HEADLINE

Jaksa Urip Bebas, DPR Minta Kemenkumham Jelaskan

Jaksa Urip Bebas, DPR Minta Kemenkumham Jelaskan


KBR, Jakarta- Anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani meminta Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan kepada masyarakat terkait pembebasan bersyarat penerima suap dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia(BLBI) Jaksa Urip Tri Gunawan. Menurut dia, masyarakat berhak mendapat penjelasan terkait rincian hukuman yang sudah dijalankan Urip, termasuk soal remisi yang diberikan pemerintah.

"Ini mestinya harus dijelaskan secara detail dan rinci oleh jajaran pemasyarakatan. Ini kan kesannya penjelasannya hanya yang bersangkutan sudah memenuhi persyaratan. Tetapi secara detail saya belum lihat ada penjelasannya," ujar Arsul, Selasa (16/5).


Dia mengatakan pembebasan bersyarat ini memang berpotensi menimbulkan perdebatan. Sebab menurut dia di satu sisi pembebasan itu tidak memberikan keadilan bagi masyarakat.


Kata Arsul, berdasarkan aturan yang ada Urip   sudah layak menerima pembebasan bersyarat. Arsul menyebut dengan remisi 4 tahun 8 bulan yang pernah diterima Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI tersebut, Urip sudah menjalani dua per tiga masa hukumannya.


"Urip ini tidak diberlakukan PP Nomor 99 Tahun 2012 karena dia terpidana yang dihukum sejak 2008. Jadi dia tidak diberlakukan ketentuan itu." Ujar dia.


PP Nomor 99 Tahun 2012 mengatur khusus untuk narapidana kasus korupsi dan kasus yang dikategorikan tindak kriminal luar biasa lainnya. Pembebasan bersyarat baru bisa diberikan jika narapidana tersebut bekerjasama membantu pemerintah dalam pengungkapan kasus.


Politisi PPP itu melihat sudah waktunya pemerintah dan DPR memproses revisi Undang-Undang Permasyarakatan. Ini dilakukan untuk mengkaji kembali syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat yang selama ini menurutnya kerap menimbulkan perdebatan.


Revisi ini sudah masuk ke dalam daftar tunggu program legislasi nasional DPR periode 2014-2019. Pemerintah menjadi pengusul dari revisi ini. Namun Arsul mengatakan hingga kini pemerintah belum memulai proses pembahasan revisi.


sementara itu Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan tidak perlu meminta pertimbangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembebasan bersyarat (PB) Jaksa Urip Tri Budiman.  Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Kemenkumham RI Ilham Djaya beralasan kasus Urip diputus sejak 2008, sementara pengetatan soal remisi dan PB baru ada   2012.

Menurut dia Peraturan Pemerintah (PP) 99 tahun 2012 yang memperketat syarat pemberian pembebasan bersyarat terhadap terpidana korupsi tidak berlaku surut.

"PP 99 itu kan berlakunya 2012. Pak Urip ini sudah ditahan sejak 2008 tepatnya 3/3/2008. Sehingga Urip tidak dapat dikategorikan dengan PP 99. Tidak perlu ada pertimbangan KPK," kelitnya kepada KBR.


Ilham berdalih proses Pembebasan Bersyarat Urip Tri Gunawan sudah sesuai prosedur. Yakni memenuhi  dua pertiga dari masa hukuman. Sesuai hitung-hitungan Kemenkumham, 2/3 hukuman jatuh pada awal tahun ini. Itu artinya Urip berhak mendapatkan PB. Hanya saja, kata Ilham, Urip masih harus menjalani hukuman dendanya sampai 12 Mei 2017 kemarin.


"Jadi dia menjalani 9 tahun, dan remisi 51 bulan 60 hari. Dan jatuhnya tangga 27 Januari 2017. Tetapi tanggal 27 Jan-12 Mei dia menjalani denda. Dendanya 500 juta, sudah dibayar 290 juta. Sisanya 210 juta. Karena tidak full bayar, ya dia harus jalani. Aturannya begitu," jelasnya.


Ilham menambahkan salah satu pertimbangan Kemenkumham memberikan remisi dan PB adalah karena Urip berkelakukan baik selama di dalam penjara. Syarat lainnya adalah Urip sudah menerima remisi sejak 2009-2016. Besarannya berbeda-beda. Mulai 1 bulan hingga 6 bulan.


"Tahun pertama remisi umumnya tahun pertama dua bulan. Remisi khusus tahun pertama satu bulan. Tahun kedua tiga bulan. jadi terus meningkat. Sampai tahun keenam, mendapatkan remisi 6 bulan, tahun ketujuh 6 bulan. Maksimalnya 6 bulan," katanya.


Pegiat anti-korupsi mendesak Kemenkumham memeriksa ulang kebijakan pembebasan bersyarat Urip Tri Gunawan. Pasalnya, menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril, petimbangan pembebasan bersyarat itu dinilai janggal.


Oce menyoroti soal tingginya remisi yang didapatkan bekas ketua tim jaksa penyelidik perkara BLBI tersebut. Dibandingkan dengan lama hukuman Urip yakni 20 tahun penjara, remisi lima tahun menurut Oce terlalu besar.


"Praktiknya selama ini remisi diberikan pertama hari kemerdekaan, hari besar keagaman. Tapi minimal dua itu. Remisi kadang 4 sampai 6 bulan. Itu (Urip) besar juga. Kalau setahun dapat tujuh bulan, memang bisa besar angkanya," kata Oce saat dihubungi KBR, Selasa (16/5/2017).


Kejanggalan lain, tambah Oce, seharusnya Kementerian Hukum dan HAM terlebih dulu meminta pertimbangan KPK. Hal tersebut berkaitan dengan pemenuhan salah satu syarat pembebasan bersyarat, yakni terpidana korupsi harus berkedudukan sebagai Justrice Collaborator ataupun Whistle Blower.


"Kaitannya adalah syarat yang ada di PP. Urip ini kan ditangani KPK. Bahwa seseorang boleh diberikan pembebasan bersyarat kalau statusnya justice collaborator. Lebih ke mengkonfirmasi (ke KPK), tentu itu menjadi penting. Karena kalau dia bukan Justice Collaborator maka menurut PP itu kan tidak boleh (pembebasan bersyarat). Dan sebaliknya."


Oce menjelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 memperketat syarat pemberian pembebasan bersyarat terhadap terpidana korupsi.


"Perlakuannya untuk terpidana korupsi itu khusus, jadi dalam konteks justice collaborator dan whistle blower harus meminta pertimbangan penegak hukum," lanjutnya.


Jadi kata dia, apabila Urip Tri Gunawan tak termasuk Justice Collaborator ataupun Whistle Blower maka wajar saja pembebasan bersyarat terhadap itu dipertanyakan.


"Itu wajar saja, karena aturannya bunyinya begitu. Kecuali Kemenkumham punya penjelasan-penjelasan lain, nah saya kira itu yang kemenkumham harus menjelaskan ke publik," pungkas Oce.


Hakim pengadilan Tipikor pada 2008 lalu memvonis Urip Tri Gunawan dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Bekas ketua tim jaksa penyelidik perkara BLBI itu terbukti menerima uang dari Artalyta Suryani sebesar USD 660ribu dan, dari Glenn Muhammad Surya Jusuf melalui pengacaranya, Reno Iskandarsyah Rp 1 miliar.


Editor: Rony Sitanggang

  • Suap BLBI
  • Jaksa Urip Tri Gunawan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!