SAGA

[SAGA] Menjelajahi Ekspedisi Zero Waste Hingga ke Argopuro

"Setiap ekspedisi, Siska selalu mengajak kawan yang berbeda. Tujuannya demi mengajak lebih banyak orang mengurangi sampah."

[SAGA] Menjelajahi Ekspedisi Zero Waste Hingga ke Argopuro
Siska Nirmala, penggagas Ekspedisi Zero Waste. Foto: Facebook Siska Nirmala.

KBR, Jakarta - Siska Nirmala kecanduan mendaki. Seperti kebanyakan pendaki, dia selalu membawa banyak perbekalan; air mineral kemasan, makanan ringan, dan mi instan. Dan begitu turun, sudah pasti memanggul banyak sampah.

Pada 2011 –saat pendakian ke Gunung Rinjani, Siska disuguhi pemandangan mengerikan. Kala menyusuri jalur Sembalun, botol plastik, styrofoam, bungkus makanan dan cokelat batangan mengintip dari sudut-sudut semak Rinjani. 

Ia pun menggerutu, kesal melihat alam menjadi kotor. Tapi seketika dia sadar, dirinya juga berperan menghasilkan sampah. “Miris, gunung indah tapi sampahnya banyak. Eh tapi aku ingat, di daypack aku juga banyak makanan instan,” ujar Siska. 

Penyesalan itu rupanya terus terbawa. Sampai pada 2012, kala mendaki Gunung Semeru, dia menemukan masalah yang sama; sampah menggunung dari Ranukumbolo hingga pos Kalimati. Ketika itu, Siska dan lima kawannya memboyong satu kantong plastik besar berisi sembilan botol air mineral berukuran 1,5 liter dan sekantong sampah perbekalan. Dan meski ada Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di pos Kalimati, sampah tetap saja menumpuk hingga membusuk. 

Baginya, membawa turun sampah tak otomatis menuntaskan masalah. Sebab itu, hanya memindahkan masalah. Itulah mengapa, dia menggagas Ekspedisi Zero Waste.

Ekspedisi pertamanya dimulai pada 2013. Tujuannya Gunung Gede, Bogor. Dua hari mendaki, Siska langsung mengganti perbekalannya dengan buah-buahan, sayur-mayur, abon yang dibungkus kotak, dan air minum botol. 

Sampah perbekalannya lantas disiasati; kulit buah dikubur dalam tanah agar jadi kompos, bijinya dibawa pulang agar tidak tumbuh dan merusak ekosistem Gunung Gede. 

Pendakian pertama pun berlanjut hingga yang kedua sampai kelima. Sejak 2013-2015, ekspedisi zero waste dilakukan ke lima gunung. Selain Gunung Gede, juga Tambora, Papandayan, Lawu, hingga Argopuro. Di setiap pendakiannya, Siska sebisa mungkin mencari cara untuk tidak menghasilkan sampah.

Di pendakian terakhir ke Argopuro pada 2015, selama lima hari Siska membawa dua botol minum ukuran satu liter, sayur-mayur untuk dimasak, telur puyuh sebagai tambahan protein, dan buah-buahan sebagai kudapan ringan. Semua ia bawa dengan kantong kain dan kotak bekal.

“Lima hari tanpa menghasilkan sampah. Bahan kemasan yang aku pindahin cuma gula, garam, dan abon. Sisanya sayur, soalnya sampai hari kelima aku masih makan sayur,” sambung Siska.

Setiap ekspedisi, Siska selalu mengajak kawan yang berbeda. Tujuannya demi mengajak lebih banyak orang mengurangi sampah.

“Aku bertiga nggak bawa apa-apa. Bukan karena ninggalin, tapi emang nggak ngehasilin sampah. Terus teman aku bilang, enak juga ya ternyata,” tutur Siska.

Meski terkesan sederhana, namun semua itu memakan proses yang rumit. Sebelum mulai ekspedisi zero waste, ia juga mengubah pola hidupnya. Dia mulai dengan tidak pernah membeli air minum kemasan. Kemudian berlanjut dengan tak mengonsumsi makanan instan dan mengurangi penggunaan produk kemasan. 

“Dulu susah banget. Dikit-dikit ke mini market. Proses sampai nggak beli sama sekali, hampir setahun. Sekarang kalau haus pengen yang segar-segar belinya jus.”

Hampir empat tahun menerapkan pola hidup zero waste, setiap bulan Siska mengaku hanya dua kali membuang sampah. Masing-masing jumlahnya hanya satu kantong plastik ukuran kecil.

Sisa bahan makanan seperti kulit telur, sayur-mayur, dan kulit  buah, dijadikan kompos menggunakan metode takakura di depan rumah. Caranya yakni memanfaatkan keranjang plastik yang dilubangi dan diisi dengan sekam kemudian dilapisi kardus untuk menjaga suhu. Sampah organik itu pun lantas dimasukkan ke keranjang takakura untuk dijadikan kompos. 

Semua pengalaman itu kerap ia bagikan melalui media sosial, blog, hingga buku.

Siska ingin semakin banyak orang tergerak mengurangi sampah. Cita-citanya membuka toko yang menjual bahan pangan tanpa menggunakan kemasan dan membuat pusat pengomposan sampah. 

Editor: Quinawaty

 

  • ekspedisi zero waste
  • siska nirmala

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!