BERITA

Fahri Hamzah: DPR Babak Belur Gara-gara KPK

Fahri Hamzah: DPR Babak Belur Gara-gara KPK

KBR, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK menginvestigasi kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP). 

Fahri meragukan klaim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa perkara itu merugikan negara sebesar Rp2,3 trilliun.

Fahri mengatakan, Pansus DPR perlu menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan secara bancakan oleh anggota DPR. Termasuk dugaan keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara tersebut.

"Sekarang saya mendorong Pansus Angket, coba mulai menginvestigasi kasus e-KTP karena ini bohongnya banyak. Saya juga akan menuntut, kalau KPK tidak bisa membuktikan kerugian negara Rp2,3 triliun saya kira itu akhir dari KPK. Bubarkan saja KPK, sebab DPR sudah babak belur gara-gara KPK," kata Fahri di Komplek Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Baca juga:

Fahri meminta Pansus Angket DPR mengeluarkan rekomendasi pembubaran KPK jika tidak ada kerugian negara dalam perkara e-KTP. Menurut Fahri, tidak ada masalah dalam proyek pengadaan KTP elektronik skala nasional tersebut.

Ia menyanggah bahwa proyek e-KTP telah gagal karena masih banyak masyarakat yang belum mendapat e-KTP. Menurut Fahri, wajar jika banyak orang belum menerima e-KTP karena setiap tahun masyarakat yang berusia 17 tahun terus bertambah.

"Setiap tahun ada orang berulang tahun ke-17. Karena ada orang yang berusia 17 tahun maka blanko baru diperlukan," kata Fahri.

Dalam penanganan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP, KPK menahan Ketua DPR Setya Novanto, di rumah tahanan KPK, Jakarta, pada Minggu, 19 November 2017 lalu. Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka sejak Selasa, 31 Oktober 2017.

Baca juga:

Gugatan praperadilan

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan saat ini KPK sedang mendalami gugatan praperadilan kedua yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto. 

Febri mengatakan KPK mempunyai tim khusus untuk menangani pengajuan Novanto yang seolah-olah mengacu aturan KUHP.

"Ada dua tim yang ditugaskan saat ini. Tim biro hukum yang ditugasi mempelajari permohonan praperadilan yang sudah disampaikan, misalnya permohonan yang diajukan terkait 'ne bis in idem'," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/11/2017).

Berdasarkan hukum pidana Indonesia, asas 'ne bis in idem' merupakan Pasal 76 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang artinya seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Seolah-olah ketika sudah ada putusan praperadilan sebelumnya terhadap penetapan tersangka SN pada bulan Juli 2017 dan dibatalkan pada bulan September, ketika diadakan penyidikan baru itu dianggap 'ne bis in idem'. Kita bisa membedakan, tapi argumentasi itu perlu kita pelajari lebih lanjut," ungkap Febri.

Selain biro hukum, KPK juga menyiapkan tim bagian Deputi Bidang Penindakan yang ditugaskan untuk menangani kasus KTP elektronik secara berkelanjutan, yang sampai sekarang terus melakukan pemeriksaan kepada saksi. 

"Jadi (pemeriksaan) jalan secara pararel," ujar Febri. 

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • fahri hamzah
  • Setya Novanto tersangka
  • Setya Novanto ditahan
  • Setya Novanto e-KTP
  • Setya Novanto melawan
  • Setya Novanto vs KPK
  • tersangka e-KTP
  • megakorupsi e-KTP
  • korupsi e-ktp

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!