BERITA

Polusi Parah, Greenpeace Desak Jabodetabek Pasang Detektor Pencemaran Udara

Polusi Parah, Greenpeace Desak Jabodetabek Pasang Detektor Pencemaran Udara


KBR, Jakarta - LSM lingkungan Greenpeace Indonesia mencatat kondisi udara di 19 titik wilayah di kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) dengan Particulate Matter (PM) 2.5 melebihi ambang aman.

Pantauan Greenpeace dilakukan sejak Februari hingga Maret 2017. Hasilnya, di beberapa daerah seperti Cibubur memiliki tingkat PM 2.5 sebesar 103.2 mg/m3 (mikro gram/meter kubik). Padahal, batas aman yang ditentukan WHO hanya sebesar 25 mg/m3 dan 65 mg/m3 standar minimum baku mutu udara ambien nasional.


Selain Cibubur ada juga daerah lain seperti Kebagusan, Gandul Depok dan Warung Buncit yang memiliki tingkat PM melebihi batas aman.


"Bahkan ada beberapa titik yang mencapai 140mg/m3. Artinya mau pakai standar internasional atau nasional pun sudah di atas ambang batas" kata Juru bicara Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, Selasa (4/4/2017)


Particulate Matter (PM) 2.5 adalah partikel kecil yang berukuran 1/30 dari sehelai rambut, yang termasuk kedalam karsinogenik. Polutan PM 2.5 ini mudah sekali masuk ke dalam organ tubuh melalui aliran darah, sehingga risiko terjangkit penyakit kronis seperti stroke, jantung, gangguan pernafasan, kanker paru dan kanker di Indonesia maupun Asia cukup tinggi.


Bondan mengatakan WALHI menggunakan hasil analisa resiko Global Burden of Disease yang dilaksanakan Institut for Health Metrics and Evaluation (IHME) mengenai tingkat PM 2.5 tahunan. Dari analisa itu, Greenpeace dapat menghitung resiko peningkatan penyakit tertentu seperti stroke sebesar 2.5 sampai 3 kali lipat lebih tinggi pada individu yang berada di kawasan seperti Cibubur, Tambun, Setyabudi, Citayam, Ciledug, Kebagusa, Depok, Cikunir, Jatibening dan Warung Buncit.


Bahkan, untuk kawasan Cibubur yang memiliki kadar PM 2.5 tinggi yakni 103.2 mg/m3, terjadi peningkatan resiko sebesar 103 persen gangguan pernafasan akut pada anak, 38 persen penyakit paru, 104 persen penyakit jantung, 54 persen kanker paru-paru dan 148 persen beresiko terjangkit stroke.


Dari hasil pemantauan itu, kata Bondan, yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah memasang alat pendeteksi udara dan menyajikan data hasil pemantauan untuk diberitahukan kepada publik.


Dengan begitu, kata Bondan, diharapkan masyarakat mau menggunakan kendaraan umum sebagai upaya mengurangi polusi, dan meminta pemerintah memperketat regulasi emisi khususnya pada sektor pembangkit energi.


"Kita mau publik sadar dulu dengan lingkungan sekitar. Membangun kesadaran publik itu bukan sekedar memberi tahu, tapi harus sadar sendiri. Kalau pemerintah mempublikasikan keadaan polusi diudara, diharapkan masyarakat tidak ikut menyumbang polusi dengan bawa kendaraan sendiri tapi pakai kendaraan umum, selain itu kita juga ingin pemerintah memasang alat ukur polusi agar masyarakat mengetahui kadar polutan di sekitarnya" kata Bondan.


Juru bicara Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Andono Warih mengklaim pemerintah daerah sudah mulai memasang alat pemantau kualitas udara di beberapa lokasi. Pemerintah daerah, kata Andono, juga sudah berupaya mengurangi tingkat polusi udara di Jakarta serta mengantisipasi regulasi dari sektor pembangkit.


"Bahkan kita adalah provinsi yang siap melakukan anggaran pemasangan alat polutan. Kita juga sudah melakukan upaya seperti mengadakan CFD, aturan kendaraan ganjil genap dan lainnya. Bahkan untuk sektor pembangkit kita sudah pakai energi gas, tidak lagi pakai minyak atau batu bara yang bisa menyumbang polusi," kata Andono.


Editor: Agus Luqman 

  • Greenpeace Indonesia
  • Pencemaran Udara
  • polusi udara
  • alat pemantau udara
  • detektor udara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!