BERITA

Rating Indonesia Rendah, Sri Mulyani Salahkan Infrastruktur Buruk

Rating Indonesia  Rendah, Sri Mulyani Salahkan Infrastruktur Buruk


KBR, Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyalahkan kualitas infrastruktur yang buruk menyebabkan Indonesia mendapat peringkat bawah dari lembaga pemeringkat dunia. Sri mengatakan, infrastruktur itu menyebabkan banyak dampak, termasuk yang di bidang ekonomi.

Menurut dia, hal utama yang memperburuk peringkat itu adalah tingginya biaya logistik dari perkotaan ke pedesaan, dan sebaliknya.

"Dari sisi competitiveness, kita tahu bahwa infrastruktur salah satu faktor yang menempatkan Indonesia pada ranking rendah, karena belum terbangun secara efisien, yang menyebabkan tingginya angka biaya pengeluaran dari pengeluaran perusahaan atau masyarakat akibat belum tersedianya infrastruktur, baik itu di perkotaan atau pedesaan," kata Sri di Hotel Indonesia Kempinski, Selasa (04/04/17).


Sri mengatakan, saat ini apabila dilihat dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pembangunan infrastruktur merupakan prioritas pemerintah. Kata dia, APBN tahun ini mengalokasikan Rp 380 triliun atau 19 persen untuk infrastruktur. Nilai itu hanya sedikit lebih rendah dari alokasi pendidikan senilai Rp 407 triliun atau 20 persen, sesuai amanat undang-undang. Adapun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menjadi kementerian penting dalam membangun infrastruktur, mendapat alokasi belanjan modal Rp 91,7 triliun pada 2016 dan meningkat menjadi 101,4 triliun pada 2017.


Meski sudah mendapat alokasi yang tinggi, menurut Sri, nilai itu masih sangat kurang dibanding kebutuhan. Pasalnya, sepanjang lima tahun hingga 2019, kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur mencapai Rp 4.796 triliun. Namun, kemampuan APBN dan APBD hanya 40 persen atau Rp 1.978 triliun, serta perusahaan BUMN 22 persen. Sehingga, pemerintah memerlukan kontribusi swasta hingga 36,5 persen atau mencapai Rp 1.750 triliun.


Sri berujar, pembangunan infrastruktur yang inklusif tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pasalnya, dengan infrastruktur itu, negara juga sekaligus menjamin semua lapisan masyarakat dapat menikmati infrastruktur yang dibangun menggunakan uang negara dari pajak.


Saat ini, Indonesia masih menunggu hasil survei  lembaga pemeringkat utang internasional, Standard and Poor’s (S&P) yang berkunjung akhir bulan lalu. Mereka telah  mengunjungi berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Keuangan,  Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk menghitung peringkat Indonesia tahun 2017. Adapun sampai tahun lalu, S&P belum menaikkan peringkat Indonesia. Tahun lalu, rating utang Indonesia masih di level BB+ untuk surat utang jangka panjang dan B untuk surat utang jangka pendek.


Pengadaan Lahan


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan hambatan terbesar dalam pembangunan infrastruktur adalah soal pengadaan lahan. Darmin mengatakan, pengadaan lahan itu menghambat sampai 44 persen dari seluruh laporan yang pemerintah terima.

Menurut dia, hambatan pengadaan lahan harus segera diatasi, karena bisa membuat pengerjaan proyek infrastruktur itu molor.

"Karena realisasi tanah mundur dari jadwal. Karena kendala negosiasi dan kadang-kadang sengketa lahan, kebutuhan dana untuk pembebasan lahan di proyek strategis nasional menjadi sangat tinggi. Akibatnya, sering kali terjadi ketidakcocokan anggaran dan realisasi anggaran," kata Darmin di Hotel Indonesia Kempinski, Selasa (04/04/17).


Darmin mengatakan, hal utama yang menghambat pembangunan infrastruktur itu merupakan pengadaan lahan yang mencapai 44 persen dari keseluruhan masalah yang dilaporkan. Adapun persiapan yang kurang memadai dan berlarut sebanyak 25 persen, keterbatasan pendanaan 17 persen, serta kerumitan perizinan 12 persen.


Darmin berujar, hal yang menjadi hambatan itu misalnya soal proses negosiasi yang alot, serta biaya penyediaan lahan. Kata dia, mekanisme pengadaan tanah saat ini mengharuskan anggaran yang dialokasikan setiap tahun, harus diserap pada tahun yang sama. Akibatnya, sering terjadi ketidakcocokan antara anggaran dan realisasi penyediaan tanah.

Kata dia, pemerintah sudah membuat kebijakan dengan memindahkan alokasi pengadaan tanah menjadi pembiayaan yang terpusat oleh Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara. Sehingga, kini pendanaan tanah untuk proyek prioritas bisa dilakukan Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN).


Editor: Rony Sitanggang

 

  • Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • pembangunan infrastruktur

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!