BERITA

Pakar Hukum: Anggota Polri Daftar Pilkada Itu Sudah Politik Praktis, Tidak Boleh!

Pakar Hukum: Anggota Polri Daftar Pilkada Itu Sudah Politik Praktis, Tidak Boleh!

KBR, Jakarta - Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ternyata memberi ruang lebar bagi aparat negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI dan Polri untuk mencoba-coba terjun ke dunia politik.

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada lebih longgar dibandingkan Undang-undang Pilkada Nomor 1/2014 sebelumnya. Pada UU Pilkada 2016, aparatur seperti polisi diperbolehkan tidak melepas jabatan saat mendaftar, atau selama belum diumumkan lolos sebagai calon kepala daerah oleh KPU.

Asep Warlan mengatakan aturan ini memungkinkan anggota TNI Polri mengadu nasib di dunia politik saat masih aktif. Padahal, aparatur negara harus netral. Sedangkan, praktik politik praktis sudah dilakukan sejak aparatur itu mencari dukungan partai politik untuk ikut pilkada.

"Ketika dia mendaftar saja itu sudah kegiatan politik praktis. Karena dia diusung oleh partai politik. Maknanya, dia sudah masuk politik praktis. Tidak boleh polisi seperti itu," ujar Asep kepada KBR, Kamis (11/1/2018).

Berdasarkan pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia disebutkan polisi harus bersikap netral dalam kehidupan politik, dan tidak terlibat kegiatan politik praktis. Pasal yang sama juga menegaskan anggota kepolisian tidak memiliki hak memilih maupun dipilih dalam pemilihan.

Asep Warlan mengatakan pada UU Pilkada yang lama tahun 2014, seorang anggota kepolisian, TNI, dan PNS yang akan ikut bertarung dalam pemilihan kepala daerah wajib mundur sebelum mendaftar. Aturan itu tegas mewajibkan calon pendaftar menyertakan surat pengunduran diri sebagai salah satu syarat dokumen.

Namun, peraturan ini direvisi oleh DPR dan pemerintah ketika membahas Undang-Undang Pilkada yang baru tahun 2016. Pasal baru lantas diloloskan dengan kelonggaran bagi aparatur. Sehingga, anggota TNI Polri hanya perlu mundur jika sudah dinyatakan lolos sebagai calon kepala daerah.

Baca juga:

Diterima kembali

Kapolri Tito Karnavian mengatakan anggota Polri yang mendaftar ikut pilkada namun tidak lolos verifikasi KPU, diperbolehkan kembali menduduki jabatan lama di Kepolisian. 

"Kalau sedang proses pendaftaran maka yang bersangkutan belum kita berhentikan. Terserah kepada pejabat bersangkutan. Kalau dia ingin tetap pensiun ya akan kita pensiunkan. Tapi kalau yang bersangkutan merasa masih ingin mengabdi pada Polri, mereka belum pensiun, kita akan kembalikan," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (11/1/2018).

Tahun ini ada 10 orang anggota Polri yang mendaftar menjadi bakal calon peserta pemilihan kepala daerah. Jumlah itu terdiri dari tujuh orang perwira tingkat dua, dan tiga orang perwira tingkat satu. 

Kapolri Tito telah mengeluarkan surat telegram mutasi kepada para perwira tersebut, tiga perwira diantaranya berpangkat jenderal yaitu Murad Ismail (Komandan Korps Brimob), Safaruddin (Kapolda Kalimantan Timur) dan Anton Charliyan (Waka Lemdiklat Polri).

"Kami memang meminta mereka mengundurkan diri dari jabatan. Saya juga me-nonjob-kan mereka. Minggu lalu sudah keluar TR-nya. Minggu ini kita akan laksanakan. Jadi ini lebih fair sambil proses pensiun kita laksanakan. Kami harap 12 Februari sudah ditetapkan, jadi sudah bisa di pensiunkan," kata Tito. 

Kendati dimutasi dari jabatan, para perwira Polri itu masih menjadi bagian dari institusi Polri. Murad Ismail kini menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Brigade Polri, sedangkan Safaruddin kini menjabat sebagai Pati Baintelkam Polri dan  Anton Charliyan menjabat sebagai Analis Kebijakan Utamabidang Sespimti Lemdiklat Polri. Semua calon peserta ini berstatus nonjob di kepolisian.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • Pilkada 2018
  • Pilkada serentak 2018
  • pilkada serentak
  • netralitas aparatur negara
  • aparat netral pilkada

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!