HEADLINE

KPA: Belasan Orang Tewas dan Ratusan Orang Dikriminalisasi Akibat Sengketa Lahan

KPA: Belasan Orang Tewas dan Ratusan Orang Dikriminalisasi Akibat Sengketa Lahan

KBR, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai, penyelesaian sengketa lahan kerapkali mengedepankan kekerasan. Akibatnya, menurut catatan KPA ada 13 korban tewas dan ratusan orang lainnya jadi korban kriminalisasi serta penganiayaan. Angka itu merupakan hasil pemantauan KPA sepanjang 2017 terkait kasus sengketa lahan di berbagai daerah di Indonesia.

Kepala Departemen Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yahya Zakaria membeberkan, korban tewas rata-rata akibat dianiaya menggunakan senjata api ataupun dihajar oleh aparat keamanan.

Sedangkan korban kriminalisasi dan penganiayaan yang mengakibatkan luka jumlahnya lebih dari 300 orang sepanjang tahun lalu. Namun kata Yahya, angka itu baru sebatas korban yang melapor ke KPA. Ia menduga, boleh jadi ada korban di luar jumlah tersebut yang belum melaporkan kasusnya.

"369 orang dikriminalisasi, misalnya dijerat pasal-pasal karet. Kemudian 224 orang dianiaya termasuk juga ada perempuan di dalamnya. Kemudian 13 orang warga meninggal, 6 orang tertembak. Itu dalam konflik agraria," ungkap Yahya di Sekretariat Walhi Jakarta, Rabu (2/5/2018).

Dikutip dari laman KPA, pada 2014 sebanyak 256 orang dikriminalisasi. Angka ini naik menjadi 278 orang pada 2015. Mereka yang dikriminaslisasi menurut KPA, seringkali tak mendapat bantuan hukum yang memadai.

Baca juga:

Kendati berkali mengunggulkan program reforma agraria, ia menganggap jajaran Jokowi masih gagap menangani sengketa lahan. Ini ditunjukkan dengan penanganan konflik yang menurutnya cenderung menggunakan kekerasan dibanding mediasi.

"Reforma agraria padahal ini janji Jokowi ya, bagaimana hak tanah untuk masyarakat? Padahal masih banyak kasus seperti di Sumatera Selatan dan PTPN Cinta Manis yang belum selesai. Tapi pendekatannya selalu mengedepankan kekerasan, polisi selalu disimpan di depan preman-preman, bagaimana mau berkeadilan?" protes Yahya seraya bertanya.

Yahya mengapresiasi langkah pemerintah menyusun skema reforma agraria yang semestinya dijadikan target. Namun sayangnya menurut dia, progres pemerintah itu kelewat lambat dan tak menjawab masalah ketimpangan kepemilikan lahan. Bahkan kata dia, muncul kesan tak serius sehingga konflik agraria pun masih berulang.

Karena itu, Yahya pun menyarankan agar pemerintah mengevaluasi bagian penanganan konflik oleh aparat keamanan. Kata dia, antisipasi sengketa lahan dengan warga tak perlu lagi sampai mengerahkan aparat dalam jumlah besar dan bersenjata lengkap. Pemerintah juga diminta mengutamakan mediasi dengan prosedur yang benar.

Baca juga:

Yahya mengatakan, dalam penyelesaian konflik, pemerintah harus lebih cermat merunut sejarah dan status kepemilikan lahan sengketa.

"Harusnya praktik mediasi melihat historinya, lahan sudah puluhan tahun mereka tempati, tiba-tiba ada perusahaan masuk dan sertifikat HGB atau HGU di atas tanah masyarakat," terangnya.

"Problemnya kan selalu itu. Atau misal, ada pengembangan pariwisata,. Harus dilihat bagaimana cara mereka berkembang tapi tidak memonopoli warga setempat, bagaimana warga tetap bisa ada secara sosial dan ekonomi," tambah Yahya.

Menurut KPA, jumlah kasus sengketa lahan setiap tahunnya meningkat terhitung sejak 2015. Catatan sepanjang 2017 terdapat 659 konflik agraria yang berdampak pada 652.738 kepala keluarga.

Baca juga:




Editor: Nurika Manan

  • sengketa lahan
  • konflik agraria
  • KPA
  • Konsorsium Pembaruan Agraria
  • konflik lahan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!