BERITA

Upaya Penangguhan Penahanan Ditolak, Petani Korban Konflik Lahan di Kendal Alami Syok

Upaya Penangguhan Penahanan Ditolak, Petani Korban Konflik Lahan di Kendal Alami Syok


KBR, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah menolak permintaan penangguhan penahanan tiga orang petani Desa Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal.

Tiga orang petani itu adalah Nur Aziz, Sutrisno dan Mujiono. Mereka sebelumnya divonis pengadilan dengan hukuman 10 tahun dan denda Rp10 miliar rupiah karena dianggap merambah lahan milik PT Pertamina.


Kuasa hukum tiga orang petani itu itu kecewa dan menganggap pertimbangan majelis hakim tidak masuk akal. Salah seorang kuasa hukum mereka, Kahar Muamalsyah mengatakan tiga petani itu sudah dijamin tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan. Namun jaminan itu tidak dijadikan pertimbangan majelis hakim.


Kahar kecewa, karena di sisi lain kasus itu juga masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi.


"Terdakwa dan tersangka itu memang boleh ditahan. Boleh ditahan itu kan berarti boleh juga tidak ditahan kalau tidak ada indikasi tiga hal itu. Sebenarnya kami sudah menjamin, warga juga menjamin bahwa ketiga orang ini tidak akan melakukan tiga hal itu. Tapi entah kenapa majelis hakim punya pendapat lain," kata Kahar Muamalsyah kepada KBR, Kamis (20/3/2017).


Surat penolakan dari hakim diterima tiga petani terpidana itu pada hari ini. Kahar mengatakan dalam surat itu, pengadilan menyatakan tiga petani itu akan ditahan selama 30 hari.


"Hari ini belum dieksekusi, karena yang akan mengeksekusi adalah pengadilan. Seharusnya Senin kemarin diperintahkan Kejaksaan untuk ditahan. Tapi karena ada proses pengajuan penangguhan penahanan jadi urung dilaksanakan," kata Kahar.


Baca juga:


Kahar tidak tahu kapan eksekusi pengadilan untuk menahan tiga petani terpidana itu. Kahar menambahkan, kemungkinan tiga orang kliennya akan ditahan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Kendal, Jawa Tengah.


Saat ini mereka masih berada di rumah mereka masing-masing. Kahar menambahkan, kliennya masih terkejut dengan vonis yang dijatuhkan hakim.


"Secara psikologis mereka terpukul. Karena selama ini, baik dari kepolisian, pengadilan, kejaksaaan, atau persidangan tidak ada indikasi untuk ditahan. Karena ini bukan perkara yang benar-benar kriminal, bukan perkara sengketa. Selain itu warga lainnya juga syok, karena mereka juga ikut menggarap lahan yang sama," kata Kahar.


Tiga petani itu divonis delapan tahun penjara dan denda Rp10 miliar rupiah pada Januari. Majelis hakim Pengadilan Negeri Kendal, Jawa Tengah menyatakan Nur Aziz, Sutrisno, dan Mujiono melanggar Undang-undang tentang Pencegahan dan Perambahan Hutan.


Kahar menjelaskan tiga kliennya dikenai pasal tuduhan yang tidak relevan. Karena, mereka sudah tinggal dan mengolah lahan yang disengketakan itu sejak 1950-an.


Kahar mengatakan konflik lahan perkebunan dan pertanian di daerah Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kabupaten Kendal, merupakan salah satu konflik lahan terbaru di Indonesia, yang berujung kriminalisasi terhadap petani.


Konflik ini berawal dari masalah tanah negara yang dijadikan sebagai lahan tukar-menukar (tukar guling), yang diterima oleh PT Perhutani sebagai lahan pengganti kawasan hutan di Desa Surokonto Wetan. Lahan yang menjadi objek sengketa memiliki luas sekitar  127 Hektar.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Konflik lahan
  • pt perhutani
  • Perum Perhutani
  • Kendal
  • Jawa Tengah
  • kriminalisasi petani
  • Konflik tanah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!