CERITA

Dari Radio Penyebar Kebencian Jadi Radio Perdamaian

"Rafiq Syamsuddin membantu membakar kebencian di udara Poso melalui Radio Hamas. Tapi pada 2006, dia memutuskan untuk berubah. "

Radio Matahari yang menyuarakan perdamaian di Poso. (Foto: Gun Gun Gunawan)
Radio Matahari yang menyuarakan perdamaian di Poso. (Foto: Gun Gun Gunawan)

Poso menjadi tempat bentrokan brutal antara Kristen dan Muslim. Kota itu mendapat reputasi buruk karena beberapa kekerasan antar-agama terburuk terjadi di kawasan itu.

Puncak konflik terjadi dari 1998 hingga 2002. Hampir 600 orang tewas dan hampir 10 ribu mengungsi.


Rafiq Syamsuddin membantu membakar kebencian di udara melalui Radio Hamas. Tapi pada 2006, dia memutuskan untuk berubah.


“Saya namai Matahari karena saya tertarik dengan filosofi matahari yang memberi terang tanpa pandang bulu,” jelas Rafiq.


Ini adalah perubahan dramatis yang dialami radio yang dia kelola saat puncak konflik antar-agama terjadi di Poso.


“Dulu sebelum bikin Radio Matahari, saya bikin Radio Hamas namanya. Itu radio perjuangan dan isinya memang menyuarakan perjuangan umat Islam. Lagunya Nasyid semua, tidak ada lagu yang lain,” tambahnya.


Dia berjuang bersama milisi Muslim dalam konflik yang menewaskan ratusan orang itu dan dipenjara selama enam bulan. Selama dalam penjara dia punya waktu untuk merenung.


“Prinsipnya, saya tidak merasa pernah membunuh orang secara langsung, tetapi tidak yakin kalau peralatan yang saya buat itu tidak pernah mencederai orang. Hukuman 6 bulan itu terasa belum cukup untuk membersihkan perasaan bersalah saya. Walaupun pada saat itu semua orang tidak punya pilihan. Jadi ini bagian dari upaya menebus rasa bersalah,” ungkap Rafiq.


“Lalu kita off radio itu dan saya mendirikan Radio Matahari, tapi komunitas dan kawan lain masih banyak yang mengetahui hal itu, tapi perlahan kita bisa mengikisnya. Kita undang tokoh agama Islam dan Kristen, dialog tentang masalah Poso dsb, bicara tentang masa depan Poso yang aman dan damai, perlahan-lahan juga kondisi itu bisa pulih,” tamabahnya.


Awalnya kelompok-kelompok Kristen masih curiga dan tidak percaya kalau dia sudah berubah. Radionya juga menghadapi masalah keuangan.


“Pada saat itu, radio kita belum bisa beriklan karena situasi Poso masih belum stabil. Alhamdulilah, kawan-kawan yang punya radio juga masih ingin menyiar sebagai hobi, tidak menuntut harus mendapatkan gaji dari pekerjaannya sebagai penyiar. Mereka sekedar saja mengisi beberapa waktu luang di radio. Kalau hal-hal operasional lain, seperti listrik dsb, kita dan kawan-kawan masih patungan, kumpul masing-masing untuk bisa menutup biaya operasional, listrik dsb,” jelas Rafiq.


Rafiq mengaku radionya butuh waktu dua tahun agar bisa diterima masyarakat, dan kondisinya membaik pada 2009.


“Tugas utama kita adalah menyampaikan informasi yang terkadang juga meng-counter isu-isu yang berkembang di masyarakat yang didapat dari sumber yang tidak jelas. Nah itu yang utama pada saat itu.”


“Ya kadang kita menabrak apa yang disebut sebagai keseimbangan dalam pemberitaan. Terkadang di Poso, kalau faktanya berpotensi memicu provokasi pada salah satu kelompok, kita berupaya untuk memodifikasi informasi dan fakta menjadi berita yang buat kira-kria semua bisa diterima. (Seperti apa misalnya?) Poso waktu itu sangat sensitif ya, misalnya kalau ada orang Muslim mati, meninggal di Tentena, kejadiannya mungkin saja tabrakan, atau apa, tapi kejadian di Tentena, itu orang akan segera mengambil kesimpulan bahwa umat Muslim dibantai umat Kristiani di Tentena, dan itu dalam beberapa jam akan ada balasan di sini. Hal seperti itu, walaupun kalau misalnya kematian karena tabrakan terjadi karena kesengajaan, itu faktanya, tapi kita harus bisa mengemasnya sebagai kecelakaan lalu lintas yang murni. Sering terjadi yang seperti itu? Beberapa kali pernah terjadi seperti itu.”


Radio ini sekarang juga bisa didengarkan secara online dan masa depan Radio Matahari terlihat cemerlang.

 

  • Radio Matahari Poso
  • Konflik Poso
  • Gun Gun Gunawan
  • toleransi
  • deradikalisasi
  • DRL
  • Toleransi
  • petatoleransi_28Sulawesi Tengah_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!