BERITA

Rizal Ramli: Banyak Obligor BLBI Hidup Mewah

" Rizal bahkan mengatakan banyak obligor BLBI yang masih punya tanggungan utang namun sudah mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL). Para obligor itu hingga kini hidup mewah. "

Rizal Ramli: Banyak Obligor BLBI Hidup Mewah
Bekas Menko Perekonomian Rizal Ramli di Gedung KPK Jakarta, Selasa (2/5/2017). Rizal diperiksa sebagai saksi terkait penerbitan SKL BLBI pada 2002. (Foto: ANTARA)


KBR, Jakarta - Bekas menteri dari pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, Rizal Ramli mengatakan masih ada beberapa obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum melunasi pembayaran utang ke pemerintah.

Rizal bahkan mengatakan banyak obligor BLBI yang masih punya tanggungan utang namun sudah mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL). Para obligor itu hingga kini hidup mewah.


Namun, Rizal enggan menjelaskan nama-nama obligor yang ia maksud. Rizal mengatakan sudah memberikan data dan keterangan kepada KPK saat diperiksa penyidik KPK hari ini.


"Dulu Pak Kwik sudah memerintahkan untuk ditagih. Kami sebagai Menko dan Ketua KKSK juga menagih semua obligor, kecuali kalau bangkrut. Ternyata KPK menyimpulkan ada yang seharusnya bayar Rp3,7 triliun belum lunas dan sudah diberikan SKL. Ini aneh. Kok bisa ada obligor belum lunas tapi sudah diberi keterangan lunas? Nggak hanya satu, ada beberapa obligor lainnya," kata Rizal Ramli di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/5/2017).


Rizal mengklaim selama menjabat Menko Perekonomian di era pemerintahan Abdurrahman Wahid sudah berusaha mengeluarkan kebijakan terkait penyelesaian BLBI yang menguntungkan pemerintah. Menurut Rizal, kebijakan itu adalah membuat peraturan mewajibkan obligor melunasi hutang hingga tiga turunan.


"Kami putuskan semua yang dibantu BLBI harus menyerahkan personal guarantee, artinya pengutang harus bertanggung jawab sampai generasi ketiga. Dari ayahnya, anaknya hingga cucunya. Jadi kalau bapaknya meninggal, anak hingga cucunya harus ikut tanggung jawab. Ini membuat pemerintah posisi tawarnya menjadi sangat kuat.


Sayangnya, kata Rizal, kebijakan itu hilang setelah berakhirnya pemerintahan Abdurrahman Wahid.


"Begitu pemerintah Gus Dur jatuh, Rizal Ramli tidak jadi menko, pemerintah yang baru mengembalikan kembali personal gaurante ini ke aturan semula," kata Rizal Ramli.


Desakan untuk Jokowi


Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Hifdzil Alim mendesak Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan tersendiri dalam penanganan perkara korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI.


Hifdzil berpendapat, KPK saat ini rentan mendapat tekanan dari pihak-pihak yang dianggap terlibat. Menurut Hifdzil, tak menutup kemungkinan uang korupsi BLBI hinggap di elit-elit politik dan pengusaha yang berafiliasi dengan partai.


"Kalau uang-uang BLBI ternyata ada di beberapa konglomerat yang berafiliasi dengan partai politik, tentunya yang bersangkutan akan menggunakan partai politiknya untuk mengganggu kelembagaan KPK. Atau mungkin mengganggu keamanan dari komisioner, pegawai, dan juga penyidik KPK yang sedang menangani perkara ini," kata Hifdzil.


Selain itu, Hifdzil menyebut, jumlah kerugian negara akibat perkara penerbitan surat keterangan lunas BLBI mencapai Rp600 triliun. Jumlah itu, kata Hifdzil, setara dengan seperempat APBN. Karena itu ia menganggap penting Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan untuk mengembalikan uang tersebut.


"Angka 600 triliun itu setara dengan 1/4 APBN kita, kalau jumlah APBN senilai Rp2.400-an triliun. Jadi, sangat penting bagi presiden untuk mengeluarkan kebijakan untuk pengembalian utangan dana BLBI. Kebijakan presiden itu sepenting jumlah seperempat nilai APBN kita," kata Hifdzil.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • blbi
  • rizal ramli
  • Abdurrahman Wahid
  • Megawati Soekarnoputri
  • KPK
  • korupsi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!