HEADLINE

Tolak Larangan Cantrang, Ribuan Nelayan Siang Ini Berencana Kepung Istana

Tolak Larangan Cantrang, Ribuan Nelayan Siang Ini Berencana Kepung Istana

KBR, Jakarta- Ribuan nelayan dari berbagai daerah siang ini berencana mengepung istana.  Ratusan di antaranya sejak semalam sudah tiba menginap di masjid Istiqlal. Aksi menolak larangan pemakaian cantrang dilakukan pasca  pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di  Tegal, Jawa Tengah pada Selasa (15/01).

Juru bicara Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI), Hadi Santoso mengatakan mereka menunggu kepastian perpanjangan masa penggunaan cantrang yang akan dibahas pada pertemuan dengan Presiden Jokowi, Rabu (17/01).

"Tapi kami ingin kepastian, jangan sampai yang disampaikan Jokowi secara lisan, tapi ibu menteri tidak ada realisasinya. Karena saat ini edaran dari bu menteri perpanjangan hanya di bawah 30 GT, padahal banyak yang di atas 30 GT, yang cantrang. Kami ingin diperpanjang tanpa membedakan ukuran kapal," ujar Hadi saat dihubungi KBR, Selasa (16/01).


Sementara itu  Tenaga Ahli  Kantor Staf Kepresidenan Riza Damanik enggan berkomentar mengenai rencana pertemuan Presiden Joko Widodo dengan nelayan pengguna alat tangkap cantrang. Riza mengatakan, dalam pertemuan tersebut, Jokowi akan mendengar keluhan nelayan soal larangan penggunaan alat tangkap cantrang.

Menurut Riza, semua opsi bisa saja diambil, yakni antara mengizinkan penggunaan cantrang atau tetap melarangnya.

"Saya belum tahu. Tunggu saja hasil pertemuannya. (Semua opsi terbuka?) Kan opsinya bisa macam-macam. Kita sendiri belum tahu apa yang disampaikan. Tergantung besok ah detailnya itu," kata Riza kepada KBR, Selasa (16/01/2018).

Jelang pertemuan, Kementerian Kelautan dan Perikanan memastikan akan tetap memulai kebijakan larangan menggunakan alat tangkap cantrang mulai tahun ini,  demi menjaga kelestarian laut. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan, pemerintah sudah memberikan waktu untuk nelayan beralih dari cantrang ke alat tangkap lain seperti jaring insang, bubu lipat ikan, dan pancing ulur.

Sjarief   berkata sudah mendistribusikan bantuan lebih dari 9 ribu alat tangkap pengganti cantrang kepada nelayan.

"Proses transisi, proses penggantian alat tangkap sudah terjadi. Memang ada beberapa nelayan yang ingin terus, tetapi kami, pemerintah dalam hal, ini akan tetap persuasif, mendampingi. (Jadi tetap dilarang?) Tetap. Kan sudah berlaku efektif. Jadi tidak akan ada lagi polemik. Tetapi, karena nelayan adalah keluarga kita sendiri, rakyat kita sendiri, maka kami akan tetap menyediakan waktu, tenaga, program untuk mendampingi mereka," kata Sjarief di kantornya.


Sjarief mengatakan, pelarangan cantrang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Dia berkata, pelarangan cantrang seharusnya mulai berlaku pada 2015. Namun, saat itu aturan itu harus ditunda dua tahun, mengikuti rekomendasi Ombudsman. Setelah itu, kata Sjarief, kementeriannya juga menambah masa transisi tersebut selama dua kali enam bulan.


Sjarief berujar, KKP juga telah mendistribusikan alat tangkap pengganti cantrang untuk nelayan  sebanyak 7.225 unit sepanjang 2017. Bantuan alat tangkap pengganti cantrang itu diperuntukan bagi nelayan dengan kapal di bawah 10 grosston. Apabila dijumlah bantuan alat tangkap pada 2015 dan 2016, bantuan alat tangkap yang dibagikan mencapai 9.021 unit. Adapun bagi nelayan dengan kapal 10 hingga 30 grosston dan ingin mengganti alat tangkap dengan mengajukan kredit lunak ke perbankan, hingga 2017 tercatat Rp 211 miliar.


Meski telah masuk 2018, Sjarief berkata, KKP akan tetap memfasilitasi nelayan dengan memberi pendampingan cara pengoperasian alat tangkap baru. Termasuk apabila kebijakan itu berlaku dan ada nelayan pengguna cantrang ditangkap polisi air, Sjarief menjamin nelayan itu akan tetap dibujuk agar menyerahkan cantrangnya dan diganti dengan yang lebih ramah lingkungan.


Berbeda disampaikan  Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) yang  meminta pemerintah  mengkaji kembali penggantian alat tangkap cantrang. Sebab menurut Pakar Oseanografi, Alan Koropitan, cantrang yang asli memiliki desain ramah lingkungan, tidak merusak terumbu karang dan tidak mengganggu ekosistem ikan kecil.


"Jadi yang pertama, kembalikan cantrang ke desain awal, yang kedua kita mengkaji stok, apakah sesuai dengan daya dukung lingkungan, nah yang ketiga, baru diatur, berapa banyak yang bisa ditangkap, kalau sudah berlebih penangkapannya, mungkin perlu dilakukan moratorium atau dipindahkan," ujar Alan saat dihubungi KBR, Selasa (16/01).


Alan menjelaskan sebelum meminta nelayan mengganti cantrang, pemerintah seharusnya terlebih juga mempertimbangkan daya dukung lingkungan, sehingga pemerintah dapat mengetahui stok yang aman untuk melakukan penangkapan ikan. Selain itu pemerintah juga harus melakukan kajian terhadap ikan kecil yang tertangkap, apakah ikan tersebut merupakan ikan berusia muda, atau memang merupakan ikan berukuran kecil.


Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk mengetahui siklus biologis dari ikan yang ada pada suatu perairan, sehingga bisa mengatur maksimum tangkap sesuai aturan FAO, yakni 80%.


Para peneliti pun meminta kepada pemerintah untuk tidak menggeneralisasi penggantian alat tangkap ikan, sebab mereka menilai setiap perairan memiliki sifat oseanografis yang berb. Sehingga alat tangkap yang digunakan pun berbeda di setiap daerah.

Editor: Rony Sitanggang 

  • cantrang
  • larangan cantrang
  • presiden joko widodo
  • Menteri KKP Susi Pudjiastuti

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!