SAGA

[SAGA] Syamsudin, Pendongeng Konservasi: Binatang Juga Punya Hak Hidup

[SAGA] Syamsudin, Pendongeng Konservasi: Binatang Juga Punya Hak Hidup
Syamsudin, pendongeng konservasi alam tengah mentas di di Taman Lingkar Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok. Foto: Gilang Ramadhan/KBR.

KBR, Jakarta - Suatu hari, seorang anak Rimba mencari ibunya yang ditangkap perusahaan kebun sawit. Pasalnya sang ibu dituduh merusak lahan mereka. Dan tanpa sengaja, di tengah perjalanan, bocah itu bertemu Orangutan yang hidup sebatang kara.

Pertemuan tersebut, berlanjut menjadi pertemanan. Keduanya, saling berbagi cerita tentang nasib masing-masing. Namun tiba-tiba, Orangutan itu menjerit. Usut punya usut, rupanya dia kelaparan –tiga hari tak makan.


Dalam obrolan keduanya, tahulah si anak Rimba kalau teman barunya itu kesal dengan manusia yang membabat rumahnya; hutan menjadi kebun sawit. Alhasil, ia kesusahan mencari makan.


Sementara si anak Rimba, murka atas apa yang menimpa ibunya. Sebab, kaumnya harus terusir dari hutan –yang juga menjadi tempat tinggalnya lantaran berubah jadi kebun sawit.


Cerita anak Rimba dan Orangutan ini dikisahkan Syamsudin di Taman Lingkar Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok. Bermodalkan wayang berbahan kardus, ia lantang mengkampanyekan perlindungan hewan yang terancam punah –seperti Badak, Harimau, dan Orangutan.


Dan, demi tujuan itu, pria yang akrab disapa Pak Syam ini, kerap berpindah-pindah daerah dengan berjalan kaki atau menggowes sepeda tuanya. Ketika ditemui usai mentas, dia bercerita apa pentingnya menjaga alam.


“Nilai pentingnya binatang itu habitatnya di hutan dan tidak boleh diabaikan. Binatang juga mempunyai hak hidup, mereka tidak boleh dikerangkeng, di tempat yang tidak semestinya. Kalau hewan liar ya hidup dihabitatnya di hutan. Terus agar anak-anak tahu bahwa kita mempunyai banyak kekayaan mulai dari binatang sampai tumbuhan,” terang Syamsudin.


Pak Syam, sudah mulai mendongeng fabel sejak April tahun lalu. Sejumlah daerah di tiga pulau besar; Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, sudah ia jajaki.


Di sana, ia mengemas dongeng sesuai kearifan lokal masing-masing daerah. Namun pesan yang disampaikan tetap sama.


“Awalnya saya bikin wayang ikan itu untuk bagaimana merangsang anak membuat imajinasi. Merangsang mereka mengembangkan diri. Karena sekolah kita saya prihatinnya jarang ada kegiatan yang kemudian membiarkan anak untuk berekspresi.”


Sial, karena tak semua orang yang mendengar dongengnya sadar dan mau peduli. Di sinilah, ia mencari celah bagaimana menyesuaikan cerita sesuai usia.


“Itu akan banyak sekali strategi. Seperti misalkan penontonnya mahasiswa, saya nggak mungkin dongeng seperti ke anak kecil. Kalau dongengnya ke anak kecil saya nggak mungkin cerita sesuatu yang terlalu berat. Itu nggak akan nyambung ke pemikiran mereka.”


Lantas, seperti apa respon bocah-bocah yang menyimak dongeng fabelnya? “Beragam, ada yang males-malesan, ada yang antusias, ada yang rame, mereka bisa meluapkan ekspresinya. Kebetulan bentuk dongengnya interaktif, jadi pendongeng ini tidak dibatasi. Penonton bagian dari dongeng juga. Saya bisa mengajak anak bergerak, memancing anak untuk berbicara, mencoba mereka untuk menyampaikan pesan mengenai lingkungan. Ini untuk mengasah mental anak-anak juga.”


Zulfi, mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia, mengaku termotivasi mengkampanyekan konservasi alam setelah menyaksikan dongeng Pak Syam. Dan ia ingin melakoni hal serupa.


“Sebenernya bisa jadi lebih memotivasi untuk selalu memberi tahu bahwa konservasi sama pentingnya dengan hal-hal lain. Meskipun dibawa dengan iman, tapi untuk konservasi ini adalah suatu langkah dimana manusia berteman dengan alam,” kata Zulfi.


red


Melahirkan Agen-agen Penggerak


Dalam beberapa waktu ke depan, Pak Syam bakal menyambangi beberapa kawasan di Jabodetabek. Niatnya ingin membangun jaringan dengan berbagai komunitas sehingga lahirlah agen-agen penggerak yang memiliki satu pemikiran.


“Sepulang dari Kalimantan dan melihat kondisi di sana, saya evaluasi bahwa satu saya putuskan bergerak dulu di Jakarta, agar saya mendapat banyak dukungan termasuk dari media. Di sekitar Jabodetabek untuk ke depannya. Setelah kegiatan kemarin jalan kaki Indramayu-UI saya sudah membuat satu titik di kecamatan Losara, di Cikampek juga bikin satu titik, tadi sebelum ke sini bikin di sunter,” kata Syam.


Harapan lebih besar, masih ia pupuk. Setidaknya, langkah mendongeng fabel ini bisa memengaruhi pemerintah membuat kebijakan untuk melindungi alam.


“Harapannya semoga kelestarian hutan di Indonesia yang sudah banyak dialihfungsikan, kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap kelestarian lingkungan bisa segera diperbaiki. Hutan-hutan yang rusak juga bisa diperbaiki. Masyarakat yang ada dipenyangga hutan dan juga kota sadar bahwa hutan itu penting bagi kita. Serta kita juga sadar bahwa hewan pun mempunyai hak hidup,” harap Syam.







Editor: Quinawaty


 

  • dongeng fabel
  • dongeng konservasi
  • syamsudin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!