ASIACALLING

Ini Tekad Pesenam Perempuan Pertama India

"Punya kesempatan berlaga di Olimpade Tokyo pada 2020."

Jasvinder Sehgal

Deepa Karmakar dan ayahnya. (Foto: Jasvinder Sehgal)
Deepa Karmakar dan ayahnya. (Foto: Jasvinder Sehgal)

Deepa Karmakar, 23 tahun, adalah pesenam perempuan pertama dari India yang ikut bertarung di Pesta Olahraga Olimpiade.

Dia juga termasuk satu dari lima pesenam dunia yang bertarung di nomor loncat Produnova alias ‘loncat mematikan’ karena sangat sulit.

Di Olimpade Rio de Janeiro yang berlangsung belum lama ini, Deepa tidak berhasil meraih medali perunggu dengan selisih angka yang sangat tipis.

Jasvinder Sehgal berjumpa dengan bintang masa depan ini di kampung halamannya di Agartala, di Negara Bagian Tripura.

Ini kali pertama saya mengunjungi negara bagian kecil seperti Tripura.

Ketika saya tiba, saya melihat Deepa Karmakar sangat populer di sini.

Seorang supir bajaj mengatakan pesenam muda itu membuat nama Tripura terkenal. “Dia adalah pesenam yang populer dan saya suka dengan gerakannya. Dia membuat negara bagian kecil ini diakui.”

Besarnya dukungan yang dia terima sangat nampak saat saya tiba di rumahnya. 

Dinding luar rumahnya dihiasi poster dan papan iklan yang berisi ucapan selamat. Sementara di dalam, ruang tamunya dipenuh dengan piala, medali dan foto-fotonya.

Deepa adalah pribadi yang sederhana. Dia gembira Asia Calling datang dari tempat yang jauh untuk menemuinya.

“Saya tinggal di negara bagian kecil dan saya sangat senang melihat Anda datang kemari. Terima kasih sudah datang.”

Deepa pertama kali belajar senam di usia 6 tahun. Loncatan yang dia latih kali pertama menggunakan komponen motor lama. Dan dia berlatih di aula tempat nikahan warga.

“Saat itu, saya latihan di sana karena belum ada fasilitas semacam ini di negara bagian ini. Pada 2010 saat saya menjadi anggota kontingen senam India, kantor olahraga India melengkapi tempat saya berlatih dengan peralatan bertaraf internasional,” tutur Deepa.

Meski berlatih intensif, Deepa kehilangan kesempatan meraih medali perunggu di Olimpiade Rio tahun ini.

Tapi dia tidak kecewa.

“Saat final di Rio, saya tidak merasa buruk karena saya tidak menyadari selisih poin. Semua peserta lain lebih berbakat dari saya. Bahkan atlet Swiss yang meraih perunggu adalah panutan saya. Jadi saat saya berdiri di sampingnya, saya merasa bangga,” ungkap Deepa.

Dan Deepa tetap berharap punya kesempatan berlaga di Olimpade Tokyo pada 2020.

Deepa adalah anak bungsu dari dua bersaudara. 

Ayahnya Dulal Karmakar adalah pelatih angkat besi. Dia sudah punya mimpi besar untuk Deepa sejak dia dilahirkan.

“Saya punya dua putri. Jadi ketika Deepa lahir kami ingin dia jadi atlet. Setiap ayah berharap anaknya punya masa depan yang cerah dan karir yang bagus, seperti dokter atau insinyur. Tapi saya memutuskan olahraga adalah karir untuk Deepa. Karena fisiknya tidak cocok untuk angkat besi, maka saya memilihkan olahraga senam untuknya,” kata Dulal.

Deepa memang memenuhi harapan sang ayah.

Tak cukup jadi bintang Olimpiade, Deep juga sedang menyelesaikan pascasarjana di bidang ilmu politik di Universitas Tripura.

Gita Karmakar adalah ibu Deepa. Dia tertawa ketika saya bertanya apakah Deepa berencana untuk segera menikah.

“Tidak. Dia masih muda. Saya bermimpi Deepa akan meraih medali di Olimpiade 2020. India sedang menunggu medalinya. Saya berharap semua orangtua membiarkan anak-anak mereka melakukan apapun yang mereka inginkan,” kata Gita.

Orangtua Deepa sangat yakin dengan karir putri mereka.

Dan meski dia bersaing dalam nomor yang disebut ‘loncatan kematian’, Deepa tidak takut.

“Kematian bisa datang kapan saja. Dalam setiap olahraga pasti ada resiko. Tapi latihan akan membuat Anda makin sempurna. Saya tahu ini beresiko. Tapi untuk memenangkan sesuatu, saya harus mengambil resiko,” tekad Deepa.

 

  • Jasvinder Sehgal
  • Deepa Karmakar
  • Pesenam
  • India
  • Olimpiade Rio 2016

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!