OPINI

Nikah

Ilustrasi: Nikah dini

Dua bocah umur 14 dan 15 tahun di Bantaeng, Sulawesi Selatan itu memaksa dinikahkan. Semula Kantor Urusan Agama setempat menolak permintaan kedua sejoli. Tak menyerah, murid SMP yang disokong keluarganya itu meminta pengadilan agama memberi dispensasi  menikah. Hasilnya, pengadilan mengizinkan dengan alasan keluarga kuatir karena sejoli ini kerap pergi berdua.

Undang-Undang Perkawinan mensyaratkan usia minimal pernikahan  16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi pria. Tujuannya tentu agar  terbentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal sebagaimana  amanah Undang-Undang. Meski dimungkinkan adanya dispensasi, bagaimana bisa mereka mewujudkan bila di usia sepatutnya bersekolah harus mulai memikirkan rumah tangga dan menghidupinya? Ini belum ditambah bila hadir anak dari perkawinan itu.

Pepatah lama bilang 'cinta itu buta'. Keluarga dan juga orang-orang dewasa di lingkungan kedua anak itu mestinya memberi arahan; bukan malah menjerumuskan dalam kegelapan. 

Usia belajar --juga bermain-- itu tak boleh disia-siakan dengan pertimbangan semacam kekuatiran karena mereka kerap pergi berdua. Tugas orangtua memberi rambu agar kekuatiran itu tak terjadi. Sedangkan bagi para pejabat yang berwenang memberi dispensasi, juga mesti memastikan ikatan lahir batin melalui perkawinan tak terjadi lagi bagi mereka di usia dini. 

  • Undang-undang pernikahan
  • pengadilan agama
  • pernikahan anak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!