BERITA

Penerimaan Pajak Januari Tak Capai Target

""Bulan lalu memang lebih gede. Kenapa lebih tinggi macam-macam, salah satunya ada sign penerimaan yang positif, karena restitusi masih cukup besar.""

Penerimaan Pajak Januari Tak Capai Target


KBR, Jakarta- Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak pada Januari 2017 hanya Rp 70 triliun atau 5,3 persen dari target yang dipatok pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak, Yon Arsal mengatakan, penerimaan itu mengalami kenaikan tipis dibanding tahun lalu yang hanya Rp 66 triliun.

Kata Yon, nilai yang rendah itu karena pengembalian pajak atau restitusi bulan lalu lebih besar.

"Januari, total penerimaannya, nettonya kurang lebih Rp 70 triliun, Rp 69,9 triliun. Itu total, migas dan nonmigas. Tahun lalu, Rp 66 triliun. Bulan lalu memang lebih gede. Kenapa lebih tinggi macam-macam, salah satunya ada sign penerimaan yang positif, karena restitusi masih cukup besar.  Kalau penerimaan bruto dari tahun lalu lebih positif," kata  Yon di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (02/02/17).


Yon mengatakan, restitusi yang harus dibayarkan Ditjen Pajak bulan Januari lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, itu bukan karena restitusi yang ditahan di tahun lalu, melainkan ada satu putusan pengadilan yang harus dibayarkan bulan Januari.


Kata dia, pembayaran restitusi di tahun lalu cukup besar, karena dampak dari tertahannya restitusi di tahun 2015. Menurut Yon, restitusi yang besar tahun lalu terjadi sejak Januari hingga April. Yon meyakini restitusi Januari sampai April tahun ini akan lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu, karena tidak ada penahanan.


Dalam APBN 2017, pemerintah menargetkan penerimaan pajak senilai Rp 1.307,3 triliun, atau tumbuh 18 persen dibandingkan realisasi APBN-P 2016. Pemerintah memperhitungkan target pertumbuhan ekonomi yang 5,1 persen, ditambah laju inflasi sebesar 4 persen, sehingga pertumbuhan alamiah penerimaan pajak tahun 2017 diperkirakan 9,1 persen.


Pajak Sawit


Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan penerimaan pajak dari kelapa sawit beserta produk turunannya menunjukkan tren menurun sejak 2012. Sri mengatakan, produk-produk kelapa sawit memang memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun, kata dia, nilai itu sempat turun karena harga minyak mentah kelapa sawit  (CPO) yang sempat turun.


"Kalau dilihat industri kelapa sawit dari dimensi penerimaan pajak, adanya pungutan dana perkebunan atas ekspor sawit, ini menyebabkan kelapa sawit industri bisa mengurangkan seluruh pengeluaran itu dalam biaya operasional, yang kemudian berpengaruh pada penerimaan pajak. Sehingga, kontribusi pajak dari perkebunan sawit tunjukkan tren menurun dari 2012," kata Sri di Hotel Borobudur, Kamis (02/02/17).


Sri mengatakan, pada 2016, ekspor komoditas sawit mencapai 12 persen dari nilai ekspor nasional. Eskpor itu mencapai USD 17,8 miliar atau Rp 231,4 triliun, dengan produksi 31 juta ton.


Sri berujar, Indonesia pada 2016 mengekspor produk sawit mencapai USD 17,8 miliar atau naik 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar USD 16,5 miliar. Kata dia, penerimaan pajak pada 2016 hanya Rp 13,26 triliun atau hanya 1,2 persen dari total penerimaan pajak yang Rp 1.105 triliun. Padahal, pada 2015 capaian pajak dari kelapa sawit sebesar 2,23 persen. Adapun penerimaan bukan pajak (PNBP), pada 2016 mencapai Rp 11 triliun.


Sri berkata, perkebunan dan industri kelapa sawit yang besar, seharusnya juga berkontribusi besar pada penerimaan pajak. Kepada para pengusaha kelapa sawit, Sri pun meminta agar mereka meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak. 


Editor: Rony Sitanggang

  • penerimaan pajak 2017
  • Direktur Potensi
  • Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak
  • Yon Arsal
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!