BERITA

Kursi Lowong Deputi Penindakan, KPK Diminta Cari yang Tak ada Masalah Etik

Kursi Lowong Deputi Penindakan, KPK Diminta Cari yang Tak ada Masalah Etik

KBR, Jakarta- Bekas Pemimpin KPK Bibit Samad Rianto meminta  berhati-hati memilih Deputi Penindakan yang baru. Menurut dia, pilihan KPK  memang terbatas pada orang-orang dari institusi kepolisian dan kejaksaan. Alasannya, mereka dinilai paling berkompeten.

Bibit mengatakan KPK harus memastikan betul orang yang dipilih bisa loyal pada lembaga antirasuah.


"Selama ini Deputi Penindakan dari mereka. Jaksa atau polisi yang paham penegakan hukum. Dari yang lain mungkin konflik kepentingan bisa lebih besar. Makanya ada pilihan, dari (nama-nama) itu, mana yang terbaik. Yang resikonya terkecil," kata Bibit kepada KBR, Senin (12/3).


Bibit menegaskan Deputi Penindakan yang baru harus punya integritas yang teruji. KPK belakangan kerap disoroti soal independensi pegawainya. Menurut Bibit latar belakang institusi asal  kerap menjadi bumerang  bagi KPK.


"Kemarin itu bisa saja salah pilih. Kalau pilih-pilih tebu kan enggak mungkin semua manis. Dari sekian pilihan ada juga yang enggak benar. Makanya kriterianya harus dipenuhi."


LSM antikorupsi ICW ikut menelusuri rekam jejak para calon Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan KPK. Peneliti ICW, Tama S. Langkun mengatakan sangat penting untuk mengetahui independensi dan integritas para calon.


"Kalau dari institusi asal harus kita lihat lagi juga kalau ada problem di kemudian hari, ada dispute, bagaimana sikapnya. Dia ada afiliasi enggak dengan partai politik misalnya, atau dengan lembaga-lembaga yang memang enggak fokus ngurusin penegakan hukum, tetapi soal politik," ujar Tama saat dihubungi KBR, Senin (12/3).


Ada 13 nama yang sudah diumumkan KPK untuk mengisi dua jabatan yang kini kosong. Enam nama diusulkan polisi untuk mengisi posisi Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan, sementara Kejaksaan Agung mengirimkan tujuh nama untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan Deputi Penindakan Heru Winarko.


Untuk posisi Deputi Penindakan, nama-nama tersebut adalah Toni Harmanto, Firli, dan Abdul Hasyim Gani dengan latar belakang polisi. Selain itu, tujuh nama dari Kejaksaan Agung adalah Feri Wibisono, Fadil Zumhana, Heffinur, Wisnu Baroto, Oktovianus, Tua Rinkes Silalahi, dan Witono.


Menurut Tama, sangat penting untuk menelusuri rekam jejak para calon Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan. Dia mengatakan memang ada beberapa calon yang memiliki sejarah dalam dugaan pelanggaran etik. Namun, perlu diperiksa juga apakah sejarah ini lantas mempengaruhi pencalonan mereka untuk masuk dalam jajaran pejabat KPK.


Penelusuran KBR, sekelompok LSM mengatasnamakan Gerakan Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi (CICAK)  pada 2010 melaporkan Feri ke Pengawas Internal karena diduga "melindungi" saksi bekas Jamintel Kejagung Wisnu Subroto usai diperiksa. Sedangkan calon lain Fadil Zumahana   pernah diperiksa Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan untuk kasus suap PT Brantas Adipraya tahun 2016.

Menanggapi pencalonannya sebagai deputi, Fadil Zumhana enggan berkomentar. Dia hanya mengatakan siap menjalani seluruh tahapan seleksi oleh KPK.

"Saya no comment ya. Mengomentari sesuatu yang belum dilakukan dan belum tentu terjadi saya enggak mau. (Dulu pernah diperiksa untuk kasus PT Brantas Adipraya?) Ya, tapi saya saat ini kan sudah pindah tugas," ujar Fadil saat dihubungi KBR, Senin(12/3).

Peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim mengatakan seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak memberi peluang bagi calon yang bermasalah dalam hal etik. Menurutnya permasalahan etik   mempengaruhi kinerja.

"Harus dibedakan urusan administratif dengan urusan etik. Jadi kalau urusan administratif itu ga masalah mendaftar sebagai calon deputi penindakan maupun penyidikan di KPK. Tapi kalau soal etik seharusnya, itu yang menjadi landasan," ujar Hifdzil, saat dihubungi KBR, Senin (12/03/2018).


Menurutnya jika calon bermasalah lolos dan bekerja dalam KPK, memiliki peluang besar untuk melakukan pelanggaran etik dan menimbulkan konflik internal dalam hal kepentingan lembaga.


"Kalau lolos atau unsur etiknya bermasalah itu akan mempengaruhi kinerjanya penegakan hukum ke depan, karena dia punya potensi untuk conflict of interest. Dia juga punya potensi buat ribut di dalam, atau berpotensi membawa keluar informasi yang ada di dalam. Ini yang jadi catatan penting bahwa urusan etik harus jadi landasan utama," ujar Hifdzil.


Hifdzil  mengatakan   KPK harus transparan kepada masyarakat terkait siapa saja  yang akan terlibat dalam pemilihan, dan bagaimana proses pemilihan itu berlangsung.


Sementara itu Juru bicara Komisi Kejaksaan (Komjak), Indro Sugianto mengatakan  belum melakukan rekam jejak secara menyeluruh kepada 7 jaksa calon deputi penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). menurut Indro mereka hanya memiliki data calon-calon yang sebelumnya bekerja di KPK seperti, Ferry Wibisono.

Dia juga membenarkan bahwa Ferry Wibisono, pada tahun 2010 pernah melakukan pelanggaran etik di KPK, hanya saja menurutnya ia tidak tahu apa kelanjutan dari kasus tersebut.

"Oh karena waktu itu mengawal salah satu terperiksa yang lewat lift khusus itu. Saya tidak tahu standarnya KPK, tapi setahu saya sih pak Ferry cukup baik orangnya, pak Wisnu sependek yang saya tahu juga cukup baik," ujar Indro, saat dihubungi KBR.


Selain dari kepolisian dan kejaksaan, pengisian kursi di KPK juga terbuka bagi internal. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyebut satu pegawai internal KPK turut mengajukan diri sebagai calon Direktur Penyidikan. Pegawai itu akan bersaingan dengan tiga nama dari kepolisian.

Tetapi Agus masih enggan menyebut nama pegawai KPK tersebut. Dia hanya mengatakan, karyawan lembaga antirasuah itu mengajukan sendiri tanpa usul dari siapapun. Agus juga menegaskan, calon dari internal KPK itu hanya untuk posisi Dirdik, sementara posisi Deputi Penindakan belum ada calon dari KPK.


"Kita membuka, yang merasa memenuhi syarat silahkan daftar. Yang deputi belum ada, yang direktur ada. Harus sukarela mengajukan sendiri, masa diusul-usulkan?" Kata Agus di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (12/3).


KPK tengah menggelar lelang jabatan untuk posisi Direktur Penyidikan dan Deputi Penindakan. Pasalnya, Aris Budiman meninggalkan posisi Direktur Penyidikan dan Heru Winarko melepaskan jabatan Deputi Penindakan.


Kepolisian telah mengirim tiga nama untuk memperebutkan posisi Aris yaitu, Komisaris Besar Edy Supriyadi, Kombes Andy Hartoyo, dan Kombes Djoko Poerwanto. Sementara, untuk posisi Deputi Penindakan, polisi mengusulkan Brigadir Jenderal Toni Harmanto, Brigjen Firli, dan Brigjen Abdul Hasyim Gani.


Para calon akan menjalani tiga tahap seleksi. Tes potensi terdiri atas uji psikologi, kemampuan bahasa Inggris, dan kesehatan. Seleksi kompetensi akan serupa dengan uji psikologi, namun dengan tingkat lebih kompleks karena bertujuan melihat kompetensi teknis tiap calon. Sedangkan tes terakhir adalah seleksi wawancara. 

  • Agus Rahardjo
  • Bibit Samad Rianto
  • Deputi Penindakan KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!