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Presiden juga menetapkan tanggal itu sebagai hari libur nasional sekaligus  mengajak seluruh komponen bangsa untuk memperingatinya. Itu sebab belakangan ini marak kegiatan bertajuk “Pekan Pancasila”.

Hari-hari ini Pancasila diuji. Ibarat bangunan, bila dasarnya terus menerus dirongrong, tinggal menunggu waktu bangunan kebangsaan bernama Indonesia akan runtuh. Pemerintah bersama sejumlah organisasi yang berkomitmen pada keutuhan bangsa terus berupaya memperkuat melalui Pekan Pancasila. Pada Senin lalu melalui video yang diunggah melalui media sosial Instagram, Presiden Jokowi mengingatkan pentingnya Pancasila sebagai perekat keutuhan bangsa dan negara. Pancasila adalah jiwa dan raga kita, begitu kata dia.

Pancasila yang sejati tentu bukan semacam indoktrinasi semacam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 macam rezim orde baru Soeharto. Atau menurut musisi kondang Iwan Fals, Pancasila bukanlah rumus kode buntut yang hanya berisi harapan dan khayalan. Pancasila harus lebih dari itu-- dasar yang menjadikan Indonesia ada. Seperti kata Presiden di akhir videonya "Saya Indonesia, Saya Pancasila.” 

  • pancasila
  • Saya Indonesia Saya Pancasila

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Ken Savitri Anugrahini7 years ago

    Hai