BERITA

AJI Purwokerto & Komunitas 'Keroyokan' Garap Film Dokumenter Pasca Tragedi 1965

AJI Purwokerto & Komunitas 'Keroyokan' Garap Film Dokumenter Pasca Tragedi 1965
Pembuatan film dokumenter pasca tragedi 1965 di Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Muh Ridlo/KBR)



KBR, Cilacap – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Purwokerto dan Komunitas Film CLC Purbalingga membuat film dokumenter konflik agraria dan kuburan massal pasca tragedi 1965.

Ketua AJI Kota Purwokerto Aris Andrianto mengatakan film dokumenter ini merupakan kerja keroyokan antara jurnalis anggota AJI, komunitas film serta kelompok tani dari Serikat Tani Mandiri (SeTAM) Cilacap.


Proses pengambilan gambar dimulai 16 September 2016 lalu dan diperkirakan akan diselesaikan November mendatang.


Film dokumenter mengambil latar konflik agraria yang terjadi di sekitar Pegunungan Wilis. Kawasan itu meliputi Kecamatan Cipari, Cimanggu, Sidareja, Majenang dan Wanareja.


AJI Purwokerto & komunitas film mengangkat isu perampasan tanah bermodus tukar guling lahan dan pengusiran paksa warga dari kampung dan lahan pertanian mereka.


Aris menjelaskan, perampasan tanah itu berlatar peristiwa politik tragedi 1965. Pemerintah, kala itu, menuduh ratusan warga yang telah mendiami sebuah kawasan terlibat PKI. Padahal, sebagian besar warga buta huruf sehingga tidak tahu apa arti PKI atau organisasi sayap PKI. Kawasan itu pun dirampas negara, meski sudah dihuni warga selama puluhan atau ratusan tahun.


"Film dokumenter tentang kuburan massal yang ada di Cilacap barat, dan juga soal konflik agraria yang dibuat bersama AJI Kota Purwokerto, CLC Purbalingga dan SeTAM Cilacap, adalah untuk mendokumentasikan kronologis atau latar belakang sejarah terjadinya konflik agraria yang terjadi di Cilacap," kata Aris.


Film ini juga diperkuat dengan wawancara terhadap bekas pelaku, bekas tahanan politik PKI dan juga masyarakat biasa, terutama perempuan.


Konflik Agraria

Direktur Komunitas Film CLC Purbalingga Bowo Leksono mengatakan selain film dokumenter bertajuk konflik agraria, ada film lain yang khusus mendokumentasikan jejak eksekusi massal warga yang dituduh PKI di kawasan tersebut.


Lokasi eksekusi massal antara lain di Jembatan Plengkung dan Pentus. Dua tempat itu berada di Sungai Cikawung, yang membentang mulai dari Kecamatan Cimanggu hingga Wanareja.


Film ini juga mengabadikan sejumlah situs yang diduga kuat merupakan kuburan massal korban pembunuhan massal pasca peristiwa 1965. Antara lain situs kuburan massal Singaranting dan Hutan Kafir, Afdeling Selagedang.


Untuk memperkuat data, kata Bowo, wawancara mendalam dilakukan terhadap wakil komandan pasukan operasi gabungan, penggali makam massal, penguruk makam massal dan penduduk setempat yang bisa menggambarkan situasi saat terjadinya konflik.


Ketua LSM Serikat Tani Mandiri (SeTAM), Petrus Sugeng mangatakan sedikitnya terdapat 12 ribu hektar yang disengketakan antara rakyat dengan Perhutani, TNI Angkatan Darat dan perusahaan swasta. Sebagian besar konflik lahan itu disebabkan peristiwa politik antara 1950 hingga 1965.


Petrus Sugeng mengatakan delapan ribu hektar tanah rakyat di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dirampas negara lantaran pemilik dianggap terlibat dalam peristiwa 30 September 1965 dan peristiwa DI/TII.


Lahan sengketa itu berada di Cimrutu Kecamatan Patimuan, Cidondong Kecamatan Bantarsari, Desa Bringkeng, Panikel dan Grugu di Kecamatan Kawunganten dan Mulyadadi Kecamatan Majenang.


Selain itu masih ada lahan sengketa lain di sejumlah desa Kecamatan Cipari, Kawunganten, Gandrungmangu dan Adipala.


Petrus menjelaskan, para pemilik lahan atau ahli warisnya sudah berusaha memperjuangkan dikembalikannya tanah-tanah tersebut hingga kini.


Bukti bahwa tanah tersebut merupakan milik warga pada masa lalu antara lain masih adanya kompleks pemakaman, bekas sumur, dan bekas pondasi rumah ibadah dan rumah penduduk di tengah hutan milik Perhutani.


Editor: Agus Luqman

 

  • tragedi 65
  • Cilacap
  • Jawa Tengah
  • korban 1965
  • konflik agraria
  • AJI
  • Aliansi Jurnalis Inependen
  • Purwokerto
  • Purbalingga
  • tragedi65

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!