HEADLINE

Alasan Koalisi Masyarakat Tolak Rencana Sosialisasi Amdal Pulau G

Alasan Koalisi Masyarakat Tolak Rencana Sosialisasi Amdal Pulau G


KBR, Jakarta - Sosialisasi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan Pulau G di Teluk Jakarta oleh pengembang dinilai bertentangan dengan instruksi Presiden Joko Widodo. Sebelumnya, presiden menginginkan kelanjutan proyek reklamasi memperhatikan kehidupan nelayan dan tak merusak lingkungan. Selain itu, kelanjutan Pulau G, menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengutip Presiden Jokowi, harus menunggu desain NCICD atau proyek tanggul raksasa rampung.

Bertolok pada itu, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta secara tegas menolak rencana sosialisasi Amdal oleh PT Muara Wisesa Samudera selaku pengembang dan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Apalagi menurut anggota koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Tigor Hutapea, penghentian sementara pembangunan Pulau G melalui sanksi administratif oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan sensitifitas proyek ini.


"Jelas nyata telah merugikan kehidupan nelayan, merusak lingkungan hidup teluk Jakarta, memperparah banjir ROB, mengganggu operasional PLTU Muara Karang, menyebabkan konflik diwilayah pengambilan material pasir dan dilakukan dengan cara tindakan korupsi," ungkap Tigor Hutapea kepada KBR, Minggu (29/01/19).


"Nah kami menilai bahwa PT Muara Wisesa itu memaksakan pembangunan itu terus berlanjut dan Pemda DKI malah mefasilitasi proses tersebut. Sementara kan Pemerintah Pusat sudah memoratorium hal itu. Kemudian di Bappenas sedang dikaji ulang, dan banyak hal yang harsu dilengkapi terkait penataan ruang di pesisir teluk Jakarta," tambahnya.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/09-2016/seskab_pramono__reklamasi_intinya_harus_tunggu_desain_ncicd/85053.html">Instruksi Presiden Soal Reklamasi</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/12-2016/blh_jakarta__pengembang_pulau_g_bisa_mulai_susun_perbaikan_amdal/87821.html">BLH Jakarta: Pengembang Bisa Mulai Susun Amdal</a></b> </li></ul>
    

    Dia pun menyayangkan sikap KLHK yang dinilai pasif dan, tak pernah mempublikasikan hasil pengawasan serta perkembangan sanksi administratif PT Muara Wisesa Samudera.

    "Seharusnya pemerintah pusat itu menghentikan segala proses rencana pembangunan termasuk sosialisasi pembahasan Amdal tersebut. Apabila sosialisasi ini tetap dilanjutkan maka PT Muara Wisesa dan Pemda DKI tidak patuh pemerintah pusat."


    Menurut Tigor, rencana sosialisasi AMDAL reklamasi Pulau G ini pun menyimpan masalah. Sebab hingga kini, belum ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Teluk Jakarta yang komprehensif. Sementara mestinya, penyusunan Amdal idealnya berpatokan pada KLHS. Selain itu, Peraturan Daerah Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi syarat untuk menentukan pembangunan di teluk Jakarta juga belum ada.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/01-2017/reklamasi_teluk_jakarta__kemendagri_persilakan_koalisi_adukan_pergub_panduan_rancang_kota_/88184.html">Kemendagri Persilakan Koalisi Masyarakat Adukan Pergub Panduan Rancang Kota</a></b> </li>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/10-2016/sikap_kpk_soal_reklamasi_dipertanyakan/86055.html">Sikap KPK soal Reklamasi Dipertanyakan</a></b> </li></ul>
      

      "Kami menuntut agar KLHK dan KKP mengeluarkan putusan untuk menghentikan pembangunan reklamasi pulau G dan pulau-pulau lainnya," tegas Tigor.

      Sebelumnya beredar surat dari pihak kelurahan pluit yang mengundang berbagai pihak untuk terlibat dalam pembahasan AMDAL pulau G. Kegiatan sosialisasi tersebut akan dilaksanakan lusa, Selasa 31 Januari 2017. (ika)


      Baca juga: KLHK Perpanjang Tenggat Penyelesaian Amdal Pulau G

  • reklamasi teluk jakarta
  • reklamasi
  • reklamasi pulau G
  • Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
  • Pengacara LBH Jakarta Tigor Hutapea

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!