BERITA

KLHK Cabut Sanksi Pulau C dan D, Nelayan: Belum ada Perbaikan

KLHK Cabut Sanksi Pulau C dan D, Nelayan: Belum ada Perbaikan

KBR, Jakarta-   Nelayan Muara Angke yang mencari ikan di sekitar Pulau C dan D proyek reklamasi teluk Jakarta, Iwan Setyawan mempertanyakan pencabutan sanksi administrasi kedua pulau tersebut. Iwan beralasan, tak ada tanda-tanda perbaikan yang dilakukan pengembang kedua pulau tersebut, seperti yang tertulis dalam sanksi administratif, misalnya soal menyediakan akses bagi nelayan melaut tanpa harus memutari pulau. 

Iwan berkata, dia dan nelayan lainnya tetap harus memutari Pulau C dan D apabila hendak melaut, sehingga memerlukan bahan bakar lebih banyak.

"Melaut sekarang, tadinya kita bensin minimal 3 sampai 5 liter, sekarang mencapai 10 sampai 15 liter untuk mutari pulau itu. Itu pun penangkapannya sangat berkurang. Apalagi waktu reklamasi masih nimbun pasir ya. Itu jelas hangus semua biota laut. Jadi tidak ada ikan di wilayah Teluk Jakarta. Setelah moratorium, biola laut mulai tumbuh kembali dan subur. Artinya, pemerintah sudah jelas bertujuan jahat pada nelayan, dan memperburuk nasib nelayan," kata Iwan kepada KBR, Rabu (06/09/2017).


Iwan mengatakan, keberadaan kedua pulau reklamasi tersebut sangat berdampak buruk bagi nelayan. Dia berkata, sejak mengurukan pulau, nelayan langsung kehilangan biota laut di sekitar pantai, seperti kerang dan kepiting. Selain itu, nelayan juga harus memutari kedua pulau saat akan melaut, sehingga kebutuhan bahan bakarnya melonjak hingga tiga kali lipat.


Iwan berkata, saat sebelum pembangunan kedua pulau dimoratorium, para nelayan sampai tak bisa melaut sama sekali. Kata dia, situasi sempat membaik saat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memoratorium pembangunan dan nelayan mulai kembali melaut. Kata Iwan, dengan modal Rp 2 juta, dia bisa kembali dengan sedikit untung, meski beberapa kali juga harus merugi atau hanya balik modal.  

Senada dikatakan nelayan Pariatma alias Daeng. Sejak adanya proyek pembangunan di kedua pulau tersebut, hasil tangkapannya menurun drastis. Sebab kata dia, proyek di kedua pulau tersebut menyebabkan pendangkalan laut, sehingga menyebabkan ikan-ikan di sana berkurang.

"Sangat terganggu usahanya. Kami di sini istilahnya sudah mati arus. Jadi ikan sudah tidak ada lagi di wilayah sini. Kalaupun ada sangat sedikit, itu pun kami juga harus menunggu lama," kata dia saat dihubungi KBR melalui sambungan telepon.


Ia menambahkan, sejak adanya pembangunan di Pulau C dan D, para nelayan terpaksa mengubah lokasi pencarian hingga ke wilayah Tanjung Priok. Hal tersebut menyebabkan tingginya ongkos yang perlu dikeluarkan untuk membeli solar untuk kapalnya.


Sementara itu Kepala Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Riyanto Basuki menyebut, PT Kapuk Niaga Indah sebagai pengembang pulau C dan D masih perlu mengevaluasi sejumlah hal seperti lebar jarak antar pulau. 


"Secara De Jure (hukum-red) dengan sanksi yang dicabut itu, sementara ini kami menganggap secara AMDAL sudah berjalan. Tapi ada beberapa hal--terutama yang terkait dengan masalah lingkungan yang lebih dalam lagi. Kami menyarankan kepada pengembang untuk mengevaluasi kembali mengenai masalah lebar dari jarak antara pulau dengan mainland-nya, dan juga jarak antarpulaunya sendiri," kata dia.


Riyanto menambahkan, apabila dilihat dari AMDAL yang diajukan oleh pihak pengembang, jarak antarpulau di Pulau C dan D masih 100 meter. Sementara rekomendasi dari Pusat Riset Kelautan KKP menyebutkan, jarak itu harus diperlebar hingga 300 meter.


"Itu yang masih perlu dikawal terkait pencabutan sanksi tersebut. Sebab, jarak yang terlalu sempit akan berdampak pada lalu lintas kapal yang lewat di kedua pulau itu," kata dia.


Pasca pencabutan sanksi, pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatakan PT Kapuk Naga Indah bisa kembali mengajukan izin lingkungan baru bagi  Pulau E. Kepala Bappeda DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengatakan, pembatalan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bukan pembatalan izin reklamasinya.


Oleh karenanya kata dia, pengajuan izin lingkungan bisa kembali dilakuka.


"Yang dimaksudkan tadi dibatalkan izin untuk Pulau E itu izin lingkungan yah bukan Izin Reklamasinya. (Tetapi izin lingkungan bukannya dasar?) Iya tapi bisa ulang lagi sebagaimana pulau-pulau lain," ujarnya kepada wartawan di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta.


Sebelumnya, Izin lingkungan Pulau E, pulau reklamasi di Teluk Jakarta,  dibatalkan karena ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) baru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan. Kata dia, KLHS yang baru itu menjadi landasan untuk mengeluarkan izin lingkungan yang baru.  Dia mengklaim, ketentuan itu tidak hanya untuk Pulau E saja tetapi juga untuk pulau reklamasi lainnya.


"Jadi yang Pulau E ini izin lingkungannya batal demi hukum karena KLHS-nya baru kan. Jadi tinggal ajukan lagi saja. (Di ajukan ke Pemprov?) Iya ke Pemprov karena kami yang keluarkan."


Rabu (06/09) Pemerintah  mencabut sanksi administrasi pulau C dan D proyek reklamasi teluk Jakarta.  Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan, pencabutan sanksi ini dilakukan karena Pemprov DKI dan Pengembang Reklamasi Teluk Jakarta sudah memenuhi 11 poin yang menjadi syarat pembangunan kedua pulau tersebut.


Kata dia, pekan ini Pemerintah bakal mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait pencabutan sanksi tersebut agar pengembang bisa melanjutkan pembangunan kedua pulau itu.


Salah satu poin dalam syarat itu kata dia adalah dicabut atau dibatalkannya izin lingkungan Pulau E karena tidak sesuai dengan KLHS dan Dokumen Amdal yang baru.


Editor: Rony Sitanggang

 

  • PT Kapuk Naga Indah
  • Pulau C
  • D
  • dan E
  • Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
  • reklamasi teluk jakarta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!