HEADLINE

Durasi Film G30S Dipangkas, Panglima TNI Tandaskan Tidak Ada Paksaan Warga Ikut Nobar

Durasi Film G30S Dipangkas, Panglima TNI Tandaskan Tidak Ada Paksaan Warga Ikut Nobar

KBR, Jakarta - Panglima TNI Gatot Nurmantyo menegaskan tidak akan menarik telegram perintah untuk menonton film G30S/PKI. Menurut Gatot, film garapan Arifin C Noer itu sudah melalui tahap penyuntingan sebelum akhirnya diputar kembali.

Gatot menjelaskan, sebagian TNI daerah sudah menggelar acara nonton bareng film tersebut sehingga tidak mungkin telegram ditarik kembali. Ia pun memastikan bahwa film yang diputar itu sudah disunging sesuai fakta sejarah.

"Jadi film G30S/PKI itu sudah diedit, dari tadinya durasi empat jam menjadi tinggal satu jam. Yang mengedit itu mantan Kadispenad, Pak Brigjen TNI Panjaitan, yang sekarang jadi Duta Besar RI di Perancis, dan beliau juga anak dari pahlawan revolusi DI Panjaitan. Sehingga fakta-faktanya saja yang ditampilkan, tidak akan menyudutkan kemana-mana," katanya usai pertemuan dengan Purnawirawan TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).

Gatot menegaskan tidak ada paksaan untuk menonton film itu. Menurut dia, hanya pasukannya sajalah yang dipaksa dan harus ikut menyaksikan film itu.

"Kalau prajurit ya saya paksa, karena itu urusan saya, pasukan saya. Kalau warga, tanya saja apa ada yang dipaksa?" jelasnya.

Terkait pembuatan film versi baru yang direncanakan pemerintah, Gatot memastikan apapun yang akan dibuat pemerintah, TNI menjadi bagian dari pemerintah.

"Kita ikut saja apa maunya pemerintah, karena kita bagian dari pemerintah. Cuma saya tegaskan, yang menyangkut agama dan ideologi itu tidak bisa diubah," tandas Gatot.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • G30S
  • korban G30S
  • G30S PKI
  • film g30spki
  • film G30S/PKI
  • Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI
  • tragedi 1965
  • Peristiwa 1965
  • korban tragedi 1965
  • kasus 1965

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!