BERITA

MK Menangkan Gugatan Surat Penyidikan, Polisi Siap Jalankan Putusan

MK Menangkan Gugatan Surat Penyidikan, Polisi Siap Jalankan Putusan
Ichsan S. selaku Kuasa Hukum Pemohon bersama Pemohon seusai menerima salinan putusan perkara pengujian UU Hukum Acara Pidana, Rabu (11/1) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. (Sumber MK).


KBR, Jakarta- Kepolisian Indonesia   siap menjalankan putusan Mahkamah Kontitusi (MK) terkait kewajiban penyidik untuk memberitahukan kepada jaksa tentang apa yang sedang disidik. Juru Bicara Kepolisian Indonesia, Rikwanto mengklaim sebelumnya   sudah menjalankan hal  tersebut. Hanya saja kata dia hal itu tidak dibatasi waktu kapan harus dilakukannya.

"Memang itu Pasal 159 ayat 1 KUHAP yang memang di situ ada klausul kata yang menyatakan penyidik wajib memberitahukan kepada JPU tentang apa yang sedang disidiknya. Di situ memang tidak ada batasan waktu dari awal, di tengah atau di akhir diberikannya. Dalam prakteknya demikian, sehingga adanya uji materi pasal tersebut akhirnya diputuskan ada batasan waktu. Yakni sejak dilakukan penyidikan paling lambat 7 hari setelah ada  SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan)   harus diberitahukan kepada pihak kejaksaan," ucapnya kepada wartawan di Kantor Kadiv Humas Mabes Polri.


Kata dia, kepolisian akan terus melakukan perbaikan dan menerima masukan dari pihak manapun selama sifatnya membangun. Terkait hal ini kata dia, pihaknya mengakui bahwa putusan MK tersebut semata-mata untuk perbaikan dalam penuntasan sebuah kasus ditingkat Kejaksaan agar tidak terburu-buru dan memberi waktu lebih kepada Kejaksaan untuk mempelajari secara menyeluruh sebuah kasus.


"Ini dikandung maksud supaya pihak penuntut umum atau kejaksaan tidak kesulitan dalam membuatkan prapenuntutan tidak mendadak. Putusan ini tidak ada masalah kita sambut baik, ini juga nanti akan kita sampaikan penekanan ke penyidik agar lebih profesional dan produktif lagi dalam menyelesaikan berkas perkara. Prinsipnya tidak ada masalah untuk memudahkan kontrol untuk lebih baik lagi buat penyidik," ujarnya.


Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pasal-pasal prapenuntutan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.


Dari lima pasal yang diuji, MK hanya mengabulkan Pasal 109 ayat (1) KUHAP yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang SPDP wajib diserahkan penyidik kepada para pihak paling lambat tujuh hari setelah terbitnya surat perintah penyidikan.


Tertundanya penyampaian SPDP oleh penyidik kepada JPU dinilai bakal menimbulkan ketidakpastian hukum dan juga merugikan hak konstitusional terlapor dan pelapor. Dengan begitu, terlapor yang telah mendapatkan SPDP dapat menyiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum.


Sedangkan bagi pelapor, SPDP bisa menjadi momentum menyiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya. Sebelumnya pada Pasal 109 ayat 1 KUHAP, ada klausul yang menyatakan penyidik wajib memberitahukan kepada JPU tentang apa yang sedang disidik. Namun, tidak ada batasan waktu.


Dalam putusannya MK juga mewajibkan pemberian SPDP  terhadap terlapor dan korban/pelapor. Melalui situs MK, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menjelaskan  terlapor yang telah mendapatkan SPDP dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum yang akan mendampinginya. Sedangkan bagi korban/pelapor, SPDP dapat dijadikan momentum untuk mempersiapkan keterangan atau bukti yang diperlukan dalam pengembangan penyidikan atas laporannya.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, dalil permohonan para pemohon bahwa SPDP tersebut bersifat wajib adalah beralasan menurut hukum. Sifat wajib tersebut bukan hanya dalam kaitannya dengan jaksa penuntut umum akan tetapi juga dalam kaitannya dengan terlapor dan korban/pelapor. Adapun tentang batasan waktunya, paling lambat tujuh hari dipandang cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan/menyelesaikan hal tersebut,” jelas I Dewa Gede Palguna .


Dalam kasus ini sebagai pemohon adalah Choky Risda Ramadhan (Pemohon I), Carlos Boromeus Beatrix Tuah Tennes (Pemohon II), Usman Hamid (Pemohon III), dan Andro Supriyanto (Pemohon IV). Para pemohon dirugikan dengan pemberlakuan Pasal 14 b dan I, Pasal 109 ayat (1), Pasal 138 ayat (1) dan (2), serta Pasal 139 terkait penundaan pemberian SPDP dari penyidik kepada penuntut umum.


Editor: Rony Sitanggang

  • SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan)
  • Juru Bicara Kepolisian Indonesia
  • Rikwanto
  • uji materi SPDP KUHAP

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!