BERITA

Ratu Belanda Kritik KTP Elektronik

""Karena, single national identity itu hal yang paling penting kalau kita ingin financial inclusion.""

Dian Kurniati, Ninik Yuniati

Ratu Belanda Kritik KTP Elektronik
Ratu Belanda Maxima (tengah) saat kunjungan bersama delegasi PBB di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (1/9). (Antara)



KBR, Jakarta- Ratu Belanda, Maxima, dalam kunjungannya ke Indonesia mengkritik pelaksanaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Hal itu disampaikan sang ratu saat bertemu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, hari ini, Kamis (01/09/2016). Bambang mengatakan, e-KTP di Indonesia harus segera dibenahi, salah satunya agar bisa segera mencapai tujuan inklusi keuangan.

"Queen Maxima tentunya menyampaikan juga beberapa hal yang harus dikerjakan Indonesia, terutama yang paling esensial adalah, dia dalam menyebut dalam bahasa kita, e-KTP. Karena, single national identity itu hal yang paling penting kalau kita ingin financial inclusion. Supaya kita tahu berapa besar penduduk Indonesia yang sudah punya akses keuangan," kata Bambang.


Bambang menambahkan, pemberlakuan e-KTP di Indonesia memang perlu diperbaiki. Kata dia, saat ini pemerintah tengah mendorong sistem data kependudukan tunggal. Melalui sistem itu, semua data akan terintegrasi, termasuk di akun perbankannya. Bambang berujar, sistem yang tunggal itu juga bisa mempermudah Indonesia mencapai tujuan keuangan yang inklusif, karena menjangkau seluruh warga negara.


Sejak Selasa, 30 Agustus 2016 lalu, Ratu Maxima berkunjung ke Indonesia. Dia datang ke Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Advokad Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Bangsa Bidang Inklusi Keuangan atau Nations Secretary General's Special Advocate for Inclusive Finance for Development (UNSGSA).


Kemendagri Jamin Kelompok Agama Minoritas Dapat KTP

Sementara itu Kementerian Dalam Negeri menjamin seluruh warga dari kelompok agama minoritas seperti Ahmadiyah dan penghayat mudah mengurus KTP elektronik. Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakrullah mengatakan, sepanjang memenuhi persyaratan dan aturan yang berlaku, mereka dijamin mendapatkan KTP-nya. Syarat tersebut, misalnya, bagi pemeluk agama minoritas harus bersedia dimasukkan diantara 6 agama yang diakui negara. Sementara, untuk penghayat kepercayaan, kolom agama dikosongkan.


"Kalau semua persyaratan kan sama, kalau Ahmadiyah itu, sepanjang dia Islam, diterbitkan KTP-nya, tapi kalau ditulis Ahmadiyah nggak bisa, kan belum ada agama Ahmadiyah. Kalau ditulis islam diisi Islam, tapi kalau dia bagian penghayat, kosong, aliran Sunda Wiwitan," kata Zudan di kantor Ombudsman, Kamis (1/9/2016).


"Yang seringkali tidak mau adalah memaksa, saya harus ditulis Sunda Wiwitan, ini petugasnya nggak berani melanggar UU, kendalanya adalah di UU Administrasi Kependudukan," lanjutnya.


Zudan Arif menambahkan, Kementerian Dalam Negeri segera membuat surat edaran kepada kepala daerah agar hak kelompok minoritas diakomodir.


Ketika disinggung tentang pengaduan warga Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat beberapa waktu lalu, Zudan menyebut telah menyurati pejabat daerah setempat agar mempermudah proses pengurusan KTP.


"Kami sudah menyurati kepala dinas dukcapilnya, karena dari kelompok Ahmadiyah sudah mengadukan ke kami, sepanjang memenuhi persyaratan, untuk diterbitkan KTP-nya," lanjutnya.

Editor: Dimas Rizky

  • kisruh e-KTP
  • ratu belanda
  • kunjungan ratu belanda
  • kunjungan ratu Maxima

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!