BERITA

Sudah Sebulan, Lima Nelayan Cilacap Hilang di Perairan Australia

Sudah Sebulan, Lima Nelayan Cilacap Hilang di Perairan Australia

KBR, Cilacap – Sebanyak lima Anak Buah Kapal (ABK) asal Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dikabarkan turut menjadi korban terbakarnya Kapal Golden Tuna 88 di perairan Australia, 29 Oktober 2017 lalu.

Lima ABK asal Desa Pesanggrahan Kecamatan Kesugihan itu masih dinyatakan hilang.

Kepala Dewan Pengurus Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Sarjono mengatakan lima ABK tersebut bernama Nasiwan, Sukijo, Lewih Prayitno, Warsidin, dan Yahman Subehi. Mereka berasal dari kampung yang sama yakni RT 01/RW 3 Desa Pesanggarahan.

Lima ABK asal Cilacap itu menjadi kru kapal Golden Tuna 88 milik PT Chiu Shih, sebuah perusahaan industri pengolahan hasil laut yang beralamat di Benoa, Bali. 

Menurut penelusuran KBR, perusahaan ini beralamat di Jl Ikan Tuna Raya Barat II, Benoa, dengan pemegang saam berasal dari Taiwan.

Menurut Sarjono, seluruh kru kapal yang berjumlah 19 orang, termasuk nahkoda, masih dinyatakan hilang. 

Dari 19 orang itu, lima orang ABK berasal dari Cilacap, dan empat orang ABK berasal dari Pemalang Jawa Tengah. 

Kapal Golden Tuna hilang kontak sekitar 25 Oktober 2017. Saat ditemukan kapal dalam kondisi terbakar, namun tidak ditemukan orang.

Sarjono mengaku baru memperoleh laporan hilangnya ABK asal Cilacap pada Sabtu, 25 November 2017 lalu. Lima ABK tersebut ternyata tidak memproses administrasi keberangkatannya di Cilacap, melainkan di Bali.

Sarjono mengatakan sudah berkoordinasi dengan HNSI Bali dan DPD HNSI Jawa Tengah untuk turut mendampingi pengurusan hak-hak ABK yang menjadi korban. Rencananya, pekan ini keluarga korban akan menggelar pertemuan dengan PT Chiuh Shih di Bali.

Sarjono mengatakan telah membantu keluarga korban dengan membuatkan Kartu Tanda Nelayan (KTN) dan rekomendasi yang diperlukan.

"Saat ini masih tahap pencarian terus, sampai saat ini belum ada penjelasan. Kami berharap bisa merapat ke pemilik kapalnya di Bali untuk meminta penjelasan. Nanti di sana akan dibicarakan, termasuk nelayannya itu, harus diasuransikan. Harusnya perusahaan yang memiliki kapal itu harus tahu," kata Sarjono, Selasa (28/11/2017).

Sarjono menambahkan HNSI juga akan menelusuri kepemilikan asuransi tenaga kerja awak kapal Golden Tuna 88. Sebab, sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk menyediakan asuransi untuk pekerjaan berisiko tinggi seperti profesi anak buah kapal.

Seorang nelayan yang menjadi kru kapal tuna di perairan internasional, kata Sarjono, harus memiliki jaminan perlindungan sosial berupa jaminan atau asuransi kesehatan, ketenagakerjaan, dan asuransi jiwa. Sebab, pekerjaannya memang berisiko. Asuransi itu menjadi beban kewajiban perusahaan yang mempekerjakan ABK.

Sarjono menambahkan, sementara ini pihaknya belum berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Cilacap. Namun, keluarga dan HNSI sudah melaporkan kejadian ini ke kepolisian.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/10-2017/cuaca_buruk__19_kapal_nelayan_tenggelam_dan_60__rusak_di_cilacap/93061.html">Cuaca Buruk, 19 Kapal Nelayan Tenggelam dan 60 Rusak di Cilacap</a> </b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/09-2017/ombak_tinggi_hantam_perairan_aceh/92573.html">Ombak Tinggi Hantam Perairan Aceh</a>  &nbsp; &nbsp;</b><br>
    

Editor: Agus Luqman 

  • kapal terbakar
  • nelayan hilang
  • ABK Hilang
  • Kapal Golden Tuna
  • hnsi
  • hnsi cilacap

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!