ASIACALLING

India Darurat Tuberkulosis  

"Jumlah pasien tuberkulosis atau TB di India merupakan yang terbesar di dunia. "

Jumlah pasien tuberkulosis atau TB di India merupakan yang terbesar di dunia. (Foto: Bismillah Geela
Jumlah pasien tuberkulosis atau TB di India merupakan yang terbesar di dunia. (Foto: Bismillah Geelani)

Jumlah pasien tuberkulosis atau TB di India merupakan yang terbesar di dunia.

Diperkirakan ada tiga juta orang yang mengidap penyakit ini. Tapi beberapa penelitian terbaru menyebut angka sebenarnya bisa jadi lebih tinggi.

Bismillah Geelani menyusun laporannya dari New Delhi.

Sarla Devi, 55 tahun, tinggal bersama lima anaknya di pondok kecil dengan dua ruangan di pinggiran Delhi.

Suaminya yang dulu bekerja sebagai penjahit meninggal karena Tuberkulosis atau TB dua tahun lalu.

Sarla Devi mengatakan suaminya tidak sabar menjalani pengobatan jangka panjang dan tidak ingin dirawat di rumah sakit pemerintah.

“Jadi saya membawanya ke sebuah klinik swasta dan diberi obat. Dalam dua bulan kondisinya membaik. Tapi ia frustrasi karena harus minum banyak obat setiap hari. Dia bahkan sering tidak mau minum obat dan mulai minum-minum,” tutur Devi.

Demam suaminya pun memburuk dan akhirnya meninggal. Dua bulan kemudian, putri Sarla Devi yang berusia 20 tahun dan putranya yang berumur 15 tahun juga didiagnosis mengidap TB.

Sarla Devi melakukan segalanya untuk memastikan anak-anaknya bisa menyelesaikan pengobatan mereka. Tapi putranya sudah menunjukkan tanda-tanda intoleransi terhadap obat TB yang sangat beracun.

“Dia minum obatnya tapi tampaknya semua jadi semakin rumit. Dia jadi mudah cemas dan menangis sepanjang waktu. Obat ini tidak cocok untuknya. Hal ini sangat sulit baginya,” keluh Devi.

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru tapi juga bisa menyerang bagian tubuh yang lain.

Aruna Bhattacharya, Profesor di Yayasan Kesehatan Masyarakat India, mengatakan banyak pasien mengabaikan indikator awal dan ini mengakibatkan memburuknya kondisi mereka sendiri.

“Banyak gejala yang menyesatkan; saya batuk ... semua orang batuk, saya mengalami demam ringan malam hari ... semua orang juga mengalaminya. Padahal ini adalah penyakit jangka panjang dan jika kita tidak paham gejala-gejalanya maka kita bisa berakhir dengan TB yang parah. Dan karena ini penyakit menular, gejala-gejala yang diabaikan atau tidak diobati membuat penyakit ini menulari banyak orang,” jelas Bhattacharya.

Menurut PBB, angka kasus TB di India tertinggi secara global.

Perkiraan resmi menyebutkan jumlah pasien TB di India antara dua hingga tiga juta orang, dimana lebih dari 200 pasien meninggal setiap tahun.

Tapi kajian terbaru yang dilakukan Imperial College yang berbasis di London menunjukkan angka sebenarnya bisa tiga kali lebih tinggi.

Beberapa peneliti India seperti Dokter Zari Adwadiya mengaku ini adalah perkiraan yang rendah.

“Yang penting untuk diingat adalah angka-angka ini tidak termasuk pasien yang dirawat di rumah sakit dan klinik swasta. Padahal penelitian bertahun-tahun menemukan 70 persen pasien pergi ke klinik swasta untuk berobat. Jadi jika ini dijadikan pertimbangan, maka jumlah sebenarnya bisa lima hingga 10 kali lipat lebih tinggi,” kata Dokter Adwadiya. 

Faktor-faktor seperti kemiskinan yang meluas, kepadatan penduduk yang tinggi, kurangnya sanitasi dan kebersihan dan tingginya angka HIV / AIDS membuat India menjadi tempat berkembang biak yang sempurna untuk bakteri TB.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah sudah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi masalah ini. Termasuk kampanye kesadaran masyarakat soal gejala awal TB, pusat diagnostik dan fasilitas pengobatan gratis bagi mereka yang terdampak.

“Kita punya Revisi Program Pengendalian Tuberkulosis Nasional. Pertama adalah deteksi waktu yang tepat dan yang kedua minum obat sampai habis. Kami juga memulai program Pengobatan Observasi Langsung, di mana pasien diminta datang ke pusat kesehatan dan pasien minum obatnya di hadapan petugas,” jelas Menteri Kesehatan, J P Nadda.

Meski inisiatif ini dianggap bisa mengurangi angka kematian, kritikus mengatakan program ini jangkauannya terbatas dan tidak punya pengaruh pada bentuk-bentuk baru TB, yang resistan terhadap obat-obatan.

Tahun lalu di Majelis Kesehatan Dunia, pemerintah dari seluruh dunia menyepakati Strategi Dunia Mengakhiri TB yang ambisius.

Strategi ini ingin mengurangi kematian TB sebesar 95 persen dan memotong kasus baru sebesar 90 persen pada 2035.

Nata Manabde, bekas Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) India mengatakan negara ini perlu melakukan lebih banyak langkah untuk mencapai tujuan itu.

”Kami sangat membutuhkan vaksin baru, diagnosa baru dan cara pengobatan yang lebih cepat. Dan semua itu memerlukan penelitian. Bila prioritas politik tidak diberikan kepada epidemi ini, saya akan menyebut India darurat kesehatan nasional untuk tahun-tahun mendatang,” kata Manabde.

 

  • Bismillah Geelani
  • Tuberkulosis
  • India

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!