BERITA

Freeport Minta Insentif Pajak, Ini Kata Sri Mulyani

Freeport  Minta Insentif Pajak, Ini Kata Sri Mulyani


KBR, Jakarta- Kementerian Keuangan memastikan PT. Freeport Indonesia tetap harus membayar pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) tahun 2009. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Freeport yang kini berizin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), tetap harus tunduk pada ketentuan perpajakan yang mengikutinya.

Kata dia, aturan perpajakan bagi pemegang IUPK sudah ada dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba pasal 128. Meski begitu, Sri mulyani menyatakan pemerintah akan menjaga iklim investasi di sektor mineral tetap menarik.

"Di dalam UU Minerba, sudah diamanatkan bahwa apapun bentuk kerja sama antara pemerintah dengan para pengusaha, maka penerimaan pemerintah harus dijamin lebih baik. Dan ini sedang kita bicarakan adalah bagaimana di satu sisi kita memberikan kepastian mengenai lingkungan usaha ini, tapi di sisi lain juga membela kepentingan Republik Indonesia," kata Sri di kantornya, Senin (13/02/17).


Sri mengatakan, kementeriannya akan memastikan penerimaan negara dari perpajakan di sektor mineral tetap terjaga. Selain itu, kata dia, pemerintah juga akan tetap mengutamakan pelaksanaan aturan sesuai amanat undang-undang.


Adapun Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, Freeport sebagai pemegang IUPK harus mengikuti aturan yang tertuang dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba pasa 128. Dalam aturan itu,  pemegang IUP dan IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. Pendapatan negara itu terdiri dari penerimana pajak termasuk Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta penerimaan nonpajak atau PNBP.

Kata dia, penerimaan pajak itu juga akan tetap mengikuti ketentuan dari Pemerintah Daerah Papua dan ketentuan perundang-undangan bidang perpajakan, bea masuk, dan cukai. Sementara itu, penerimaan nonpajak termasuk iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi, dan kompensasi data informasi.

"Itu di ESDM lah. (Katanya di Kemenkeu?) Enggak. Soal KK dan IUPK itu di ESDM. Tetapi ketentuan undang-undangnya mengatakan pemegang IUP dna IUPK membayar penerimaan negara sesuai ketentuan perundangan. Itu yang kita pegang. Pegang itu dulu," kata Suahasil.


Penerimaan Negara


Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 13 tahun 2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea keluar. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, tarif baru bea keluar itu terdiri dari empat layer.

Kata Suahasil, dari penerapan tarif baru bea keluar ekspor mineral konsentrat itu, negara akan mendapat tambahan penerimaan Rp 5 triliun. Dalam ketentuan baru ini, pemerintah juga mengatur tentang bea keluar ekspor ore nikel dan bauksit, dengan tarif rata 10 persen.

"Kalau yang lain kan ada masanya, ada layer-nya. Kalau ore kan flat. Tidak dikaitkan dengan pembangunan smelter. Hanya bauksit dan nikel. PMK 13. Sudah ada," kata Suahasil di kantornya, Senin (13/02/17).


Suahasil mengatakan, ada empat layer dalam ketentuan baru itu. Pertama, pembangunan smelter 0 sampai 30 persen, dikenai bea keluar sebesar 7,5 persen. Kedua, untuk kemajuan pembangunan smelter dari 30 persen sampai 50 persen, dikenai bea keluar sebesar 5 persen.


Ketiga, untuk kemajuan smelter dari 50 persen sampai 75 persen, tarif bea keluarnya 2,5 persen. Keempat, pembangunan smelter dengan kemajuan lebih dari 75 persen, tidak akan dikenai bea keluar saat ekspor.


Padahal, dalam ketentuan sebelumnya dalam PMK nomor 153 tahun 2014,

ada tiga pembagian layer. Pertama, untuk kemajuan pembangunan smelter hingga 7,5 persen, dikenai tarif bea keluar sebesar 7,5 persen.


Kedua, kemajuan pembangunan smelter dari 7,5 sampai 30 persen, dikenai bea keluar sebesar 5 persen. Ketiga, untuk kemajuan pembangunan smelter lebih dari 30 persen, dikenai tarif bea keluar 0 persen. Kata Suahasil, tarif bea keluar itu merupakan usulan dari Kementerian ESDM.


Selain bea keluar ekspor mineral konsentrat, dalam PMK ini, Menteri Keuangan juga mengatur tarif bea keluar ekspor mineral mentah atau ore. Kata Suahasil, ekspor ore itu hanya berlaku untuk nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen dan bauksit yang telah dicucikan dengan kadar lebih atau sama dengan 42 persen. Kata Suahasil, kedua ore itu dikenai tarif rata 10 persen.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!