BERITA

Pekan Depan Kementerian Agraria - KLHK Akan 'Rekonsiliasi' Lahan Teluk Jambe

Pekan Depan Kementerian Agraria - KLHK Akan 'Rekonsiliasi' Lahan Teluk Jambe


KBR, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepakat untuk kembali duduk bersama membicarakan status lahan konflik di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat.

Dirjen Hubungan Hukum dan Keagrariaan, Kementerian Agraria, Agus Widjoyanto mengatakan pertemuan rencananya akan digelar pekan depan. Pertemuan itu diperlukan untuk menyamakan pandangan mengenai lahan seluas 700 hektare yang menjadi objek sengketa antara warga dengan perusahaan pengembang PT Pertiwi Lestari.


Dengan kondisi belum adanya kesepakatan sampai saat ini, kata Agus, maka status lahan itu dinyatakan status quo.


"Kita perlu rekonsiliasi. Benar-benar saling bertukar data. Sehingga kita tahu dimana kekeliruannya, perbedaannya. Kami akan luruskan mengenai status-statusnya," kata Agus kepada KBR, Senin (17/4/2017).


Kementerian Agraria dan KLHK berbeda pendapat mengenai luasan peta hasil penataan batas lahan hutan di kawasan Teluk Jambe. Dalam peta yang dipegang KLHK, luas lahan sebesar 14 ribu hektare. Sementara hasil penghitungan Kementerian Agraria, luasnya justru bertambah menjadi 18 ribu hektare.


Perbedaan luas lahan hutan berdampak pada luas lahan yang mendapat status Hak Guna Bangunan (HGB) dari Badan Pertanahan Nasional kepada PT Pertiwi Lestari, dan terjadi tumpang tindih batas lahan hutan.


"Selama dilakukan langkah penyelesaian, maka tanah itu statusquo. Akses-akses jalan, fasilitas-fasilitas dibuka kembali sampai ada status jelas," tambah Agus.


Soal nasib masyarakat yang tergusur dari lahannya, Agus mengatakan, Kementerian Agraria sudah menyiapkan beberapa langkah. Namun ia belum mau merinci langkah tersebut. Agus menyebut harus ada kejelasan status lahan terlebih dahulu.


Meski begitu, Agus memberi sinyal lahan yang kini menjadi objek sengketa antara PT Pertiwi Lestari dan petani Teluk Jambe itu akan sulit untuk diserahkan kepada masyarakat.


"Kalau ini kawasan hutan, mau itu dikeluarkan dari HGU atau HGB, maka masyarakat juga tidak bisa punya hak milik di atas kawasan hutan," kata Agus Widjoyanto.


Baca juga:


Petani akan kembali 


Di lain piha, para petani Teluk Jambe mengklaim sudah mendapat restu untuk kembali mengakses lahan konflik di Teluk Jambe. Ketua Serikat Tani Teluk Jambe, Maman Nuryaman mengatakan janji itu merupakan hasil pembahasan antara pemerintah Kabupaten Karawang, Kementerian, Kepolisian dan Komisi II DPR, pada Senin, 17 April 2017.


"Alhamdulilah sudah ada titik terang. Selain lahan di-statusquo-kan, akan langsung dijalankan. Satpam PT Pertiwi Lestari akan dibubarkan dari lokasi. Selanjutnya, akan dibongkar paksa panel yang dipasang PT Pertiwi Lestari," kata Maman, Senin (17/4/2017).


Maman Nuryaman mengatakan warga berniat kembali ke lahan mereka begitu lahan tersebut steril.


Sebagian petani sendiri hingga saat ini masih bertahan di Jakarta. Rencananya, mereka akan bertahan di Jakarta hingga minggu depan. Setelah situasi di lahan dinyatakan aman, mereka berencana kembali ke Teluk Jambe.


Maman mengatakan mereka juga menunggu hasil pembicaraan antara Kementerian Agraria dan KLHK soal status lahan itu. Namun para petani berharap pemerintah bisa memberikan lahan tersebut kepada petani.


"Kami minta itu dimasukkan ke Perpres yang sekarang dibahas pemerintahan Joko Widodo soal pendistribusian lahan ke petani."


KLHK dan Kementerian Agraria direncanakan bertemu pekan depan. Mereka akan menyamakan data terkait pemetaan lahan. KLHK menyebut bahwa Hak Guna Usaha milik PT PL itu dikeluarkan di atas hutan negara. Namun, Kementerian Agraria mengklaim  bahwa area tersebut sudah diperuntukkan untuk HGU.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • teluk jambe
  • karawang
  • jawa barat
  • Konflik lahan
  • kementerian agraria
  • KLHK
  • BPN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!