BERITA

Program Perbaikan Rumah Tak Layak Huni di NTB, Terus Berlanjut di 2018

Program Perbaikan Rumah Tak Layak Huni di NTB, Terus Berlanjut di 2018

KBR, Mataram- Program perbaikan rumah tak layak huni di Pemprov NTB tahun 2018 salah satunya dilakukan dengan pola padat karya atau swakelola. Sebagian lainnya masih tetap menggunakan sistem kontrak.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) NTB Ridwan Syah mengatakan pola padat karya diutamakan untuk menghemat dana perbaikan rumah serta untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di desa. Dengan sistem ini kata dia, pemilik rumah diminta mengelola sendiri renovasi rumahnya.


“Sebagian dengan sistem kontrak, sebagian dengan sitem padat karya. Kenapa tidak semua bisa dipadatkaryakan, karena jangan lupa banyak orang yang memang benar-benar orang yang tak mampu yang tak bisa ikut kerja bakti, baik karena tua, sakit-sakitan dan lainnya. Kreteria itu kita kasih rumah lewat  sistem kontrak itu,” kata Ridwan Syah, Selasa (2/1).


Ia mengatakan, program perbaikan rumah tidak layak huni tersebut bagian dari upaya Pemprov NTB menekan angka kemiskinan di akhir RPJMD 2018 dengan anggaran Rp.60 miliar. Dia menjelaskan, semula anggaran itu digunakan untuk memperbaiki rumah sebanyak 2000 unit. Namun karena pola pelaksanaanya dengan cara padat karya, jumlah rumah yang bisa diperbaiki bertambah menjadi 2,500 unit rumah.


Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) NTB, I Gusti Bagus Sugihartha mengatakan,jumlah rumah tak layak huni di NTB tersisa sebanyak 239 ribu unit. Jumlah itu berkurang sebanyak 9.400 unit setelah ditangani pada tahun 2017.


Untuk penanganan rumah tidak layak huni ini, wilayah yang terdampak bencana seperti Lombok Timur dan Bima, juga akan menjadi prioritas penanganan.

Editor: Dimas Rizky

  • rumah
  • rumah tak layak huni
  • perumahan
  • NTB

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!