CERITA

Kebakaran di Gn Apo Ancam Burung Lambang Negara Filipina

Kebakaran di Gunung Apo Filipina dikhawatirkan  mengganggu habitat Elang Filipina yang terancam puna

Pemerhati lingkungan menyuarakan kekhawatiran mereka atas dampak kebakaran yang melanda 350 hektar hutan dan padang rumput di Gunung Apo, puncak tertinggi di Filipina.

Meski kebakaran sudah bisa dikendalikan, tetap muncul ketakutan kalau itu akan berdampak pada Elang Filipina yang terancam punah. Burung ini adalah burung lambang negara Filipina.

Madonna Virola menyusun laporannya dari kota Calapan.

Para ilmuwan dan pegiat lingkungan ini berkumpul di Simposium Biodiversiti Nasional ke-25. Mereka datang untuk membahas dan berkolaborasi mencari cara melestarikan kekayaan keanekaragaman hayati di Filipina.

Di antara mereka ada Dennis Salvador, Direktur Eksekutif Yayasan Elang Filipina dari kota Davao, Filipina selatan.

Tahun lalu diperkirakan 600 ekor elang Filipina yang tersisa di alam liar. Sebagian besar mereka terancam oleh deforestasi, penebangan dan perluasan kawasan pertanian.

Tapi sekarang Dennis mengatakan dia juga khawatir dengan dampak kebakaran di Gunung Apo, yang menyebar dengan cepat karena kekeringan.

“Kami khawatir karena daerah itu dekat tempat Elang Filipina bersarang,” ungkap Dennis.

Elang Filipina adalah salah satu burung paling langka dan paling kuat di dunia.

Burung ini punya paruh melengkung besar, bulu tebal berwarna coklat dan putih dan bentangan sayap yang lebar. Tingginya bisa mencapai satu meter dan berat sampai delapan kilogram.

Dia juga satu-satunya burung pemangsa bermata biru di dunia. Makanannya mulai dari lemur, tupai, ular, burung enggang, kelelawar, bahkan monyet.

Dennis menjelaskan mengapa kebakaran hutan bisa mempengaruhi sumber makanan elang.

“Elang Filipina adalah predator besar dan daerah perburuannya mencapai 10 ribu hektar. Ada beberapa mangsa tertentu yang menempati area pegunungan hingga taman nasional Gunung Apo yang terbakar. Ini akan membuat hilangnya beberapa sumber makanan, tempat berkembang biak dan tempat mencari makanan atau berburu,” kata Dennis.

Efren Garcellano aktif naik gunung sejak tiga dekade lalu. Kini dia menjadi konsultan lingkungan di pemerintah daerah Oriental Mindoro.

Dia mengatakan pemerintah belum berbuat banyak untuk melindungi pegunungan seperti Apo. Termasuk keanekaragaman hayatinya yang unik, seperti Elang Filipina, yang hanya bisa ditemukan di daerah tertentu di negara ini.

“Ini berulang kali terjadi dan tidak ada yang peduli. Dan pemerintah tidak punya rencana dan tampaknya tidak peduli dengan apa yang terjadi di Gunung Apo,” keluh Efren.

Dr Antonio Manila adalah Asisten Direktur di Biro Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Nasional.

Dia mengatakan cadangan belerang di Gunung Apo menyulitkan pemadaman api meski sudah melibatkan ratusan relawan.

Pemerintah juga menerbangkan helikopter untuk menjatuhkan galon air di padang rumput yang terbakar dari puncak gunung.

Sebuah laporan menyebut ada pendaki yang tidak memadamkan api yang mereka gunakan untuk memasak.  Dr. Antonio mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menyatakan Gunung Apo sebagai daerah yang tidak boleh dimasuki.

“Kami ingin melarang pengunjung naik ke gunung, mungkin sekitar 3-5 tahun jika bisa. Kemungkinan lain adalah menurunkan relawan dari masyarakat adat untuk membantu kami mencegah hal ini terulang.”

Pegiat lingkungan Dennis Salvador berharap pemerintah akan mengambil pendekatan yang lebih pro-aktif untuk membantu melestarikan Elang Filipina yang terancam punah.

“Elang Filipina adalah predator tertinggi dalam ekosistem hutan hujan. Dengan demikian, dia punya nilai praktis dalam menjaga dinamika ekosistem hutan ini. Adanya elang Filipina dalam hutan tertentu akan memberitahu kita kalau hutan ini sehat karena ada banyak organisme berkembang di sana,” jelas Dennis.

 

  • Madonna T. Virola
  • Elang Filipina
  • Kebakaran Gunung Apo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!