ASIACALLING

Apa yang Bakal Terjadi di Thailand Pasca Kematian Raja Bhumibol?

Para pelayat berbaris untuk memberikan penghormatan terakhir pada Raja Bhumibol Adulyadej di Bangkok

Rakyat Thailand baru saja kehilangan raja yang sangat mereka cintai.  

Raja Bhumibol Adulyadej meninggal 13 Oktober lalu dalam usia 88 tahun. Ia adalah raja terlama yang memerintah di dunia.


Saat publik masih berduka, putra mahkota Maha Vajiralongkorn menyiapkan dirinya untuk naik tahta. Tapi sang pangeran tidak disukai rakyat Thailand dan ada kekhawatiran tentang bagaimana nanti dia memerintah.


Sementara pemerintah yang dipimpin militer menyatakan transisi akan berjalan stabil, karena negara itu masih rawan pergolakan politik.


Koresponden Asia Calling KBR, Kannikar Petchkaew, mencari tahu apa yang bakal terjadi di Thailand.


Rakyat Thailand sangat berduka atas kepergian Raja mereka. Raja Bhumibol Adujadej meninggal di usia 88 tahun. Dia menjadi raja selama tujuh dekade. Dia dihormati sebagai raja yang bisa menyatukan semua kekuatan di seluruh negeri.


Di sini, di depan istana megah di Bangkok, ribuan orang berpakaian hitam putih memberi penghormatan terakhir pada sang raja. Mereka berdoa di depan foto dan lukisan dirinya.


Semua yang hadir bersatu dalam kesedihan. Wandee, 65 tahun, salah satunya.


“Kami sangat mencintai sang Raja. Dia memimpin dalam waktu yang lama. Ini adalah kesedihan terbesar dari hidup kami. Saya datang untuk melihat dia pergi ke surga,” kisah Wandee.


Wandee datang dengan mobil dari kampung halamannya yang berjarak beberapa jam dari ibukota. Dan dia harus berdiri dalam antrean selama enam jam untuk memberikan penghormatan pada raja.


Seperti semua warga Thailand, dia akan berkabung secara resmi selama satu tahun.


Penobatan putra mahkota menjadi raja secara resmi mungkin akan berlangsung beberapa bulan lagi atau bahkan tahun depan.


Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn, putra tertua raja, telah dinobatkan sebagai pewaris tapi dia meminta waktu untuk berduka sebelum dinobatkan secara resmi.


Untuk saat ini hidup terus berjalan di ibukota ...


Chalong adalah seorang sopir taksi di Bangkok. Mengenakan seragam biru dengan pita hitam berkabung di lengan bajunya, Chalong mengatakan bisnis tidak sebagus yang dia harapkan.


“Ada banyak masalah di sini. Ada demonstrasi. Ekonomi yang harusnya maju jadi terhenti. Ketika ada kesempatan untuk memperbaiki diri, ada kudeta. Sejak itu negara ini seperti jalan di tempat,” keluh Chalong.


Sejak itu, investasi melambat dimana terjadi perubahan tajam dibandingkan dengan tahun 1980-an dan 1990-an.


Seiring negara mempersiapkan diri untuk raja baru, Chalong mengingat apa yang terjadi di masa lalu.


Chalong mengatakan ketika ada kerusuhan politik di masa lalu, raja akan campur tangan untuk memperbaikinya.


Monarki dan khususnya raja dilihat sebagai lembaga stabilitas yang jarang terlibat dalam pergolakan perpolitikan negara itu. Di Thailand telah terjadi 11 kudeta militer yang berjalan sukses sejak 1932.


Kengkij Kittirianglarp adalah seorang sosiolog di Universitas Chiangmai.


Dia mengatakan ada harapan kalau raja baru akan memerintah di lingkungan yang lebih liberal, di mana raja dipandang sebagai sesama manusia.


“Thailand punya banyak masalah. Tapi semuanya dianggap kurang penting karena semua kekuatan sosial diperas ke argumen tentang siapa yang lebih setia kepada monarki. Kita akan melihat almarhum raja akan sering dikutip dengan cara itu atau cara kita menggunakan hukum lese majeste kepada orang lain,” kata Kengkij.


Thailand punya hukum lese majeste kejam yang bisa mengirim seseorang ke penjara karena melakukan tindakan atau menulis sesuatu yang dianggap menghina raja atau keluarganya.


Raja baru, kata Kengkij, bisa menciptakan lebih banyak ruang untuk diskusi dan perdebatan sosial di Thailand.


Jika hukum itu diubah, monarki bisa mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan demokrasi, kata Kengkij.


“Apakah Anda suka raja atau tidak sering digunakan sebagai cara untuk memecah belah masyarakat dan membuat mereka saling bermusuhan. Kerumitan konflik itu menyebabkan hubungan antara individu, lembaga, dan demokrasi tidak terbentuk dengan baik. Dan perubahan ini bisa dimulai oleh kerajaan yang baru,” tutur Kengkij.


Jurnalis dan kritikus sosial Teeramon Bua-ngam juga mengatakan raja baru bisa mengantarkan rakyat ke dalam periode perubahan.


“Thailand mungkin punya penegakan hukum yang kuat, tapi itu tidak cukup untuk membawa rakyat untuk bersatu. Untuk berdiri sebagai monarki modern, saya setuju dengan banyak pihak yang menyarankan reformasi. Bukan hanya raja, tapi semua orang harus terlibat.”


Terramon percaya saat ini adalah waktu yang tepat untuk mulai melakukan perubahan.


“Saya yakin monarki tahu situasi dengan baik, bahwa jika mereka tidak berubah mereka tidak akan mampu melawan semua tantangan global. Ini adalah waktu yang tepat bagi penguasa baru untuk memulai sesuatu yang baru. Masyarakat Thailand siap dan menunggu itu terwujud,” harap Teeramon.


Mungkin akan ada banyak perubahan baru ke depannya bagi negara ini.


Rakyat Thailand tidak hanya melihat Raja Bhumibol sebagai seorang raja penyatu tapi juga seorang pencinta musik dan seni.


Meski dia telah pergi, rakyat masih bisa mendengarkan warisan musiknya.

 

  • Kannikar Petchkaew
  • Raja Bhumibol Adulyadej
  • Junta militer Thailand

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!