OPINI

Inkubator Ekstremisme

Rekonstruksi bom kimia tersangka teroris

Organisasi demokrasi Setara Institute mendapati sejumlah masjid, kampus, dan pesantren menjadi tempat penyemaian benih radikalisme. Penelitian yang dilakukan Setara  di kota Depok dan Bogor, Jawa Barat menunjukkan bagaimana secara terbuka kelompok-kelompok itu mengkampanyekan intoleransi. Kedua kota bisa menjadi inkubator bagi tumbuhnya benih-benih terorisme.

Hasil penelitian dari Januari hingga Oktober itu dilakukan dengan mewawancarai mulai dari jemaah masjid, santri, orang tua, warga hingga pemerintah. Paham Islam garis keras yang gemar mengkafirkan atau memurtadkan sesama muslim itu mengemas pandangannya melalui sikap anti-Ahok dan anti-Pancasila. Kebencian terhadap liyan itu tak hanya direproduksi dengan cara konvensional seperti ceramah atau pertemuan. Melalui berbagai media sosial pandangan tersebut juga disebarluaskan oleh pengikutnya.

Peneliti menemukan setidaknya ada 20 nama yang pernah terlibat kasus terorisme pernah tinggal atau berinkubasi di kedua kota. Dari mulai bom Bali pada 15 tahun silam, hingga bom Kampung Melayu pada Mei lalu menunjukkan ada aktivitas mereka dengan Depok dan Bogor. 

Pemerintah dan aparat di pusat juga daerah sepatutnya memberi perhatian khusus pada kedua kota. Apalagi kedua kota, juga Provinsi Jawa Barat telah beberapa tahun ini melekat julukan sebagai kota intoleran. Tentu tak harus seperti Arab Saudi yang memecat ribuan imam masjid lantaran diduga menyebarkan paham ekstrem. 

Mumpung benih-benih itu belum tumbuh besar dan merusak, upaya pendekatan mesti dilakukan. Organisasi juga ulama yang dikenal mengkampanyekan toleransi dan kebhinekaan bisa dilibatkan.  Ini untuk memastikan tak ada korban dari tindakan kaum ekstrem tersebut. 

  • antipancasila
  • islam garis keras
  • Setara Institute
  • inkubator terorisme
  • Kota Depok
  • Kota Bogor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!