BERITA

Patrialis Akbar Kena OTT KPK, Ini Tanggapan Sekjen PAN

Patrialis Akbar Kena OTT KPK, Ini Tanggapan Sekjen PAN


KBR, Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) belum mengetahui kabar tertangkapnya hakim Mahkamah Konstitusi(MK), Patrialis Akbar. Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Suparno, mengaku belum mendapatkan informasi apapun.

"Belum ada info, kami juga masih mencari konfirmasi. (Statusnya di PAN?) Oh enggak dong, kan semenjak jadi MK tidak boleh berpartai,"ujar Eddy melalui sambungan telepon, Kamis (26/1/2017).


Eddy membenarkan Patrialis merupakan perwakilan PAN di kabinet pada saat masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono. Patrialis menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM periode 2009-2011.


Namun sejak menjabat sebagai hakim MK, menurutnya Patrialis tidak lagi menjadi kader PAN. Eddy mengaku tidak tahu apakah masih ada komunikasi antara Patrialis dengan anggota partai yang lain.


Sebelumnya beredar informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukam Operasi Tangkap Tangan yang menjerat salah satu hakim MK Patrialis Akbar. Belum ada konfirmasi soal kasus apa yang menjerat Patrialis. KPK baru membenarkan bahwa ada penangkapan terkait dengan anggota lembaga penegak hukum.


Sementara, siang nanti Hakim Mahkamah Konsitusi (MK) bakal menggelar pertemuan. Salah satu Hakim MK, Maria Farida Indrati, mengatakan pertemuan ini mendadak lantaran semestinya hari ini dan esok ada rapat kerja bersama di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.


Meski mengaku sudah mengetahui ada OTT melalui media, Maria belum mengetahui siapa yang ditangkap KPK.


"Instruksinya kita rapat jam 12. Salah satunya membahas ini? Belum tahu saya, saya baru saja lihat. Tapi masih bingung saya. Karena seharusnya ada raker di Cisarua, sekarang dan sampai besok lusa. Karena hakimnya tidak ada di tempat kita mau ke sana," jelas Maria Farida Indrati saat dihubungi KBR, Kamis (26/1/2017).


Penangkapan hakim MK oleh KPK sebelumnya menjerat Akil Mochtar. Pada tahun 2015 lalu, Akil diketahui menerima hadiah atau janji untuk pengurusan 15 sengketa pilkada di MK. Selama menjalankan aksinya, Akil telah menerima uang sejumlah Rp47,78 miliar plus US$ 500 ribu dari sejumlah pihak, sejak tahun 2010 hingga menjabat Ketua MK. Dengan rincian salah satunya menerima suap dari Pilkada Empat Lawang sebesar Rp10 Miliar dan US$ 500 ribu.


Hingga pada 30 Juni 2014, Pengadilan Tipikor memvonis Akil Mochtar dengan hukuman seumur hidup. Akil divonis seumur hidup karena dinyatakan terbukti menerima suap terkait pengurusan sengketa pemilu kepala daerah (pilkada) dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Pencucian uang tersebut dilakukan sewaktu menjabat Akil menjabat Ketua MK.


Hal-hal yang memberatkan Majelis Hakim Tipkor menjatuhkan vonis maksimal ini menurut Suwidya adalah, Akil selaku Ketua MK telah menodai lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir penegakan hukum, serta runtuhnya wibawa MK di hadapan masyarakat.





Editor: Quinawaty 

  • partai amanat nasional
  • patrialis akbar
  • mahkamah konstitusi
  • ott kpk

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!