BERITA

Temui Jokowi, Para Antropolog Sebut Intoleransi Ancam Keindonesiaan

Temui Jokowi, Para Antropolog Sebut Intoleransi Ancam Keindonesiaan


KBR, Jakarta - Sejumlah ahli antropologi Indonesia meminta Presiden Joko Widodo meninjau ulang sejumlah peraturan yang dinilai memiliki semangat antikeberagaman.

Permintaan itu disampaikan 12 antropolog yang tergabung dalam Antropolog untuk Indonesia yang Bhineka dan Inklusif (AUI), saat mendatangi Istana Negara, Senin (16/1/2017). Mereka menyerahkan pernyataan sikap dan seruan berjudul 'Darurat Keindonesiaan' yang ditandatangani 300 antropolog Indonesia.


Salah seorang ahli antropologi, Yando Zakaria menilai sektor hukum merupakan salah satu sumber munculnya kasus intoleransi di Indonesia. Ia mencontohkan Undang-Undang Penistaan Agama (Undang-undang No 1/PNPS/1965) sebagai produk hukum yang berpotensi membahayakan keberagaman.


Para antropolog meminta Presiden Jokowi mengakhiri darurat intoleransi di tanah air.


"Kita perlu berpikir ulang tentang Undang-undang Penistaan Agama. Ini bukan persoalan-persoalan yang sederhana, atau dari perspektif antropologi, kita melihat persoalan penistaan agama ini menjadi sangat begitu relatif dan bisa menjadi bahaya ketika itu menjadi politisasi. Di banyak negara, Undang-undang Penistaan Agama ini sudah dicabut. Kami menghimbau jangan ragu untuk mengambil tindakan-tindakan konkret untuk mengatasi masalah intoleransi," kata Yando Zakaria di kantor Presiden, Senin (16/1/2017).


Baca juga:


Antropolog yang juga pegiat Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (KARSA) Yando Zakaria menambahkan, kalangan antropolog meminta Presiden Jokowi memperhatikan potensi penyebaran benih intoleransi di sektor pendidikan, sejak dari usia dini hingga perguruan tinggi.


"Kami minta Presiden memberikan perhatian bagaimana pelaksanaan dunia pendidikan ini, jangan sampai menjadi arena untuk memperkuat sektarian," imbuhnya.


Antropolog juga mendorong pemerataan ekonomi dan sumber daya alam untuk mengikis peluang menjamurnya paham intoleran. Menurut mereka, program redistribusi lahan sembilan juta hektar dan 12,7 hektar lahan untuk perhutanan sosial perlu dikawal agar benar-benar tepat sasaran.


"Kami juga ingin memastikan bahwa niat baik itu jangan sampai menimbulkan persoalan baru di belakang hari, agar reforma agraria bisa didesain sedemikian rupa agar orang-orang yang menerima distribusi tanah benar-benar orang yang marginal," tuturnya.

Respon Jokowi

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki menyampaikan respon Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan para antropolog itu. Menurutnya, Presiden Jokowi memastikan bakal menindak tegas para pelaku kekerasan yang mengancam keberagaman. Meski, diakuinya ada pertimbangan politik di balik langkah pemerintah dalam menangani gerakan intoleran.

"Pak Presiden memastikan proses hukum terhadap mereka yang melakukan tindakan kekerasan akan diproses. Memang ada pertimbangan-pertimbangan politik yang saat ini mungkin kelihatan oleh masyarakat seperti pemerintah tidak tegas. Tapi tadi ditegaskan Presiden penegakan hukum harus dilakukan," kata Teten.


Untuk sektor pendidikan, Teten mengatakan Presiden juga memberikan perhatian serius. Presiden akan membentuk unit kerja tentang pemantapan ideologi Pancasila.


"Dalam waktu dekat akan dibentuk Unit Kerja Presiden mengenai pemantapan ideologi Pancasila, yang akan memproduksi gagasan-gagasan termasuk memproduksi materi di sekolah dan masyarakat umum," ujarnya.


Baca: Toleransi Terkoyak, Jokowi Bikin Lembaga Pemantapan Pancasila   

Teten menambahkan Presiden segera meluncurkan kebijakan ekonomi baru untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi.


"Namanya belum dirumuskan, tapi new economic policy ini untuk melakukan pemerataan, mengurangi kesenjangan ekonomi. Policy ini sedang digodok oleh Menko Perekonomian," ujar Teten.


Editor: Agus Luqman 

  • penistaan agama
  • Jokowi
  • Presiden Jokowi
  • Teten Masduki
  • UU Penodaan Agama
  • intoleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!