BERITA

Bawa Bukti Kepemilikan Lahan, Warga Pulau Pari Datangi Ombudsman

Bawa Bukti Kepemilikan Lahan, Warga Pulau Pari Datangi Ombudsman

KBR, Jakarta- Warga Pulau Pari, Kepualauan Seribu mendesak Ombudsman Republik Indonesia untuk meninjau langsung ke lokasi terkait dugaan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat tanah yang dimiliki oleh PT Bumi Pari Asri. Ketua Tim Peduli Pulau Pari, Sahrul Hidayat mengatakan, hal itu harus segera dilakukan Ombudsman agar bisa menemukan fakta bahwa warga yang sudah mendiami pulau tersebut selama puluhan tahun, lebih berhak atas lahan.

Kata dia, kedatangan warga kali ini ke Ombudsman sekaligus menyerahkan beberapa dokumen pendukung termasuk peta online dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) soal berapa banyak sertifikat yang diterbitkan terkait kepemilikan lahan di sana.


"Kami minta di sini untuk pemerintah jangan diadu pembuktian warga dengan perusahaan. Logika kalau perusahaan, jujur dia banyak uang, dia bisa membuat sertifikat dengan mudah karena memiliki uang. Kami menemukan banyak kesalahan yang dilakukan dengan diterbitkannya sertifikat tersebut. Kami meminta sidak (inspeksi mendadak-red) langsung ke Pulau Pari. Periksa kembali secara detil mengapa sertifikat itu bisa terbit? Dasarnya apa?" ujarnya di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (24/05).


Kata dia, warga juga mendesak Ombudsman meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis kepada masyarakat Pulau Pari dan BPN Jakarta Utara tentang proses penerbitan SHM dan HGB apakah telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

red

Warga Pulau Pari mengadakan aksi di depan kantor Ombudsman RI. Mereka meminta lembaga itu untuk turun langsun ke lapangan. (foto: KBR/Ade Irmansyah)


Selain itu kata Sahrul, Ombudsman juga harus melakukan pemeriksaan terhadap seluruh sertifikat yang terbit atau dokumen dokumen lainnya untuk mencari kebenaran siapa yang berhak memiliki lahan di Pulau Pari. "Proses penerbitan SHM dan HGB tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran dan peraturan menteri Agraria atau kepala BPN nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara," ujarnya.


Dia menambahkan, meski belum secara resmi, warga juga melaporkan soal adanya tindakan maladministrasi soal prosedur penangkapan tiga orang warga Pulau Pari oleh tim saber pungli Polres Kepulauan Seribu. Kata dia, alasan kepolisian melakukan penangkapan kepada ketiga rekannya karena diduga melakukan pungli kepada pengunjung Pulau tidak tepat karena retribusi tersebut bersifat suka rela dan sudah berlangsung sejak lama.


Ketiga nelayan itu bernama Mustaghfirin alias Boby, Mastono alias Baok, dan Bahrudin alias Edo.


"Seharusnya pemerintah bangga dengan kita, uang retribusi itu bukan untuk dimakan oleh perorangan. Uang itu untuk perawatan lingkungan tempat wisata. Kami bisa buktikan kalau kami bisa merawat tempat wisata tanpa bantuan dari pemerintah. Kalaupun itu salah, kenapa sebelumnya dibiarkan," tutupnya.

Editor: Dimas Rizky

  • Konflik lahan
  • Pulau Pari
  • Ombudsman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!