OPINI

Cadar

Cadar

Pakai pakaian terbuka dicap nakal. Lebih buruk lagi, mengundang tindak perkosaan. Sebaliknya, berpakaian tertutup rapat dicap teroris.

Di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, mahasiswi dilarang memakai cadar. Alasannya, untuk mencegah radikalisme dan fundamentalisme. Menurut pihak kampus, sekarang ada puluhan mahasiswi bercadar dan artinya, jumlahnya bertambah. Ini yang lantas dianggap menunjukkan gejala peningkatan radikalisme. Apa iya kita bisa mengecap ideologi seseorang dari pilihan busananya? Dan bagaimana bisa stigma itu muncul di lingkungan pendidikan yang harusnya mendorong pikiran yang terbuka?

Pakaian, terutama yang dipakai perempuan, seringkali jadi sorotan. Termasuk oleh pejabat. Misalnya pada 2009 lalu, Bupati Aceh Barat Ramli Mansur menyebut perempuan yang tidak memakai pakaian sesuai syariah Islam itu layak diperkosa. Atau tahun 2011 silam, Gubernur Jakarta saat itu, Fauzi Bowo menghimbau penumpang perempuan di angkot tidak pakai rok mini supaya tidak diperkosa. Ini jelas pemikiran yang sangat sempit.

Hari ini di peringatan Hari Perempuan Sedunia, ada banyak sekali persoalan seputar perempuan yang jauh lebih penting ketimbang mengurusi pakaian. Buruh perempuan masih susah dapat cuti hamil. Tidak ada ruang laktasi bagi pekerja perempuan yang menyusui. Anak-anak perempuan masih dipaksa menikah di usia dini. Belum lagi angka kekerasan terhadap perempuan yang tidak kunjung turun, termasuk Kekerasan dalam Rumah Tangga, KDRT.

Kita pernah punya presiden perempuan, punya banyak menteri perempuan, serta perempuan-perempuan hebat lainnya dari berbagai bidang. Tapi kekerasan, diskriminasi, ketidaksetaraan masih ada di depan mata. Dan ini yang lebih harus kita urusi, ketimbang mengatur bagaimana seharusnya perempuan memakai baju. 

  • cadar
  • editorial kbr
  • Hari perempuan Internasional
  • hari perempuan sedunia
  • pakaian perempuan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!