BERITA

Kalah di PTUN, Ini Kata Pengembang Reklamasi Teluk Jakarta

Kalah di PTUN, Ini Kata Pengembang Reklamasi Teluk Jakarta


KBR, Jakarta- PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menyebut aktivitas Pulau F sampai saat ini, baru sebatas pengurusan dokumen amdal. Sehingga, kata Presiden Direktur PT Jakpro, Satya Heragandhi, belum ada efek bisnis yang bisa mempengaruhi pembangunan pulau tersebut.

Pengurusan amdal pulau F, kata Satya berlarut-larut karena pemerintah tahun lalu memoratorium 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Akibatnya semua terhenti. Satya mengaku PT Jakpro baru akan mengambil sikap setelah menerima salinan putusan.


"Sampai saat ini belum ada efek kepada investasi secara keseluruhan belum ada. Tapi tentunya nanti kalau sudah mempelajari keputusannya, pasti kita akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan," ujarnya.


Satya mengklaim belum melakukan hitung-hitungan anggaran pembangunan proyek perumahan itu. Dia pun enggan memperkirakan berapa dana yang dibutuhkan untuk membangun rumah-rumah mewah itu.


"Anggaran kita hitung pada saat kita membangun. Kalau sekarang dokumen belum beres, kemudian ada PTUN belum beres, ya kami harus patuhi peraturan yang ada," ujarnya.


Satya mengklaim pembuatan pulau F akan membantu Jakarta memenuhi kuota rumah tinggal bagi. 


"Jakarta ini kan lokasi tanahnya makin sedikit, sementara jumlah penduduk bertambah terus. Pasti kita akan membutuhkan jumlah rumah. Dan itu bisa dilakukan dengan dua cara, menambah ke atas atau menambah lahan," tuturnya.


Sementara itu Manajeman PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) menyebut aktivitas pembangunan Pulau K, sudah dihentikan sejak moratorium tahun lalu. Saat itu, kata  Juru Bicara PT PJA Rika Lestari, perusahaan baru membangun tanggul seluas 32 hektar saja. Pengerukan pun belum ada.


Itu sebab, ujar Rika, keputusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan izin pulau K, dianggap tidak berpengaruh banyak.


"Kami dari Ancol sejak diluncurkan moratorium, memang tidak ada aktivitas apa-apa. Belum ada daratan di situ. Sejauh ini memang ada tanggul. Tapi memang belum ada pengerasan, artinya tidak ada lahan. Belum ada pengerukan," ujarnya kepada KBR, Kamis (16/3/2017).


Rika menyebut PT PJA yang merupakan BUMD  akan tunduk pada peraturan yang berlaku. Pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya proses hukum pada kuasa hukum mereka.


"Prinsipnya kami semuanya sudah mematuhi peraturan yang ditetapkan, termasuk izin-izinnya. Karena kami BUMD, kami sangat tunduk dan patuh pada peraturan yang sudah diarahkan pemda dan pusat. Kami serahkan sesuai peraturan yang berlaku saja," tuturnya


Banding


Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyatakan menyusun argumen baru untuk menghadapi kemungkinan banding atas pembatalan izin reklamasi Pulau F, I, dan K di Teluk Jakarta. Hal ini dilakukan agar koalisi tidak kalah di tingkat banding seperti yang terjadi pada izin Pulau G.


Kuasa hukum koalisi, Tigor Hutapea, menyatakan banding di PT TUN bersifat tertutup. Sehingga  hanya bisa membangun dalil lewat argumen tertulis.


"Kita tak bisa berargumen, hanya argumen tertulis yang bisa kita sampaikan," ujarnya kepada wartawan usai sidang di PTUN Jakarta, Kamis (16/3/2017) malam.


"Itu yang kita takutkan terjadi akrobat hukum yang dilakukan oleh majelis. Karena kita tidak bisa memantau, tidak bisa berargumen, masyarakat juga tidak bisa memantau," pungkasnya lagi.


Dalam sidang Pulau F, I, dan K, majelis hakim mendalilkan hal-hal yang diajukan koalisi. Seperti izin lingkungan tidak diumumkan ke publik dan konsultasi publik tidak melibatkan banyak pihak terdampak.


Kata Tigor, hanya satu hal yang ditolak oleh majelis hakim yakni dalil kewenangan izin reklamasi ada di tangan menteri.


"Hakim mendalilkan kewenangan itu ada di gubernur," kata dia lagi.


Editor: Rony Sitanggang

  • Kuasa hukum koalisi
  • Tigor Hutapea
  • Juru Bicara PT PJA Rika Lestari
  • Presiden Direktur PT Jakpro
  • Satya Heragandhi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!