OPINI

Tak Peduli Etika Politik

Ilustrasi: Etika Politik

Pilkada tahun ini banyak jadi sorotan karena bertaburan bintang berseragam. Sejumlah jendral TNI dan Polisi diusung aneka partai untuk bertarung di ajang politik. Sebagian di antara mereka masih aktif, belum mundur dari kesatuannya. 

Tiga calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDI Perjuangan, misalnya, adalah jendral aktif di kepolisian. Irjen Anton Charliyan, calon wakil gubernur Jawa Barat, menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama Polri. Ia rajin mengunggah pemberitaan terkait dirinya di berbagai media soal Pilkada Jawa Barat. Contoh lain adalah Edy Rahmayadi. Bekas Pangkostrad ini mengunggah foto ketika ia menyerahkan berkas pendaftaran sebagai calon gubernur ke KPU Sumatera Utara. Ia memang sudah mundur, tapi prosesi melamar ke sejumlah partai aktif dilakukan sepanjang 2017, ketika seragam Pangkostrad masih dikenakan.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut, komunikasi politik yang dilakukan para jendral TNI dan Polisi secara terbuka ini adalah politik praktis. Dan ini dilarang dalam Undang-undang tentang TNI dan Undang-undang tentang Polri. Di situ jelas tertera, anggota TNI/Polri yang mau maju sebagai kandidat Pilkada, harus lebih dahulu pensiun dari institusi, tak sekadar nonaktif atau cuti.

Anggota TNI/Polri memang boleh saja berpartisipasi sebagai kandidat dalam pesta demokrasi ini. Tapi ketika proses mencari dukungan partai berlangsung ketika seragam masih dikenakan, itu tidak etis. Sebab anggota TNI/Polri semestinya bersikap netral. Etika berpolitik ini penting untuk ditegakkan. Karena dari situ kita bisa melihat kualitas serta nilai para calon yang saling beradu di Pilkada. Tanpa etika, potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan demi menang Pilkada sangat mungkin terjadi.  

  • Perludem
  • UU TNI
  • UU Polri
  • Anton Charliyan
  • Edy Rahmayadi
  • etika politik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!