BERITA

Hadang Media Penyebar Hoax, Dewan Pers Akan Keluarkan Barcode Media 'Halal'

""Orang bisa menggunakan gadget untuk memfoto barcode itu, dan foto barcode itu akan terhubung dengan datanya di Dewan Pers. Jadi akan ketahuan siapa penanggung jawab media itu," kata Stanley."

Agus Lukman

Hadang Media Penyebar Hoax, Dewan Pers Akan Keluarkan Barcode Media 'Halal'
Gedung Dewan Pers. (Foto: ANTARA)


KBR, Jakarta - Dewan Pers menilai maraknya berita-berita hoax (palsu atau bohong) di media sosial dan internet saat ini menggerus kepercayaan publik terhadap media mainstream (arus utama). Karena itu, Dewan Pers akan memberikan barcode (kode batang optik) dan logo tertentu kepada media-media yang sudah terdaftar dan terverifikasi di Dewan Pers.

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan Dewan Pers berkepentingan untuk melindungi media-media arus utama, baik media cetak maupun online (daring), serta mengembalikan kepercayaan publik kepada pemberitaan media.


"Nanti akan kita beri logo, bahwa media ini trusted, terverifikasi di Dewan Pers. Nanti ada barcode-nya. Orang bisa menggunakan gadget atau telepon pintar untuk memfoto barcode itu, dan foto barcode itu akan terhubung dengan datanya di Dewan Pers. Jadi akan ketahuan siapa penanggung jawab media itu, alamat kantornya dimana. Kalau ada apa-apa, (media itu) bisa diminta pertanggungjawaban atau menggunakan hak jawab. Dewan Pers akan mencoba melindungi media-media terverifikasi sebagai produk jurnalistik," kata Yosep Adi Prasetyo kepada KBR, Selasa (3/1/2017).


Baca: Jokowi: Tindak Tegas Media Online Penyebar Kebencian   


Dewan Pers memberlakukan syarat sesuai Undang-undang Pers serta pedoman perusahaan pers keluaran Dewan Pers, bagi media yang bakal mendapat logo trusted (tepercaya) dan kode verifikasi. Diantaranya syarat bahwa perusahaan pers itu menggaji wartawannya.


"Karena kita tahu banyak media didirikan tanpa menggaji wartawannya. Wartawannya diminta mencari gaji sendiri dari orang lain. Lalu banyak beritanya yang kemudian (isinya) menjadi berita pemerasan," kata Yosep Adi Prasetyo yang akrab dipanggil Stanley.


Bagi media yang tidak terverifikasi di Dewan Pers, Stanley mempersilakan saja jika mereka tetap ingin terbit.


"Kalau ada media abal-abal yang ingin terbit ya silakan saja. Yang menghukum nanti publik. Karena publik akan tahu mana yang halal, mana yang haram. Mana berita yang benar dan mana berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Stanley.


Stanley meminta kalangan pekerja pers atau media terverifikasi tidak perlu cemas atau khawatir terkait 'penertiban' itu. Ia mengatakan upaya yang dilakukan Dewan Pers itu untuk mendorong agar otoritas kebenaran dalam berita dikembalikan ke media arus utama. Bagi masyarakat yang ingin membuat produk jurnalistik agar patuh dan taat terhadap peraturan perundangan dan ketentuan yang ada.


"Yang kita perangi adalah media abal-abal, media semu yang mengatasnamakan kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Tapi sebetulnya mereka membuat penghasutan, membuat kacau," kata Stanley.


Sangat disayangkan, kata Stanley, media abal-abal itu justru memperoleh iklan yang besar dari pemberitaan bohong.


"Mereka memelintir, mengambil dari berita mainstream, yang kemudian diubah saja, dipelintir. Pertanyaannya, apakah kita akan biarkan ini dan membuat otoritas kepercayaan publik terhadap pers mainstream sebagai pemegang otoritas kebenaran jadi runtuh? Dewan Pers memiliki kepentingan untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pemberitaan media," tandas Stanley.


Baca: Dewan Pers: Sengketa Pemberitaan Meningkat, Banyak Media Tak Profesional   


Dewan Pers mencatat ada sekitar 43 ribu media abal-abal yang tidak terverifikasi oleh Dewan Pers. Sebagian bahkan berupa blog di internet. Dewan Pers juga beberapa kali mendapat pengaduan terkait media abal-abal tersebut karena memberitakan berita bohong atau hoax. Termasuk terbitnya tabloid Obor Rakyat pada masa-masa Pemilu Presiden 2014.


Stanley menyatakan media-media tersebut tidak termasuk produk jurnalistik atau pers sehingga Dewan Pers mendukung permintaan Presiden Joko Widodo agar aparat hukum menindak media penyebar kebohongan.


"Termasuk polisi meminta konsultasi dan penilaian dari Dewan Pers. Dan kita menemukan media-media ini memang media hoax. Ketika media itu diblokir, mereka berpindah alamat domain di internet. Mereka ini bukan pers. Kalau pers, pasti Dewan Pers berteriak (ketika diblokir). Jadi teman-teman pers tidak perlu cemas atau kuatir," kata Stanley.


Program pemberian logo trusted atau tepercaya serta pemberian kode baris akan diluncurkan Dewan Pers pada 9 Februari 2017, bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional di Ambon, Maluku.


Stanley mengatakan pemberian logo dan barcode terhadap media terverifikasi itu berbeda dengan perizinan di era Departemen Penerangan di masa Harmoko.


"Kalau perizinan, SIUPP, itu kan (media) harus menandatangani (perjanjian) bersedia mematuhi undang-undang, dan bersedia dibina Deppen. Kalau ini tidak ada (seperti itu). Mereka yang terverifikasi di Dewan Pers kan sudah ada, setiap tahun Dewan Pers mendata. Kepada mereka ini, Dewan Pers akan apresiasi bahwa media itu terverifikasi di Dewan Pers," kata Stanley.


Meski begitu, Stanley menandaskan, media yang nanti mendapat logo 'tepercaya' serta barcode terverifikasi juga harus benar-benar menjaga isi produk jurnalistiknya.


Baca: Materi Media Sosial Sebaiknya Masuk ke Sekolah   

Editor:  Rony Sitanggang

  • Dewan Pers
  • verifikasi media
  • media trusted
  • barcode media terverifikasi
  • media abal-abal
  • hoax
  • Stanley Adi Prasetyo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!