BERITA

Revisi Kode Etik, DKPP Larang Penyelenggara Pemilu Terima Honor dari Peserta Pemilu

" "Larangan yang ada saat ini disusun pada 2012 sebelum ada renumerasi. Sekarang, penghasilan penyelenggara pemilu kan sudah lebih baik," kata Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie."

Ria Apriyani

Revisi Kode Etik, DKPP Larang Penyelenggara Pemilu Terima Honor dari Peserta Pemilu
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie dalam sidang di Kantor DKPP Jakarta, Selasa (14/3/2017). (Foto: ANTARA)


KBR, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan merevisi kode etik penyelenggara pemilu terkait penerimaan honorarium. Kode etik saat ini masih membolehkan penyelenggara pemilu menerima honorarium dari pihak lain selama tidak melewati standar biaya umum.

Ketua DKPP Jimly Asshidiqie mengatakan melalui revisi itu, DKPP akan melarang penyelenggara pemilu menerima honorarium berupa uang ataupun barang dari peserta pemilu.


"Larangan yang ada saat ini disusun pada 2012 sebelum ada renumerasi. Sekarang, penghasilan penyelenggara pemilu kan sudah lebih baik," kata Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Jumat (7/4/2017).


Rencana revisi kode etik ini muncul pasca kasus kehadiran jajaran pemimpin KPU dan Bawaslu dalam acara sosialisasi tertutup yang diadakan tim sukses pasangan peserta Pilkada DKI Jakarta, Ahok-Djarot. Usai menjadi pemateri di acara itu, Ketua KPU DKI Jakarta dan Ketua Bawaslu DKI mendapat honor sebesar Rp3 juta.


DKPP sudah memutuskan hal itu tidak melanggar kode etik dengan alasan jumlah yang diterima masih sesuai standar. Jimly mengatakan Peraturan Menteri Keuangan mengatur untuk pejabat eselon II atau sejajar hanya boleh menerima honorarium Rp1 juta per jam.


"Honor tersebut langsung diberikan pada salah satu stafnya yang sedang membutuhkan," kata Jimly.


Meski begitu, Jimly beranggapan, akan lebih pantas jika penyelenggara pemilu dilarang menerima honorarium tanpa batasan. Hal itu perlu, kata Jimly, untuk menjaga independensi penyelenggara pemilu. Masalah honorarium, menurutnya, bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • dkpp
  • kode etik penyelenggara pemilu
  • KPU
  • bawaslu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!