BERITA

Polisi kepada Massa: Bubar-bubar, Kegiatan di LBH Jakarta Tidak Bahas PKI!

Polisi kepada Massa: Bubar-bubar, Kegiatan di LBH Jakarta Tidak Bahas PKI!

KBR, Jakarta - Kapolres Jakarta Pusat Suyudi menegaskan tidak pernah ada kegiatan berkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) atau tentang komunisme di LBH Jakarta. 

Penegasan itu disampaikan Suyudi kepada massa yang mengepung kantor LBH Jakarta, sejak Minggu (17/9/2017) hingga Senin (18/9/2017) dinihari. 

"Kegiatan kemarin dikatakan di medsos itu membahas PKI, itu tidak benar. Saya sampaikan sebenarnya. Tidak mungkin saya Kapolres berkata tidak benar," kata Suyudi, Senin (18/9/2017) dini hari.

Petinggi Kepolisian Jakarta dan Kodim Jakarta Pusat memerintahkan massa membubarkan diri. Kepada massa, aparat berjanji akan memproses hukum jika ada cukup bukti seperti tuduhan massa. 

Massa mengepung LBH Jakarta karena menuding kegiatan di dalam gedung itu merupakan upaya membangkitkan kembali PKI. 

Ratusan orang mengepung LBH Jakarta sejak Minggu (18/9/2017) malam pukul 21.00. Mereka memaksa masuk untuk membubarkan acara. Mereka juga menuntut polisi menahan penyelenggara acara.

Sempat beberapa kali terjadi adu mulut antara massa dengan aparat keamanan. Massa juga agresif menaiki pagar. Sempat terjadi dua kali pelemparan batu dan botol ke kantor LBH Jakarta. Massa bertahan hingga Senin dinihari.

Baca juga:

Lapor Kompolnas

Tim advokasi Seminar 65 berencana melaporkan aparat kepolisian ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) atas pembubaran paksa seminar sejarah 65 di LBH Jakarta, Sabtu (17/9/2017) lalu. 

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan aparat kepolisian menerobos masuk ke kantor LBH Jakarta dan mengintimidasi sejumlah panitia juga peserta.

"Kami mempersilakan polisi masuk untuk berdialog. Tapi mereka justru naik sampai lantai empat tanpa izin dari kami. Mereka mencopot spanduk, sempat mau menyita laptop, dan mau membawa peserta ke kepolisian," ujar Asfinawati di kantor LBH Jakarta, Minggu (17/9/2017).

Selain memaksa masuk, aparat kepolisian juga membarikade Jalan Diponegoro menuju arah Mendut. Polisi mencegah para peserta, termasuk penyintas korban 1965-1966, masuk ke kantor LBH Jakarta. Padahal sehari sebelumnya, kata Asfi, sudah ada pertemuan antara panitia dan Polda Metro Jaya.

Dalam pertemuan itu, kata Asfi, pihak panitia meluruskan bahwa forum diskusi terbatas yang mereka adakan hanya membahas soal penyiksaan yang dialami para penyintas 1965-1966. Mereka sepakat acara dilanjutkan dengan syarat ada perwakilan kepolisian di dalam tempat acara untuk mengawasi isi diskusi. 

Namun, kata Asfinawati, kesepakatan itu dilanggar Polsek Menteng dengan alasan acara tak berizin dan tanpa pemberitahuan.

Asfinawati menyanggah alasan polisi membubarkan acara itu. Asfinawati mengatakan acara yang mereka selenggarakan tidak dilakukan di tempat terbuka dan hanya dihadiri maksimal 50 orang. Asfi membandingkan dengan acara lain yang diselenggarakan LBH Jakarta. 

Asfi menambahkan, kepolisian juga tak pernah menagih perizinan maupun pemberitahuan. Jumat (8/9/2017) lalu, LBH Jakarta juga mengadakan pentas musik memperingati aktivis HAM Munir Said Thalib di halaman parkirannya dan tidak diganggu polisi.

"Negara ini mulai mundur. Di tengah semangat pembangunan ekonomi dan fisik, kita ditempatkan berdiskusi di kantor sendiri harus izin. Padahal acara baru minggu lalu tidak masalah. Beberapa hari lalu kami mengadakan pertunjukan musik, di halaman parkir dan tidak dimintakan izin. Dan memang tidak perlu izin juga," kata Asfi.

Kegiatan Seminar Pelurusan Sejarah 65-66 terpaksa ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • LBH Jakarta
  • pembubaran diskusi
  • pembubaran seminar LBH
  • YLBHI
  • tragedi65
  • tragedi 65
  • Pelanggaran HAM 1965
  • simposium tragedi 1965
  • korban 1965
  • IPT 1965
  • simposium 65
  • tragedi 1965
  • Peristiwa 1965

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!